Berada di dekat lo, gue merasa berbeda. Entah berbeda karena merasa jadi
orang lain, atau karena jadi diri
gue sendiri.🍃
Langit terlihat semakin gelap, awan-awan hitam bergerak seolah ingin menyembunyikan keberadaan sang biru. Sungguh pagi yang kelabu.
Gadis dengan hidung memerah itu terlihat duduk di trotoar dengan bibir mengerucut, dagunya ia letakkan pada lipatan tangan di atas kedua lutut. Ia masih kesal mengingat perlakuan seenaknya cowok tak punya hati itu, benar-benar tak akan ia maafkan.
Detik berikutnya Gravie sedikit tersentak, tiba-tiba sebuah kantung plastik menggantung tepat di depan wajahnya.
Ia menoleh."Ambil!" ucap Derry mengulurkan plastik berisikan sesuatu tersebut, wajahnya masih datar sedatar datarnya. Seakan tidak ikhlas, sekaligus tidak merasa bersalah.
Dasar.
Alih-alih segera menerima,
gadis itu justru kembali ke posisi awalnya. Mencoba melusuri ruang pikiran yang bisa dikatakan lumayan kacau.Cowok itu berdecak, lantas berjongkok di sebelah Gravie. "Gue udah beli ini sampe ke warung ujung, lo nggak mau hargain usaha gue?"
Tak ada tanggapan.
Derry berdecak, menyisir rambutnya ke belakang. "Gue nggak bakal ngerti kalo lo nggak ngomong."
"Lo masih harus bilang sesuatu ke gue," kata Gravie melirik sebal.
Sebelah alis cowok itu terangkat, kemudian ekspresinya kembali seperti semula, "Oh sama-sama."
"Kok sama-sama!"
"Trus?"
Gravie mendengus. Sia-sia saja mengharapkan permintaan maaf dari cowok seperti ini, perasaan menyesal pun sepertinya tidak terlintas di pikirannya.
"Ini, ambil!" Derry kembali mengangkat kantung plastiknya, namun Gravie masih acuh.
"Nggak mau? Oke gue kasih--"
Belum sempat selesai bicara gadis itu langsung merebut kantung plastik tersebut dari tangan Derry. Cowok itu mendengus.
"Lah apaan, kok malah roti sih. Mana selai coklat gue?" Gravie protes setelah melihat beberapa bungkus roti di dalam sana.
"Roti rasa coklat, itu kan yang lo mau?"
"Gue mau makan roti pake selai coklat, bukannya roti coklat," jelasnya.
"Sama aja. Intinya roti sama coklat kan? Gitu aja ribet lo."
Gravie menghentakkan kaki sebal. Seumur hidup belum pernah ia merasa ingin makan saja sampai sesulit ini, baru kali ini.
"Yaudah makan, ntar nangis lagi."
Derry bangkit, beranjak memunggungi gadis itu untuk meraih paper bag yang sempat dicampakkan."Galak banget jadi cowok," dumal gadis itu kemudian membuka bungkus salah satu roti dan menggigit bagian atasnya.
Setelahnya angin berhembus kencang bersamaan dengan rintik-rintik hujan yang mulai turun. Sepasang remaja di pinggiran jalan itu serentak mendongak ke langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
DERRY : manusia tanpa cinta [END]
Novela JuvenilBest rank #1 of teenfiction [29 Oct 2022] [15+] Cerita ini mengandung banyak kata-kata kasar, harap bijak untuk tidak ditiru! ** Gimana rasanya jatuh cinta dengan brandalan jalanan berwajah rupawan? Berlarian di bawah langit malam, mengobrol di atap...