Bukan salah siapa-siapa, ini hanya mengenai aku dan ekspektasiku
.
Gadis itu memarkirkan mobilnya sedikit terburu-buru kemudian keluar lantas segera melangkah menuju pintu masuk kafe, sore ini tempat dimana Aldon bekerja itu lebih sepi dibanding saat terakhir ia mengunjungi bersama Lean.
Bahu Gravie nyaris menyenggol nampan pelayan ketika baru melewati pintu, beruntung pelayan tersebut cepat mengelak hingga tak terjadi apapun.
Terlalu bersemangat memang tidak baik, tetapi untuk kali ini Gravie tidak bisa menutupinya, gadis itu sungguh tidak sabar ingin memastikan siapa orang yang Aldon katakan ingin bertemu dengannya.
Apa benar itu adalah orang ia duga? Apa orang itu kini berubah pikiran? Apa mungkin orang itu... merindukannya?
"Grav!" Sebuah tangan dari meja paling sudut terlihat melambai memanggil gadis itu, itu Aldon.
Gravie membenarkan rambutnya singkat kemudian melangkah menghampiri. Apa ia merasa gugup? Tidak, tidak sama sekali.
"Hai Grav, tepat waktu banget, gue kira lo bakal telat," seru Aldon sembari terkekeh.
Langkah gadis itu terhenti, ia tak tahu ingin merespon seperti apa, matanya hanya menatap bingung seseorang yang kini duduk di hadapan Aldon.
"Oh iya, ini dia yang mau ketemu lo, ada yang mau diomongin katanya."
"Hai," sapa Jesy singkat.
Gravie tak membalas sapaan cewek tomboy itu, benaknya justru berputar mencoba memahami situasi. Orang yang ingin bertemu dengannya adalah Jesy? Cewek yang waktu itu sempat mengamuk dan menonjok hidungnya hingga berdarah?
Orang yang selalu bersikap sinis padanya? Mustahil, memangnya mereka ada urusan apa. Gravie menoleh ke kanan dan kiri, masih mencoba membuktikan seseorang dugaannya yang ternyata salah.
"Duduk, Grav," pinta cowok dengan pakaian santai itu melihat Gravie yang seperti kebingungan.
Gadis itu memilih menduduki bangku di samping Aldon, ekspresi wajahnya seketika berubah datar. Ia benar-benar malas melihat Jesy.
Gue kira yang mau ketemu itu Derry, tau gini mah mending bobo cantik di rumah
"Mau pesan apa, Grav?" tanya Aldon.
"Nggak usah basa-basi, gue sibuk!"
"Elah, jutek amat neng! Jus jeruk aja ya, mau kan?" Cowok itu segera memesankan segelas minuman untuk Gravie, sementara ia dan Jesy telah memesan lebih dulu.
Melihat wajah Gravie yang tak menyenangkan Jesy berdeham mulai membuka percakapan, "Oke, seperti yang barusan lo bilang lebih baik nggak usah banyak basa-basi, karena gue juga bukan tipe orang yang suka beromong kosong. Tapi pertama gue mau lurusin satu hal.."
Gravie mengangkat kedua alisnya ogah-ogahan, sejujurnya ia sedikit penasaran apa yang membuat Jesy tiba-tiba ingin bertemu dengannya. Namun dirinya sudah terlanjur kecewa, karena ternyata orang yang menunggu tidak sesuai dugaannya.
"Lo datang ke sini atas kemauan lo sendiri, nggak ada yang maksa! Termasuk Aldon, lo udah ke sini artinya lo bersedia dengerin omongan gue, jadi jangan bersikap seolah lo yang paling dibutuhin. Paham?" sambung Jesy.
Bahu gadis itu terangakat acuh, belum apa-apa ia sudah merasa akan menghabiskan waktu sia-sia, "Langsung ke intinya aja."
Cewek dengan kaos merah kedodoran itu tampak menatap ragu, matanya sempat melirik Aldon sekilas sebelum akhirnya berujar lantang pada Gravie.
KAMU SEDANG MEMBACA
DERRY : manusia tanpa cinta [END]
Ficção AdolescenteBest rank #1 of teenfiction [29 Oct 2022] [15+] Cerita ini mengandung banyak kata-kata kasar, harap bijak untuk tidak ditiru! ** Gimana rasanya jatuh cinta dengan brandalan jalanan berwajah rupawan? Berlarian di bawah langit malam, mengobrol di atap...