Bab 37

2.7K 132 5
                                    

Flashback.

"Gue milih.. tetap di sini." Sebaris kalimat cowok itu berhasil merubah ekspresi gadis di hadapannya.

Jujur, Derry tidak menyangka ekspresi Gravie bisa sekecewa itu. Atau sebenarnya tidak, gadis itu hanya merasa direndahkan karena mendapat penolakan. Apapun itu, yang jelas sebelum sosoknya benar-benar melangkah pergi, tatapan tajam bercampur kekesalan sempat ditunjukannya pada Derry. Cowok itu tidak heran.

"Akhirnya, pergi juga kan tu cewek, lagian lo berdua ngapain pake ngundang dia. Kurang kerjaan banget," tukas Jesy pada Bagus dan Abeng.

Kedua cowok yang sama-sama menatap tak tega ke arah perginya Gravie lantas menoleh bersamaan. "Iya iya, kita yang salah emang. Tapi lo juga jangan dorong-dorong dia kaya tadi dong, kasar amat," ucap Bagus.

"Kok jadi gue! Aneh banget ya lo berdua, sebelumnya baik ke dia, tadi sok tegas, sekarang belain. Nanti apa, hah?"

"Tau ah pusing, gue mau lanjut nikmatin acara aja." Abeng melenggang diikuti Bagus.

Jesy menggeleng. "Nggak jelas banget. Der lo yakin nggak mau gabung sama mereka?" Gadis itu menunjuk kedua temannya yang telah bergabung dengan kerumunan.

Derry masih diam bergulat dengan pikiran, dahinya tampak mengerut. Cahaya kelap-kerlip lampu membuat mata cowok itu berulang kali mengerjap. Tepat setelah Jesy menepuk bahunya, barulah ia menyadari keberadaan gadis itu.

"Woy malah bengong."

Cowok itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku hoodie. "Gue pergi dulu."

"Mau kemana?"

"Ke tempat yang nggak buat mata gue sakit." Setelahnya ia melangkah pergi, meninggalkan teman perempuannya itu dengan decakan sebal.

Tepat setelah Derry berada di lantai satu kafe, saat itulah ia melihat Gravie dengan kedua tangan ditahan oleh salah satu anggotanya. Dan selanjutnya, kita semua tahu apa yang terjadi.

***

Sebuah taksi berhenti tepat di depan gerbang tinggi sebuah rumah mewah, setelah satpam mengecek siapa penumpang di dalamnya, gerbang tersebut dibuka mepersilakan kendaraan tersebut masuk ke sana.

Pekarangan depan rumah milik Domio ternyata jauh lebih luas dibanding pekarangan tempat tinggal Gravie. Entah kapan kali terakhir gadis menginjakkan kaki ke tempat ini, tapi yang jelas kini semua terasa asing baginya.

"Jadinya berapa pak?" tanya Gravie bersiap mengambil dompetnya.

"Nggak usah mbak, sudah dibayar sama mas Lean."

Gadis itu terdiam. Matanya kemudian melirik cowok yang duduk di sebelahnya.

"Emang udah cukup, pak?" tanyanya lagi.

"Cukup, mbak."

"Oke, kalo gitu tolong turunin kadonya ya, pak."

Supir tersebut mengangguk lantas beranjak turun. Gravie kemudian menepuk cowok di sebelahnya sebelum membuka pintu taksi, "Der, ayo turun! Eh hoodie lo bawa jangan lupa."

Kado berbentuk kotak berukuran besar itu diturunkan, setelahnya taksi bergerak pergi meninggalkan pekarangan rumah dengan banyak penjaga itu.

Gravie mengamati penampilan cowok di hadapannya, setelah perdebatan yang lumayan panjang, ralat yang sangat panjang disertai pemaksaan, akhirnya gadis itu berhasil mengubah penampilan Derry. Cowok yang sebelumnya mengenakan hoodie serta jeans biru itu kini berubah berpenampilan formal. Derry kini mengenakan kemeja yang dilapisi jas hitam, celananya pun selaras dengan atasan.

DERRY : manusia tanpa cinta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang