14. UUP

65K 5.4K 75
                                    

Seorang anak laki-laki sesekali melirik wanita di seberang meja yang tengah menyiduk dan menuangkan nasi goreng ke piring abinya. Secarik senyum yang tak pernah luntur itu kadang membuat dirinya sendiri keheranan, terlebih lagi beberapa jam lalu mulutnya kembali melontarkan ucapan pedas terhadapnya. Apakah wanita itu benar manusia?

Hizam teramat sadar ketika berucap kasar pada wanita yang telah menjadi istri abinya itu. Bahkan, itu semua terlontar akan kemauannya sendiri. Pukul lima pagi tadi, mimpinya terganggu karena ketukan pintu kamarnya. Saat membuka pintu, wanita berkhimar hitam instan dengan wajah yang telah segar tersenyum tulus serta menyerahkan buku paket yang telah mati-matian ia cari semalam. Ketika istri abinya itu seolah paham akan mimik wajahnya, wanita itu berkata, "Kamu menyimpan bukumu ini di dekat taman, kan? Umi menemukannya kemarin lusa dalam keadaan basah karena air hujan. Jadi, Umi memutuskan untuk mengeringkannya dulu. Alhamdulillah, bukunya masih bisa dipakai kok." Tak ada nada benci dari caranya berbicara. Tak seperti ibu tiri pada umumnya di televisi saat berdua dengan anak sambungnya.

Ah iya. Hizam baru menyadari ketika menaruh buku paketnya di kursi taman kemarin lusa. Buku yang harus ia kembalikan ke perpustakaan sekolah. Sebab buku itu harus dikembalikan ke perpustakaan sekolah untuk dipinjamkan pada adik kelasnya kelak.

Ia tak pernah tahu, alasan abinya terlihat begitu bahagia ketika bersama wanita itu. Di lain sisi, ia membenci ketika Syera berdekatan dengan abinya. Sering kali, ia sengaja membuat Syera marah dan memakinya, berharap agar wanita itu membalasnya dengan cara tak kalah kasar. Namun, rencananya tak pernah berhasil. Bahkan, wanita itu tak pernah mengadu pada abinya perihal tingkah kasarnya. Padahal, bisa dipastikan banyak memar pada tubuhnya yang bisa dilihat dengan mata telanjang. Lalu, bagaimana cara wanita itu tak membuat abinya memarahinya? Atau memang abinya tidak tahu akan memar di wanita itu? Tapi, bagaimana bisa?

Dan, apa yang membuat Syera selalu memberinya perhatian tanpa sadar akan kelakuan kasarnya selama beberapa bulan ini?

Masih sama. Hizam selalu berpikir bahwa tujuan utama Syera menikahi abinya karena harta. Bukan kah itu hal yang lumrah? Mungkin saja Syera akan selalu bersikap baik sampai ia menerimanya, dan ketika ia telah berhasil mengambil hatinya, wanita itu akan akan mengambil alih semua harta benda abinya. Masuk akal sekali.

"Cie ... Hizam bentar lagi disunat," goda Sasa sembari melahap potongan buah apel yang disodorkan kakak iparnya.

Hizam menatap tantenya Sengit. Ah iya ... lusa adalah hari ketiganya libur kenaikan kelas, sedang hari ini ia akan pergi ke sekolah untuk mengembalikan buku paket, dan lusa dirinya akan dikhitan. Melepas masa anak-anaknya menuju remaja.

"Abi ...."

Farhan merespon panggilan putranya dengan deheman, sembari asik menguyah buah apel yang telah memenuhi mulutnya.

"Boleh ngundang temen-temen ke sini kan?" tanya Hizam.

Syera memilih diam. Ia tahu, sang putra akan berbicara ketika ia diam, sebab ia sadar Hizam tak terlalu menyukai kehadirannya di sisi Farhan. Tak hanya itu, netra tajam yang selalu ia dapati ketika menatapnya lah salah satu alasannya terkadang takut dengan putra sambungnya itu.

Farhan mengangguk. "Boleh, asal jangan nangis selepas khitan nanti," balas Farhan. Bukan tanpa alasan ia mengatakan itu, tapi suatu pemandangan yang umum baginya ketika melihat anak laki-laki menangis setelah dikhitan, dan sekarang sang putra akan berada diposisi seperti itu juga.

Umi untuk PutrakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang