39. UUP

63.8K 4.7K 393
                                    

"Assalamu'alaikum jagoan, Abi!" Farhan menubruk pelan istrinya dari samping lalu memeluk dan menaruh kepalanya pada pundak sang istri. Ponsel Syera yang diletakkan di meja dan bersandar di vas bunga itu memperlihatkan putranya yang terlihat menghentak-hentakkan tubuhnya di atas tempat tidur di seberang sana.

Syera hanya menggeleng heran melihat suami serta putranya yang memiliki cara sendiri untuk menyampaikan perasaan sayang mereka dengan terus bertengkar.

"Abi jangan peluk-peluk Umi! Nanti Umi rabies!" teriak Hizam meledakkan emosinya.

Tawa Syera menguap, sedang Farhan menatap putranya tajam. Sedetik kemudian, Farhan tersenyum saat mempunyai cara untuk membuat emosi putranya semakin bertambah. Ia melingkarkan kedua tangannya ke pinggang ramping sang istri dan menciumi pipi Syera dari samping. Benar saja, raut Hizam semakin kesal dari sebelumnya. 

"Kamu kira Abimu ini anjing?" tanya Farhan santai dengan tatapan melirik putranya dari layar ponsel istrinya.

"Abi sendiri yang bilang bukan Hizam!" balas Hizam membuat Farhan mendengus.

"Kalau gitu kamu juga anjing, dong," kata Farhan tak mau kalah.

"Mas ...," tegur Syera melirik suaminya.

Farhan membenarkan posisi duduknya menjadi tegap, menyiapkan diri untuk menimpali candaan sang putra dengan hati-hati, takut jika emosinya tak terkontrol dan berujung mengeluarkan perkataan yang menusuk hati putranya. Bagaimana pun, ia tak mau jika mengeluarkan suara keras atau bentakan seperti kala merespon tindakan Hizam kala melihat Syera pertama kali. Ia menatap putranya yang selau uring-uringan karena ditinggal tanpa diberi pamitan.

Sedangkan Syera tersenyum tipis mendengar perdebatan yang tak berujung itu. Karena terlalu lama mendengar perdebatan antara anak dan ayah itu, Syera menyandarkan kepalanya pada pundak suaminya yang membuat Farhan tersenyum tipis, tanpa berujar sepatah katapun Farhan melanjutkan perdebatannya.

"Udah ya, Abi, Umi! Di sini mau azan ashar. Hizam mau siap-siap buat jalan-jalan sama Kakung dan Uti," pamit Hizam dari seberang.

"Iya, hati-hati. Jangan jauh-jauh dari Kakung dan Uti," pesan Syera.

"Abi nggak mau ngasih wejangan Hizam?" tanya Hizam dan digelengi Farhan.

"Dijaga salatnya," sahut Farhan kala Hizam mendengus dan bersiap mengeluarkan suara.

Hizam tersenyum manis dan mengangguk. "Dadah, Umi, Abi. Hizam tutup dulu, ya. Assalamu'alaikum," katanya menutup pembicaraan.

"Wa'alaikumsalam," balas Syera dan Farhan serempak bersamaan dengan terputusnya sambungan video itu.

Farhan memutar tubuh Syera agar berhadapan dengannya, tersenyum manis dan menatap lekat wajah putih istrinya. "Sudah siap?" tanyanya dan diangguki Syera.

"Syera pakai gamis yang ada di lemari lagi?" tanya Syera pelan dan diangguki Farhan.

"Iya, Yang. Kenapa? Kamu nggak suka?" balas Farhan bertanya.

"Itu gamis Mbak Laila, Mas?" tanya Syera lagi dengan hati-hati.

Farhan tersenyum tipis dan menggeleng, mengecup dahi wanitanya sesaat dan berujar, "Bukan, Yang. Semua pakaian yang di lemari punya kita. Mas minta tolong sama saudara perempuan Mas di sini buat beli gamis dan naruh di lemari."

"Apa kamu lupa kalau suamimu ini keturunan dari Arab?" tanya Farhan ketika melihat raut bingung dari istrinya, yang diajak bicara pun hanya menyengir malu.

"Nanti kita ketemu mereka, kamu siap-siap gih."

Syera mengangguk, bergerak mengecup pipi suaminya cepat lalu berlari terbirit ke dalam kamar mandi menyisakan Farhan yang terdiam mematung sembari memegang pipi kirinya dengan tangan gemetar. Pria itu tersenyum, menundukkan kepala dan menyugar rambutnya merasa tersipu mendapat ciuman pertama yang dilakukan padanya.

Umi untuk PutrakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang