Mungkin suatu hari nanti kamu akan menemukan orang yang benar-benar mengerti apa yang kamu rasakan
.
"Akhirnya gue nyampe duluan, huhh!!" Aldon menghentikan laju sepedanya.
"Halah gitu doang, udah sini parkirin!"
"Iya sabar, lo lama-lama kayak Gravie ya. Galak."
Mendengar nama temannya disebut, Dera menoleh cepat ke arah jalanan, "Eh! Derry Gravie kok belom nyampe? Perasaan tadi nggak jauh-jauh banget deh."
"Ehm, itu.. oh gue baru inget Derry bilang mau ke mana dulu gitu, ntar nyusul kok."
"Hah?"
Cowok itu merangkul pundak Dera lantas mulai melangkah, "Udah tenang aja, mending kita liat.. nah itu gantungan kunci, lo mau gantungan kunci?"
"Hishh tangan lo!"
"Aduh!" Aldon mengusap-usap lengannya yang disingkirkan gadis itu, sementara si pelaku melenggang sambil menahan gelak.
***
Derry mendorong sepedanya melangkah beriringan dengan gadis yang sejak tadi tak banyak bicara. Keduanya melintasi jalan sempit di dekat rumah-rumah warga.
Sejujurnya Gravie masih mencoba menerka-nerka apa yang akan terjadi nanti, apakah keluarga angkat cowok itu menyambut baik atau justru sebaliknya.
Satu hal yang sebenarnya gadis itu khawatirkan, ia takut mereka mengucapkan kata-kata yang dapat mengecilkan hati Derry.
"Eh eh itu siapa?"
"Ihh ganteng bangett."
"Gantengnya jodoh orang."
Gravie melirik sekumpulan gadis remaja yang kebetulan mereka lewati, tatapan berbinar semuanya mengarah pada cowok di sebelahnya yang tampak tak begitu peduli.
"Ekhm!" Ia berdeham keras membuat gadis-gadis tadi langsung mengalihkan pandangan dan saling menyikut.
Tak lama setelah itu langkah Derry terhenti, mau tak mau gadis di sebelahnya mengikuti.
"Eh kenapa?"
Derry menatap ke kanan dan kiri, ekspresinya menujukkan kebingungan.
"Oh, lo lupa? Ehm.. nah itu ada anak-anak, kita tanya aja. Dek! Dek!" Gravie melambai pada tiga orang anak perempuan dengan peralatan masak mainan mereka.
"Kenapa kak?" Mereka menghampiri.
"Kalian tau rumah Agusio?" tanya Derry.
Ketiga anak perempuan itu saling menatap kemudian seperti berdiskusi pelan. Gravie melirik cowok di sebelahnya yang juga menatapnya.
"Maksudnya om Agus kak?" tanya anak yang paling tinggi.
Derry mengangguk sekali.
"Ini anaknya.." Anak satunya menunjuk gadis kecil di sampingnya.
"Loh beneran? Bisa anterin kita ke rumah kamu?" Gravie tersenyum seramah mungkin.
Anak itu menatap kedua orang asing di hadapannya sejenak, kemudian menganggukkan kepala.
Mereka mengikuti anak perempuan tersebut hingga tiba di sebuah rumah sangat sederhana, dindingnya belum dicat, barang-barang tampak berserakan di sisi samping serta lantai teras yang pecah-pecah.
"Ibu! Bapak! Ada tamu.."
"Heh baru pulang jam segini, main terus emang yang kamu tau! Makan dulu sana!"
KAMU SEDANG MEMBACA
DERRY : manusia tanpa cinta [END]
Roman pour AdolescentsBest rank #1 of teenfiction [29 Oct 2022] [15+] Cerita ini mengandung banyak kata-kata kasar, harap bijak untuk tidak ditiru! ** Gimana rasanya jatuh cinta dengan brandalan jalanan berwajah rupawan? Berlarian di bawah langit malam, mengobrol di atap...