Bab 21

3.3K 150 0
                                    

Apakah kau percaya adanya keberuntungan?

🍃

Salon kecantikan bernuansa merah muda dipadu putih itu tampak tak begitu ramai seperti biasanya, para pegawai di sanapun cukup santai melayani satu per satu pengunjung. Mungkin karena sudah mulai sore.

Alhasil suara kelima gadis remaja langganan di sana terdengar memenuhi ruangan. Meski sedikit terganggu, pengunjung lain memilih tak terlalu ambil pusing.

Mereka hanya anak remaja.

"Gilaa! Jadi karena lo bilang pengen orang yang serius, tu cowok langsung mau bawa lo ke rumahnya gitu?" tanya Dera disela tawanya.

Sea mengedikkan bahu acuh.
"Nggak habis pikir gue, baru juga kenal seminggu."

"Makannya lo cari yang seumuran dong, beda dua, tiga tahun gitu lah. Jangan sama om om sayy." Vina menyahuti tak kalah geli.

"Sialan! Lagian lo juga kan yang waktu itu desak gue supaya mau-mau aja, lo sendiri yang bilang lumayan tuh udah kerja, lupa?"

Vina yang saat ini rambutnya tengah dikeringkan menggunakan hairdryer sontak terdiam. "Masa sih?"

"IYAA!" Sea, Dera dan Kezia menjawab kompak, membuat Vina seketika merapatkan bibirnya.

Gadis yang sedari tadi bungkam tak menghiraukan pembicaraan teman-temannya, terlihat masih fokus melihat-lihat buku berisikan contoh warna-warna rambut.

"Gue mau cat rambut ah," katanya kemudian.

"Apa? Mau diomelin Bu Seta lagi lo?" Dera menoleh.

Tak menanggapi. Gravie justru menatap dirinya sendiri di cermin, rambut panjangnya yang baru selesai dicuci memang sudah sangat bagus, namun ia ingin sesuatu yang berbeda.

"Ayo rambutnya jadi maunya diapain nih cantik?" tanya pegawai salon yang menangani Gravie.

Ia menatap sekali lagi buku di tangannya, kemudian kembali ke pantulan dirinya. "Setengah ke bawah dicat grey mbak."

Vina, Sea, Dera dan Kezia sontak terbelalak kompak, seriusan? Keempatnya masih tak habis pikir dengan kelakuan temannya itu. Namun tak perlu heran, bukan Gravie namanya kalau bisa dihentikan ketika sudah menginginkan sesuatu.

"Oke dehh.." Pegawai tersebut kemudian melenggang mengambil bahan-bahan yang ia butuhkan.

Gravie menoleh mengangkat sebelah alisnya. "Bu Seta nggak bakalan berani ngelakuin apapun, percaya sama gue."

"Bener sih.. paling cuma ditegur doang, iya nggak?" Kezia menanggapi santai. Ketiga temannya hanya menanggapi dengan tatapan malas.

Setelah menghabiskan waktu dan uang untuk berbelanja barang terbaru sebagaimana rutinitas mereka, kelimanya lantas sepakat untuk mampir ke salon langganan.

Gravie bilang ia sudah bosan dengan gaya rambutnya saat ini. Lagipula bagian tubuh yang sering disebut mahkota para wanita itu sudah lumayan lama tidak dibawa perawatan, dan teman-temannya pun berpikiran sama.

Di sini lah mereka sekarang.

"Btw Gra, si Zerina ternyata anak karate loh, kemaren gue liat dia ikut latihan sama anak-anak.." Dera yang bahunya tengah dipijat kembali membuja topik obrolan

Pantesan aja tonjokannya sakit banget. Gayanya doang ternyata lemah lembut itu anak

Vina menjentikkan jarinya.
"Ah, jadi karena itu cowok-cowok banyak yang daftar ekskul karate, parah sihh."

"Termasuk cowok lo ya, Vin?"

"Enak aja!"

Kezia tergelak.

DERRY : manusia tanpa cinta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang