Bab 34

2.7K 113 3
                                    

Terkadang pikiran dan hati sama labilnya, selalu berubah-ubah.

🍃

Lapangan SMA Semesta Raya pagi ini terlihat dipenuhi murid-murid berpakaian olahraga, setelah membentuk barisan rapi, guru olahraga berbadan tegap itu mulai mengabsen satu per satu muridnya.

Gadis dengan rambut terikat, namun menyisakan beberapa helai di samping telinga itu tak bisa diam di posisinya. Cahaya matahari yang mulai meninggi membuat ia tak henti-hentinya mengeluh.

"Elina Ruania."

"Saya, Pak!"

"Gravie Theana."

Si pemilik nama yang berada di dua barisan dari belakang masih sibuk menghalau sinar matahari menggunakan telapak tangannya, teman-teman Gravie menoleh ke arahnya.

"Gravie Theana?" ulang Pak Bam.

Menyadari tatapan teman-temannya gadis itu sontak mengangkat tangan, "Eh? Hadir, Pak!"

Guru olahraga itu berdecak sembari menandai bukunya, "Tolong didengar absennya!"

"Iya, Pak," jawab Gravie malas-malasan.

"Dasar manja!"

Gadis itu menoleh ke sekitar,
mencoba menemukan orang yang sudah berani menyebut dirinya seperti itu. Namun, hasilnya nihil. Tak ada satupun yang menunjukkan ekspresi mencurigakan.

Selesai mengabsen, Pak Bam menutup bukunya lantas menatap seluruh murid. "kita pemanasan, keliling lapangan tiga kali!"

Sontak semuanya berdecak.
Jika untuk ukuran lapangan sekolah mereka ini, jangankan tiga, sekali putaran saja sudah menghabiskan banyak tenaga.

"Cepat laksanakan!"

"Siap, Paaakkk."

Gravie kemudian berlari kecil mengikuti temannya yang lain, jika saja Pak Bam tidak mengawasi dari pinggir lapangan, ia pasti enggan diharuskan berlari seperti ini.

Pandangan gadis itu kemudian tertuju pada teman se-gengnya yang berlari bergerombol di depan. Vina, Sea dan Kezia terlihat berlari kecil sambil mengobrol dengan Dera. Sesekali mereka tergelak dan saling mendorong bahu.

Dera memang sudah kembali masuk sekolah hari ini, tetapi karena pagi tadi Gravie datang tepat saat bel masuk berbunyi alhasil dirinya belum sempat bicara dengan temannya itu.

"Grav kalo capek jangan dipaksain." Alvin, salah satu teman sekelas Gravie tiba-tiba telah berada di sebelah gadis itu.

"Grav kalo mau pingsan bilang ya, ntar gue tangkep." Ozan pun mendadak muncul di samping kiri Gravie.

"Yee ngikut aja lo!" Alvin menatap sinis teman sekelasnya itu.

"Iri bilang bos!"

"Dih siapa yang iri, dasar Ozon."

"Lo Alvinyet!"

"Hah apaaan tuh?"

"Alvin monyet." Ozan sontak tergelak keras, sementara Alvin mendengus tak terima.

"Ihh bersisik lo berdua. Minggir!" Gravie mendorong kedua bahu teman cowoknya itu kemudian berlari cepat menyusul teman-temannya di depan.

Sebenarnya gadis itu mulai kesal melihat sejak pagi teman-temannya seolah lebih mementingkan Dera, ya, Gravie paham mungkin mereka merindukan temannya itu karena sempat beberapa hari izin. Tapi, please bukan berarti mereka bisa mengabaikan gadis itu seperti ini.

"Ekhmm.." Gravie yang telah menyamakan langkahnya, berdeham keras membuat keempat teman perempuannya itu menoleh lantas berangsur menghentikan tawa mereka.

DERRY : manusia tanpa cinta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang