Saya terima nikah dan kawinnya Aisah Shezan Alfiyah Binti Damar Hakim dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!
Kedua pria beda usia itu berjabat tangan, saling memandang penuh makna. Teriakan 'sah' menggema memenuhi kediaman yang telah didekorasi sedemikian rupa. Dikelilingi para tamu undangan yang memakai pakaian didominasi warna putih.
Suara merdu ayar suci Al-Qur'an menggema merdu di telinga. Seusainya, seorang wanita berjalan anggun dengan pandangan menunduk berjalan mendekati mempelai pria dengan didampingi ibunya.
Pengantin itu duduk bersebelahan. Saling terdiam, bingung harus melakukan apa, yang berakhir penghulu membuka suara agar pengantin itu saling menandatangani dokumen yang ada di atas meja dilanjut dengan meminta pengantin wanita mencium tangan pengantin pria.
Keduanya tampak kaku ketika berdiri berdampingan. Persis orang asing yang baru saja bertemu.
Dari kejauhan, seorang wanita menatap keduanya dengan senyum simpul. Senyum tipis penuh makna. Terlihat, beberapa kali ia menunduk, terdiam di tempatnya dengan tenang merasa tak terganggu. Di sampingnya, seorang anak laki-laki masih setia memeluk sang malaikat tanpa mau bergerak sedikit pun. Bahkan, ia enggan menampilkan parasnya yang nyaman bersembunyi di lipatan perut sang bunda.
Anak laki-laki itu terlihat aneh. Perlakuannya berbanding terbalik kala pertama kali menatap wanita yang tengah didekapnya erat. Usapan lembut yang mendarat di surai hitamnya membuat kepalanya yang menggeleng mampu dirasakan oleh perut wanita itu. Semakin usakan itu melembut, kedua tangan yang telah sedikit kekar itu semakin melingkar kencang di pinggang malaikatnya.
Dari sana, kedua mempelai pengantin itu berjalan beriringan setelah menyalami beberapa tamu. Hingga keduanya menjauh. Pengantin wanita menatap lekat wanita di hadapannya. Mereka terdiam, dengan back sound suara tamu-tamu yang ada di belakang pengantin. Saling pandang penuh makna. Netra pengantin wanita yang pinggirnya telah digambar oleh celak hitam itu menampakkan sorot penyesalan dan dibalas seutas senyum oleh wanita itu.
"Barakallahu lakum wa baraka alaikum! Maaf nggak bisa datang." Suara Farhan dibalas senyuman manis oleh pria yang berkandidat sebagai salah satu teman termudanya.
"Syukran, Habib!" pekik pria di seberang dengan sumringah.
"Mbak Sye! Jangan diem bae," celetuk pria berpeci putih di seberang.
"Assalamualaikum," sapa Syera dengan suara lemahnya.
Farhan mendekati sang istri, memegang ponselnya yang dipenuhi oleh sahabat istrinya yang tepat hari ini melangsungkan pernikahan.
"Wa'alaikumsalam." Aisah membalas tak kalah lirih, ujung netranya bahkan telah timbul buliran bening.
Baru saja Syera hendak membuka mulut, Aisah terlebih dahulu berkata tanpa jeda.
"Maaf ya, Sye. Aku nggak bisa nunda acara hari ini ... padahal kamu baru saja keluar dari rumah sakit, hari ini juga harusnya aku nemenin kamu kontrol," sesal Aisah.
"Janji deh! Aku bakal ke sana nanti," lanjutnya dengan mengangkat tangannya ke udara membentuk simbol 'peace'. Namun, tak lama. Perempuan itu menunduk seketika kala mendapati pria yang baru saja resmi menjadi suaminya menatapnya, membuat Syera tersenyum simpul akan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Umi untuk Putraku
RomantizmPART LENGKAP Farhan Ghazali tidak menyangka akan jatuh cinta pada wanita yang baru menginjak usia 21 tahun di umurnya yang sudah berkepala tiga. Ia yang bertemu dengan wanita itu secara tak sengaja membuatnya tak bisa menampik bahwa ia memang jatuh...