15. UUP

72K 5.7K 333
                                    

Seorang wanita yang menyandang sebagai istri sah Habib tampan itu sedari tadi berjalan keluar masuk dapur, sebab banyak tamu yang harus ditemuinya selagi sang suami belum kunjung pulang. Ia juga harus membantu orang yang telah disewakan bundanya untuk membantu memasak. Padahal, Aminah telah melarangnya dan meminta sang menantu agar menemani tamunya. Namun, tetap saja Syera tak mau melakukan hal itu.

Pukul enam pagi tadi, kediaman Ghazali telah dipenuhi teman-teman Farhan yang berkunjung untuk bersilaturahmi sembari melihat Hizam yang akan dikhitan. Sebagian memilih untuk pergi ke rumah sakit dan sebagian memilih untuk menunggu di rumah.

Di ruang tamu, ada Burhan yang menggantikan besannya menemani para tamu. Pria paruh baya itu bahkan memutuskan untuk mengambil cuti di hari ini demi mendatangi sang cucu yang akan dikhitan.

Air bening di dalam gelas mengalir membasahi tenggorakan seorang wanita yang merasa terengah itu. Badannya yang telah mengeluarkan keringat itu tak sedikit pun berbau. Sesekali ia mengeluarkan ponsel dari saku gamisnya dan mengecek apakah sang suami telah memberinya kabar tentang sang putra yang akan dikhitan.

Saat ini, jarum jam tertunjuk pada angka delapan pagi. Wanita itu memutuskan untuk berpamitan sejenak dan melaksakan salat dhuha. Di atas sajadah, wanita itu tak pernah melupakan menyebut nama sang putra dalam doa-doanya. Sebab, doa seorang ibu sambung sama derajatnya dengan doa ibu kandung.

Syera menyayangi Hizam. Sangat. Syera selalu meminta pada Allah agar dibukakan pintu sang putra untuk segera menerimanya. Syera sangat menginginkan masa itu, masa dimana ia bisa mendengar Hizam memanggilnya dengan sebutan 'umi', serta bisa merasakan bagaimana rasanya mendengarkan cerita sang putra layaknya dirinya dulu ketika bersama sang bunda. Syera ingin merasakan berada di posisi bundanya. Syera selalu berharap agar Allah mengabulkan doanya.

Syera melepas mukenanya lalu menaruhnya digantungan khusus perlengkapan salat. Belanjut memandingi wajahnya di depan cermin. Ia menghela napas kasar, enggan untuk turun ke bawah. Ia tak menyukai perasaannya sendiri, perasaan tak enak yang selalu memberinya kode akan terjadi sesuatu padanya sebentar lagi, tetapi enggan untuk memberi hal apa yang akan terjadi.

Manik matanya menatap pintu yang terdengar diketuk. Diam sejenak. Syera membenarkan khimarnya lalu membuka pintu itu yang menampilkan pekerja rumah tangga di sini. "Bu, temannya Den Hizam sudah datang," lapor Bi Yanti sopan.

Syera tersenyum manis. "Terima kasih, Bi. Syera akan turun ke bawah," balas Syera sopan dan diangguki Bi Yanti lalu pamit dari hadapan Syera.

Wanita itu tersenyum manis disepanjang tangga penghubung lantai pertama. Pupilnya terarahkan pada segerombol ibu-ibu 30 tahunan serta anak-anak seuisa putra sambungnya. Ditangga terakhir, Syera terdiam sejenak. Apa ia telah menjadi seorang ibu sungguhan? Diusianya yang baru 21 tahun?

"Maaf, saya telat menyambut," katanya sopan, mengalihkan orang-orang yang duduk lesehan di atas karpet yang telah digelar di ruang tamu dekat sofa. Sedangkan di sofa diduduki oleh para teman Farhan.

"Tidak apa-apa, Jeng," balas seorang wanita berhijab pasmina yang melilit di lehernya bagai tumbuhan benalu.

Syera tersenyum kikuk. Untuk pertama kalinya ia harus bergabung dengan ibu-ibu sebagai orang tua. Rasanya sangat aneh. Dan apakah ia harus dipanggil dengan sebutan 'Jeng'?

Syera menghampiri satu persatu ibu-ibu itu dan menjabat tangannya, tak mungkin ia mencium tangan mereka. Sebab, Syera bukan lah anak gadis lagi yang harus mencium tangan mereka. Ia adalah seorang ibu di sini, yang berarti ibu-ibu di hadapannya adalah temannya.

Umi untuk PutrakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang