11. UUP

67.6K 5.5K 59
                                    

Angin subuh membangunkan tumbuhan hijau, sejuknya seakan berucap 'selamat pagi' kepada manusia mukmin untuk menikmati segarnya udara yang belum bercampur dengan udara kotor dunia.

Rasa syukur atas nikmat-Nya seringkali nuncul kala pagi tiba, orang-orang mukmim berbondong-bondong memaksakan mata yang masih terasa berat untuk dibuka demi mendapat surga-Nya. Rasul bersabda, “Barang siapa yang mengerjakan shalat bardain (subuh dan ashar) maka dia akan masuk surga”.(HR Bukhari no 574 dan Muslim no 635)

Sesungguhnya Allah tak pernah menyusahkan umatnya sebagaimana orang-orang sering eluhkan. Allah telah mencakupi segala kebutuhan umatnya. Rejeki, bukan diukur dari segi berapa banyaknya materi yang dimiliki seseorang. Namun, segala sesuatu yang berasal dari Allah. Bahagia, kesehatan, dan segala sesuatu yang telah dihalalkan-Nya.

Seorang wanita bergamis abu-abu berdiri di balkon kamar. Memejamkan mata, membiarkan angin baru menyapu seluruh wajahnya.

Saat ini jarum jam masih menunjukkan pukul lima pagi, kebiasannya setelah subuh tak pernah hilang darinya, menyempatkan diri untuk menikmati suasana pagi, mengagungkan dalam hati atas kuasa-Nya yang entah mengapa tak pernah habis. Namun, masih saja membuat orang-orang seakan kurang dan lupa atas segala yang diberi-Nya.

Pagi pertama ditempat mertuanya. Tanpa sang suami yang sedang berhijrah seperti yang di lakukan Nabi Muhammad, pergi ke luar kota untuk menyebarkan kebaikan agama Islam.

Bibir Syera melengkung membentuk setengah lingkaran. Selepas tahajud tadi, wanita itu memutuskan untuk tak tidur. Memilih meluangkan waktunya untuk membaca buku yang belum sempat ia selesaikan. Bukan itu yang membuatnya tersenyum, tapi karena spam chat Farhan. Ia ingat betul, bagaimana cara Farhan mengirimkan pesan yang dipenuhi dengan kalimat 'aku berjanji akan segera pulang, kamu jangan marah', dan itu bukan sekali Farhan kirimkan, tapi beberapa kali. Padahal, Syera tak pernah mempersalahkan pukul berapa sang suami pulang, yang  bisa melihat Farhan dengan selamat sampai rumah.

Lamunannya teralihkan pada kemarin malam, dimana ia harus mendapat perkataan menyakitkan dari Hizam kala Syera menunggu putranya yang tak kunjung pulang. Untung saja, Hizam pulang bersama Lukman. Membuatnya sedikit terselamatkan.

Tak masalah bagi Syera, sebab jika semalam ia tak menunggu putranya pulang, Syera tak akan pernah tahu kegiatan rutin Hizam kala hari Ahad. Yaitu pergi ke Pesantren milik keluarga Ghazali.

Syera membuka matanya, beranjak keluar kamar dan memulai aktivitasnya. Dilihatnya Aminah yang tengah berkutat di dapur dari ujung tangga. Rasa bersalah muncul begitu saja, 'harusnya tadi langsung turun ke bawah', pikirnya.

"Assalamu'alaikum, Umi ...."

"Wa'alaikumsalam, Nak. Sini," kata Aminah dengan ramah.

Syera mengangguk dengan perasaan tak enak hati. "Maaf, Umi. Syera baru menghampiri umi,"sesal Syera.

"Nggak apa-apa, Nak. Umi juga baru di sini kok," sahut Aminah.

"Kamu bikin nasi goreng, ya. Hizam suka banget sarapan pakai nasi goreng, kalau suamimu biasanya sarapan apa aja mau, tapi suka banget kalo sarapan pakai nasi sama capcay," ujar Aminah, melengkungkan senyum manis Syera.

Syera mengangguk, lalu memungut bumbu-bumbu dapur dan berujar, "Umi, boleh ceritakan tentang Hizam?" pinta Syera.

Aminah mengangguk, dan mengelus pucuk khimar menantunya sesaat. "Hizam itu nggak suka sayur, dia punya penyakit maag. Putramu itu baik banget, tapi kalau marah kayak singa. Kalau lagi marah, pasti nggak mau makan," ujar Aminah dan terkekeh dikalimat terakhir, "dia itu kekurangan kasih sayang seorang ibu. Mungkin, itu salah satu yang membangun sifat kerasnya. Dulu, Laila hampir nggak punya waktu untuk membimbing Hizam. Alasannya karena dia harus ngisi pengajian, dan diam-diam kemoterapi," lanjutnya.

Umi untuk PutrakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang