40 : Ending?

7.3K 192 44
                                    

9 Bulan Kemudian....

Sembilan bulan sudah berlalu. Kanaya masih saja menutup matanya rapat-rapat, sepertinya dia tidak mau melihat anak perempuannya yang sedang berada digendongan Alfino.

"Nay, lihat deh. Ini anak kita Nay, dia cantik banget kaya kamu. Aku namain dia Gemini, karena dia punya zodiak Gemini, dan yang satu ini, Namanya Leo, mereka lahirnya bareng sih, tapi aku namain dia Leo aja gitu, heheh. Bagus kan? Kamu cepet sadar ya, biar bisa lihat anak kita," ujar Alfino sambil mengusap surai rambut Kanaya.

Tiba-tiba bayi yang sedang Alfino gendong menangis kuat. Membuat Alfino tersentak dan seketika menepuk-nepuk pantat bayi itu.

Perlahan demi perlahan Kanaya mulai membuka matanya. Dia menatap kearah Alfino samar-samar. Bibirnya menyunggingkan senyuman.

"Alfino," panggilnya lirih.

"Kanaya? Kanaya kamu beneran bangun? Gimana? Ada yang sakit? Aku panggilin dokter ya?" heboh Alfino. Dia sangat bahagia, akhirnya Kanaya membuka matanya.

"Itu anak siapa?" tanya Kanaya.

"Ini anak kita sayang, dia cantik banget, makasih ya. Kamu udah ngasih aku baby kecil, aku seneng banget bisa punya anak perempuan dan laki-laki," jawab Alfino. Dia membelai pipi gadis kecil yang ada digendongannya. Sedangkan Leo, bayi laki-laki mungil itu kini berada disamping Kanaya.

Kanaya tersenyum tipis melihat anaknya. Ternyata dia sudah melahirkan, dia sangat bahagia bisa memberikan buah hati kepada Alfino.

"Sella mana?" tanya Kanaya.

"Sejak aku tahu semuanya dari Aska, aku langsung mutusin buat talak dan menceraikan Sella. Aku hanya punya satu tujuan, yaitu hidup bahagia sama kamu dan anak kita Gemini dan Leo," balas Alfino.

"Mama sama papa mana?" tanya Kanaya lagi. Dia sangat rindu dengan Dian dan Farhan.

Alfino menatap sebal kearah Kanaya. Kanaya baru saja sadar, namun dia sudah banyak bicara seperti ini, seharusnya Kanaya istirahat saja.

"Bentar aku panggilin," pamit Alfino. Dan tak lama kemudian, Farhan dan Dian pun masuk. Mereka terlihat snagat bahagia ketika melihat Kanaya siuman.

"Kanaya anak mama," panggil Dian dengan air mata yang berlinang.

"Mama, papa. Kanaya kangen sama kalian. Mm.. Sekolah Kanaya?" tanya Kanaya. Gadis, ralat! Maksutnya wanita itu masih sempat-sempatnya bertanya pasal sekolah.

"Udah, jangan mikirin sekolah. Kalo udah sembuh baru bicara tentang sekolah," putus Dian yang hanya dijawab gelengan dari Kanaya.

"Kanaya nggak yakin akan terus bertahan hidup. Kanaya mau pergi aja, Kanaya kesakitan disini," lirih Kanaya. Senyuman manis masih belum luntur dari wajah pucatnya.

Dian menatap Kanaya kesal. Namun setelah itu dia menangis tersedu-sedu. Mengapa Kanaya berbicara demikian? Apakah ini sebuah pertanda? Tidak! Ini tidak boleh terjadi!

"Kanaya nggak boleh kaya gitu, kalo kamu pergi, siapa yang bantuin aku jagain Gemini dan Leo nanti?" tanya Alfino. Dia ikut menangis melihat kondisi Kanaya yang sepertinya sudah tidak memungkinkan untuk.... Hidup.

Kanaya menatap anak yang ada digendongan Alfino. Ternyata peri kecilnya sangat mirip dengannya dan Alfino. Wajahnya mirip dengan Kanaya. Namun, alis dan hidungnya mirip Alfino.

"Alfino nikah lagi ya?" pinta Kanaya sambil tersenyum ikhlas.

"Sampai kapan pun, sampai mati, kamu bakal jadi yang pertama dan terakhir. Dalam hidup Alfino, mencintai hanya satu kali, yaitu mencintai Kanaya. Aku nggak bakal nikah lagi, karna kamu udah jadi istri aku. Itu sumpah aku Nay," ucap Alfino.

Dear Alfino (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang