49. UUP

108K 6.1K 1K
                                        

Kini, ada hal berbeda dari sebelumnya. Setiap pagi, usai Farhan pulang dari musala biasanya ia mendapati sang istri memasak di dapur. Tapi, sekarang ia selalu disambut dengan suara lantunan islami yang didendangkan oleh kartun muslim.

Senyum Farhan merekah, ia menambah laju langkahnya agar cepat sampai di kamar. Sampai di depan pintu, telinganya dengan jelas mendengar suara putrinya yang mencoba mengikuti setiap ucapan kartun muslim itu, dapat Farhan dengar pula suara sang istri membantu sang putri dalam setiap pengucapannya.

"Assalamu'alaikum," salam Farhan. Ia berjalan mendekati tempat tidur dan duduk di samping kiri putrinya yang tengah memegang IQ angel karakter gajah berwarna merah muda.

"Wa'alaikumsalam," jawab Syera. Wanita itu mencium punggung tangan suaminya yang terulur, kemudian tersenyum manis ketika mendapati kecupan di dahi seperti biasanya.

"MasyaAllah, putri Abi pagi-pagi udah belajar aja," puji Farhan mengusap kepala Aila yang belum ditumbuhi rambut lebat dengan lembut.

Aila tumbuh menjadi sosok yang teramat diperhatikan oleh kedua orang tuanya. Termasuk dalam perkataan dan tindakan-tindakan sederhana. Syera selalu membiasakan diri untuk mengatakan apapun dengan lembut pada sang putri. Syera yang tak pernah membiasakan sang putri memakasi pempes selalu mengajarkan sang putri untuk berkata ketika merasa ingin PUP, buang air kecil. Termasuk jika Aila merasa lapar, Syera selalu mengajarkan untuk mengatakan padanya.

Dari Syera, Farhan jadi paham bagaimana menjadi orang tua untuk buah hati yang baru lahir. Selama perkembangan Aila, Syera selalu menggunakan ponselnya atau milik Farhan untuk melatih pendengaran serta membantu Aila dalam berbicara. Namun, Syera tak membiarkan ponsel itu sampai digenggaman sang putri. Dengan meletakkan ponsel itu di tempat yang tak bisa dilihat sang putri, Syera selalu memberikan rangsangan telinga putrinya dengan hal-hal yang baik. Seperti hafalan huruf hijaiyah, alfabet, angka, surah-surah pendek, serta shalawat yang dilagukan oleh sebuah animasi.

Bukan hanya itu, sang istri pernah berkata untuk membiasakan diri menyebut 'umi' dan 'abi' pada diri mereka sendiri, serta memanggil siapa pun dengan embel-embel. Karena pada dasarnya, apa yang dikatakan orang tua adalah pengajaran yang akan ditiru anaknya pula. Dalam kata lain, Aila bisa saja memanggil uminya dengan panggilan 'sayang' jika Farhan selalu menggunakan sebutan itu pada Syera.

Tangan kanan Farhan merangkul pundak Syera yang duduk di sebelah kanan Aila, sedang tangan satunya ia gunakan untuk mengelus pipi sang putri. "Kayaknya ada yang udah sembuh demamnya. Nggak jadi ketemu abang nih ya, Mi?" kata Farhan menggoda sembari menatap iras polos istrinya.

Tiga hari ini, tubuh Aila panas tinggi. Balita itu sering menangis tak tenang sembari meracau memanggil abangnya. Dalam kata lain, Aila demam karena merindukan sang kakak. Dan kemarin malam, Farhan berkata pada putrinya itu bahwa pagi ini akan ke pesantren untuk bertemu dengan Hizam. Benar saja, belum sampai ke pesantren suhu tubuh balita itu tak lagi panas lagi.

"Lala mumuk. Nen aban." Balita itu mendongak, menatap abinya dengan memelas.

(Lala mumuk; sebutan orang jawa yang artinya deman. Kangen abang)

Tawa kecil keluar dari mulut Farhan. Dijawilnya hidung Aila dengan gemas tapi pelan. "Masa, sih? Kalau masih mumuk harusnya tiduran, dong," katanya.

"His adi ma umi."

(Habis mandi sama umi)

Merasa dirinya disebut, Syera yang kini berdiri di meja rias untuk menghentikan nyanyian para animasi di ponsel langsung menyembunyikan ponsel itu. Melempar senyum manis pada putrinya yang juga menatapnya.

Umi untuk PutrakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang