06. UUP

73.3K 6.2K 116
                                    

Farhan menggandeng erat tangan mungil sang istri, menemui satu-persatu teman Farhan. Seharusnya, kedua pengantin itu telah berada di kamar mereka. Namun, teman Farhan seolah tak mengizinkannya untuk melakukan hal itu.

"Selamat menempuh hidup baru, wahai pengantin," seloroh Habib Maulana---teman Farhan.

Farhan menatap teman-temannya tajam. Bisa-bisanya mereka ingin menemuinya, padahal malam nanti masih akan diakan resepsi. Ingin rasanya, Farhan me-ruqyah temannya satu persatu. Kalau pun istrinya tak men-iyakan permintaan teman-temannya, bisa saja saat ini pengantin itu telah berduaan di kamar mereka.

"Aduh .... Dapat yang gadis nih," sambung Habib Azmi, sembari menepuk bahu kiri Farhan. Namun, langsung dihempas begitu saja oleh sang empu.

"Kalian rese banget, sumpah ...," gerundel Farhan. Tangannya semakin mengeratkan genggaman tangan sang istri, kala ia merasakan Syera merasa tak nyaman berada didekat teman-temannya.

"Ya maaf, kita nggak bisa dateng pas resepsi. Jadi kita minta ketemu sekarang," balas Habib Idris. Seolah tahu bahwa temannya menginginkan waktu berdua dengan sang istri. Apalagi, hal itu merupakan moment yang semua orang tunggu ketika telah resmi halal.

"Syera .... Pasti kamu bakal sering ditinggal ke luar kota sama suamimu," ujar Maulana. Berniat memancing istri temannya agar mengeluarkan suara, tetapi salah. Syera hanya terdiam dan setia menunduk.

Farhan tertawa dalam hati. Mengetahui hal yang menurutnya teramat konyol. "Pancing aja terus. Kukasih alamat rumah Yumna kalau kamu bisa bikin istriku mengeluarkan suara," ujar Farhan menantang.

Bola mata Habib Maulana membesar. Ia melupakan bahwa temannya yang satu itu selalu tahu yang ia rencanakan. Yumna? Ya Allah, itu santriwati di pesantren Farhan yang teramat Habib Maulana ingin nikahi.

Jangan berpikir teman Farhan berumur tua dan telah memiliki istri. Jawabannya adalah salah, diantara tiga teman karibnya, hanya Farhan yang telah menikah dan menduda. Yang lain? Berumur tiga tahun diatas Syera. Jadi? Hanya Farhan yang paling tua.

"Sye!" Teriakan itu semakin mendekat. Melengking nan keras. Wanita ber-khimar kuning kunyit senada dengan gamisnya itu berlari mendekati temannya tanpa peduli adanya teman Farhan.

Kepala Syera spontan mendongak mendegar suara itu. Memperlihatkan wajah cantiknya yang sedari tadi teman Farhan ingin melihatnya. Dan benar saja, ketiga teman Farhan menatap pahatan cantik istri temannya tak berkedip. Sempurna.

Syera kembali menunduk kala merasa sedang ditatap, melirik sang teman agar bersikap lebih sopan.

"Maaf," kata Aisah kikuk. Merutuki dirinya yak tak sadar bahwa di hadapannya berdiri tiga pria bergamis putih,"kesana, yuk," lanjutnya.

"Assalamu'alaikum," imbuhnya. Pantas saja, Aisah sedikit merasa aneh saat Syera tak melakukan gerakan apapun. Ia melupakan salam, dan itu bisa membuat Syera merajuk seperti beberapa minggu yang lalu.

"Wa'alaikumsalam," balas Syera, Farhan dan temannya serempak.

"Maaf, Sye. Aku lupa. Ayok ke sana, udah ditungguin anak-anak masjid," ujar Aisah lembut.

Syera terdiam. Memiringkan kepala ke kiri, menatap sang suami. Sedikit merasa tak enak, sebab ia tahu sang suami terlihat ingin segera berdua dengannya. Lewat mata, ia meminta izin kepada Farhan. Ia tak bisa pergi begitu saja tanpa izin sang suami.

Farhan tersenyum. Tangan kirinya menepuk pucuk kelapa Syera dengan sayang, lalu mengangguk dan berkata, "Pergi lah, jangan terlalu lelah," peringatnya.

"Em ... saya tinggal dulu nggak apa-apa, kan?" tanya Syera mengarahkan pada teman Farhan.

"Nggak apa-apa, Sye. Pergi lah,"  balas Habib Idris.

Syera mengangguk, bergerak menjauhkan tangannya dari genggaman sang suami lalu pergi bersama Aisah.

"Andai yang ketemu Syera aku duluan. Pasti aku yang udah jadi suaminya," gumam Habib Iqbal.

"Syera cantik luar biasa," imbuh Habib Maulana, menatap punggung istri Farhan.

Dada Farhan naik turun mendengar pujian untuk istrinya dari sang teman, mata elangnya menyalang bak silet. "Inget! Syera istri saya!" seru Farhan.

***

Syera keluar dari kamar mandi dalam keadaan yang segar, kebaya syar'i yang tadi ia pakai kini digantikan oleh gamis berwarna hijau army dengan khimar hijau muda.

"Sudah selesai?" tanya Farhan yang baru keluar dari ruang perpustakaan mini milik Syera.

Farhan terkekeh melihat keterkejutan sang istri. Ia berjalan mendekati Syera yang masih berdiri di depan pintu kamar mandi. Ditatapnya lekat sang istri yang tengah menunduk, seakan sedang mencari uang koin.

Dalam hati, Farhan merasa dirinya bagai pedofil yang menikahi gadis yang baru saja beranjak dewasa. Tapi tak apa, hatinya telah jatuh kepada wanita yang telah menyandang status menjadi istrinya. Kedua tangannya bergerak menyentuh bahu Syera, memandang setiap gerak-gerik sang istri yang tinggi badannya hanya sebatas bagian dada Farhan.

Tangan Farhan bergerak turun ke bawah, merangkul pinggang sang istri mesra. Dengan menahan tawa saat merasakan kegugupan dari Syera. "Barakallahu fi umrik, Humaira," ujar Farhan lembut. Sedang, tangan kirinya telah beralih mengusap pucuk kepala Syera.

Kepala Syera menengadah, menatap wajah sang suami yang lebih tinggi darinya. Sejenak ia berpikir, apa ini tanggal 10 Oktober? Bagaimana bisa pernikahannya tepat di hari kelahiran dirinya?

Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Syera. Tatapannya telah terkunci dengan netra Farhan yang meneduhkan. Senyum ikhlasnya bak bumbu yang mampu membuat Syera mengagumi sang suami. Syera terbuai.

"21 tahun, hem ...."

Syera mendengus pelan. Tangan kanannya bergerak menjauhkan tangan sang suami yang memainkan hidung mungilnya lalu berkata, "Jazakallah, Habib."

"Biasakan memanggilku dengan sebuatan 'Mas', dan jangan sesekali memanggilku dengan sebutan 'Habib'. Kamu istriku sekarang," tegur Farhan. Kembali menjawil hidung Syera dengan gemas.

"Sekarang, aku telah menjadi mahram-mu. Jadi, jangan menunduk atau irit berbicara kepadaku. Kalau tidak ... aku akan menerkammu," ancam Farhan.

Syera seakan menjadi energi baru bagi Farhan. Syera yang selalu merespon perkataannya dengan ekspresi yang berubah-ubah, membuat Farhan menahan kegemasannya pada sang istri.

Tangan kanannya menahan dagu Syera saat wanita itu akan menunduk.
Mengunci tatapan sang istri dengan netra teduhnya. Farhan merasakan hawa hangat kala menatap ukiran cantik sang istri. Tebakannya tak pernah salah, sebelum ia meresmikan Syera, ia pernah berpikir bahwa sang istri memiliki aura yang berbeda. Dan itu benar.

Dibelainya wajah anggun Syera. Mata, alis, bulu mata, hidung, bibir. Semua terlihat sempurna di mata Farhan. Tak ada satu bagian pun yang Farhan tak sukai. Karena, ia mencintai seluruh jiwa dan raga dalam diri Syera. Farhan bersumpah, akan menjaga istri kecil di hadapannya. Farhan akan memimpin Syera menuju Jannah-Nya. Farhan menjadikan membuat keluarga kecilnya bahagia dunia akhirat. InsyaAllah. Farhan akan membuat Syera merasa menjadi wanita yang beruntung karena telah memilikinya.

"Syera ...."

Tangan besar Farhan menyentuh ubun-ubun Syera, memejamkan mata dan mengecup pucuk kepala sang istri lama.

"Aku mencintaimu ... Illlahi ta'ala."

-Bersambung

Umi untuk PutrakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang