40. UUP

72.4K 4.8K 358
                                    

Syera mengelus surai Farhan menggunakan sela-sela jarinya, menatap sang suami yang terbaring di pahanya. Tak ada gurat lelah sedikit pun darinya. Padahal, selama hampir lima jam Farhan mendekap serta menggiringnya di antara banyaknya pengunjung yang belomba-lomba untuk sampai di pemakaman Rasulullah. Masih membekas jelas bagaimana Farhan tak memberikan secelah pun tubuhnya disenggol oleh orang-orang yang berdesakan, sampai beberapa kali Farhan nekat menyonggol orang yang telah menghimpit badannya yang mendekap tubuh mungilnya hingga mendapat amukan.

Tinggal mengitung jam lagi keduanya akan meninggalkan negara minyak ini. Farhan telah memenuhi semua permintaan Syera untuk mengunjungi setiap tempat yang diinginkan wanitanya, termasuk mengunjungi makam Rasulullah. Syera ingat, bagaimana suaminya itu berdebat dengan temannya untuk membantu keduanya mengunjungi tempat peristirahatan Rasulullah tanpa kendala. Hingga Farhan hampir menyerah karena ketidakmungkinan itu, sebab sebuah kemustahilan jika mengunjungi makam tanpa kendala satupun. Bahkan, banyak dari ribuan orang yang berjam-jam lamanya tak sampai tahan berdesak-desakan melihat makam Rasulullah.

Bukan tak beruntung. Hanya saja Allah ingin mengabulkan permintaan sepasang suami istri itu tepat saat keduanya akan kembali ke tanah air. Teman Farhan memberi arah alternatif untuk menuju makam lebih cepat. Meski resikonya berdesak-desakan, Farhan ikhlas melindungi istrinya demi mengabulkan permintaan istrinya selagi ia belum bisa membawa istrinya berhaji bersama.

"Kamu mau menetap di sini, Yang?" tawar Farhan masih setia dengan mata terpejam.

Gerakan tangan Syera terhenti, membuat Farhan kembali berucap untuk terus mengelus surainya. "Usap terus, Yang," katanya.

Syera menurut, kembali mengelus surai Farhan. "Enggak. Nanti jauh dari keluarga, lagian Hizam kan juga ada di Indo," tolak Syera.

"Nggak apa-apa. Hizam biarin di Indo, kia berdua di sini," sela Farhan.

Pria itu mengaduh dan membuka matanya cepat kala mendapat sentilan di dahinya. Ditatapnya wajah sang istri yang lebih tinggi darinya dengan raut dibuat kesal.

"Kamu mau ninggalin anak kamu lagi kayak dulu?" tanya Syera menyelidik tanpa peduli dengan raut suaminya yang berpura-pura kesal.

Bukannya menjawab, Farhan justru memiringkan tubuhnya menghadap ke perut Syera dan melingkarkan kedua tangannya ke pinggang  ramping istrinya. Menghirup dalam-dalam aroma yang memabukkan indra penciumannya.

"Enggak, Mas udah kapok," ucap Farhan, "kamu kelihatan suka sama suasana di sini, makanya Mas nawarin kayak gitu," lanjutnya menjelaskan.

"Tapi Syera nggak suka kalau jauh dari anak sendiri," timpal Syera membalikkan perkataan suaminya.

Farhan bergerak cepat untuk duduk. Meraup tubuh istrinya ke dalam pelukan, menyalurkan rasa nyaman di antara keduanya. Tak ada alasan dalam diri Farhan untuk berhenti mengagumi istrinya sendiri. Tutur katanya yang lembut membuatnya selalu memberikan rida-nya. Apalagi Syera mampu bertingkah dewasa dibandingkan dengannya. Wanita itu selalu memiliki cara melenyapkan segala beban pikirannya tanpa sadar.

Syera adalah candu bagi Farhan.

Syera tersenyum. Membalas pelukan suaminya dan memberi elusan di punggung bidang suaminya. Sama halnya dengan Farhan, Syera juga memiliki rasa yang tak pernah ia bayangkan jika suaminya pergi meninggalkannya.

"Ada sesuatu keinginan kamu yang belum terpenuhi, Yang? Barangkali Mas bisa memenuhi," tanya Farhan.

Tangan lentik Syera berhenti dari aktivitasnya. Ia menatap wajah tampan suaminya dengan tatapan kosong meratapi keinginannya yang selalu ia tangisi ketika teringat. "Ada," balasnya singkat membuat Farhan beringsut duduk dan memegang lengan istrinya agar berhadapan dengannya.

Umi untuk PutrakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang