21. UUP

71.5K 5.8K 156
                                    

"Kok aku bisa jatuh cinta sama wanita kayak kamu sih, Yang?"

Pria itu membuyarkan konsentrasi wanita cantik yang lebih pendek di hadapannya. Ia terkekeh melihat sang istri yang tengah mencukur jenggot tipisnya dengan sangat perlahan dan penuh ketelitian. Persis seorang pemula. Padahal, setiap bulan ia telah melakukan hal itu pada dirinya. Namun, masih saja tak berubah, wanita itu selalu melakukannya dengan hati-hati.

Rumah telah sepi. Hizam serta Sasa telah menuju sekolah, sedang Aminah dan Lukman juga telah pergi ke pesantren. Tinggal lah mereka berdua, setelah sarapan tadi, Syera menyadari sesuatu yang mengganjal pada wajah sang suami. Cukup lama wanita itu berpikir, setelah mengetahui keganjalannya, langsung saja ia menarik tangan besar sang suami dengan susah payah ke kamar dan menuju depan wastafel kamar mandi.

Sudah terhitung 15 menit keduanya bertahan dengan posisi berhadapan, tangan Farhan dengan gagah melingkar di pinggang ramping sang istri. Memperhatikan setiap perilaku sang istri yang begitu menggemaskan. Beberapa kali ia terkekeh, kala mengeluarkan suara dan itu membuat Syera selalu mengomel sebab rahangnya bergerak.

Padahal, sebelum menikah dengan Syera, ia berhasil mencukur jenggot tipisnya hanya perlu waktu 5 menit saja. Sedangkan kali ini? 15 menit saja belum sepenuhnya bersih.

Untung saja Syera yang melakukan, jadi memberinya kesempatan untuk berlama-lama menatap wanitanya. Sama sekali tidak membosankan.

Farhan mengaduh, seolah merasa kesakitan kala Syera memukul dadanya. Sebenarnya tidak sakit, ia hanya berpura-pura saja. Tangannya semakin mengeratkan rangkulannya, menatap wajah sebal sang istri dengan gembira. Seolah Syera adalah satu-satunya manusia yang mampu membangun taman dengan beribu bunga di hatinya.

Tak berselang lama, wajah yang tadi sebal kini menjadi tampang menantang. Wajahnya mendongak, menatap mahakarya Allah yang lebih tinggi darinya. Tangan kanannya yang memegang alat pencukur jenggot kini turut menyentuh dada sang suami persis yang dilakukan tangan kirinya. "Kok aku bisa jatuh cinta sama duda tua kayak Mas, ya?" tanya balik, merubah air muka Farhan menjadi teramat masam.

Tanpa sadar, rangkulannya melonggar. Farhan mengembuskan napas, wanita dihadapannya seolah menyadarkan statusnya yang lebih pantas menjadi 'om' istrinya.

"Aku memang tua. Duda, dan tak tahu diri menikahi wanita muda seperti dirimu," ujar Farhan menatap cermin yang membelakangi tubuh istrinya.

Sungguh. Respon sang istri jauh dari yang ia bayangkan, jawaban Syera sedikit menyinggung perasaannya.

Syera kelabakan. Ia hanya becanda, tetapi respon sang suami bisa ia yakini akan tersinggungnya pria itu.

Becandamu berlebihan, Syera!" bentak Syera membatin untuk dirinya sendiri.

Tak mau memperburuk suasana, wanita itu menjinjit, melingkarkan kedua tangannya ke leher tegap sang suami, lalu meneliti setiap pahatan di wajah tampan suaminya. Dengan mengulas senyum tulus. "Tapi Syera cinta. Gimana dong, Mas?" katanya dengan manisnya.

Jika Farhan tidak berada di mode merajuk, pasti telah mengusak rambutnya. Syera menghela napas, kakinya tak lagi kuat untuk menjinjit seperti ini, tetapi sang suami tak kunjung membuka suara.

"Mas, Syera hanya becanda. Sungguh. Mas sih yang salah, nanya-nanya kayak gitu sama Syera," bela Syera.

Apapun masalahnya. Pria lah yang berhak disalahkan.

Pipi ranum wanita itu mengembung. Kakinya yang telah pegal, ia turunkan kembali, pun melepaskan rangkulan leher suaminya. Dengan masih alat pencukur jenggot, ia beralih memeluk tubuh gagah Farhan, mendusel dada bidang Farhan yang ditutupi kaos hitam. "Mas ...," rengek Syera, "jangan marah, maafin Syera," lanjutnya menggemaskan.

Umi untuk PutrakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang