Bab 12

3.9K 161 0
                                    

Semesta yang paling tau pasti,
kapan harus menunjukkan dan kapan harus menyembunyikan.

🍃

Jalan setapak dekat jembatan gantung itu terlihat lengang, tempat itu biasa dilalui penduduk karena merupakan penghubung antara desa dan kota. Namun karena tempatnya yang sepi tak banyak orang berani melintasi.

Cowok dengan hoodie hitam itu terlihat bersadar di sebuah pohon dengan kedua tangan terlipat, matanya menatap lurus pada cowok yang terlihat sangat gelisah di hadapannya.

"Gue Ganda. Adik perempuan gue kemarin malem dirampok, handphone sama cincin peninggalan almarhumah ibu gue juga diambil." Cowok bernama Ganda itu membuang pandangannya, lampu remang-remang di sana berhasil menyamarkan ekspresinya.

"Bukan cuma itu, dia juga dilecehkan sama salah satu dari mereka. Geng bangsat itu udah kelewatan bang! Mereka semua bener-bener nggak punya otak! Mereka semua binatang!" Ganda berteriak penuh emosi, kedua tangannya terlihat mengepal geram.

"Kenapa lo milih datang kemari?"
Lelaki berambut gondrong terikat di sebelah Derry itu bertanya.

"Gue nggak mau berurusan sama polisi dulu sebelum pelakunya ketangkap. Gue--"

"Darimana kita tau kalo ini bukan jebakan?" Derry bertanya datar.

Kedua lelaki yang berada di sisi cowok itu mengangguk setuju, banyak orang yang menyamar, berpura-pura, atau apapun itu untuk menghancurkan kelompok mereka. Waspada harus menjadi paling utama.

"Lo bisa ke rumah gue, liat sendiri gimana keadaan adik gue setelah kejadian itu. Dan kalaupun gue bohong, nyawa gue taruhannya." Cowok itu berucap penuh keyakinan.

Derry diam tak bergeming,
benaknya memikirkan kemungkinan yang bisa terjadi jika ia menerima permintaan ini. Mungkin melalui ini dendamnya bisa terbalaskan, mungkin juga melalui ini ia kehilangan seorang lagi.

Tidak ada yang tahu.

"Gue bakal bayar berapa pun, bang. Asal cincin milik ibu gue balik dan adik gue dapet keadilan."

Derry menurunkan penutup kepalanya, matanya tak lepas dari Ganda.
"Gue nggak bisa langsung terima permintaan lo."

Kedua teman cowok itu seketika menoleh.

"Bang--"

"Lo bisa pergi sekarang."

Ganda terlihat enggan, ia merasa belum mendapat kepastian.

"Pergi sana woi!" Abeng, teman Derry yang sedari tadi diam mendorong bahu Ganda agar beranjak.

Mau tak mau cowok itu pun melangkah pergi, meninggalkan ketiga orang yang ia harap dapat menyelesaikan masalah yang menimpanya.

"Der, apa nggak mendingan kita bicarain sama yang lain dulu?" Bagus, lelaki berambut gondrong itu menatap Derry.

Abeng mengangguk.
"Bisa cair ini. Gue tau tu anak, usahanya maju coy."

Cowok itu terlihat tak menanggapi opini kedua temannya, benaknya sibuk memikirkan banyak hal.

"Rnv itu ibarat bumerang, kita yang nyerang bakal berakhir di kita juga. Gue nggak mau banyak ambil resiko, kita butuh strategi." Derry melirik Abeng dan Bagus.

Keduanya sontak mengangguk paham.

🍃

"Pokoknya gue kesel banget hari iniii.. udah terlambat, hampir ditabrak, ketemu nenek sihir itu lagi arghh." Gadis itu memukul-mukul bantal menceritakan yang terjadi padanya hari ini.

DERRY : manusia tanpa cinta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang