02. UUP

95.8K 7K 195
                                    

Tawa bahagia terdengar memabukkan di telinga. Ruang tamu keluarga Irawan kembali dipenuhi oleh keluarga sang calon menantu. Berbeda dengan kemarin. Hari ini keluarga Ghazali terlihat lebih lengkap. Meraka seakan ingin mengenalkan anggota keluarganya besarnya terhadap calon besan.

Hifza---atau kerap disapa dengan nama Sasa, terlihat begitu menyukai calon kakak iparnya; Syera. Bahkan, Sasa merasakan nyaman setiap kali bercerita banyak hal tentang Syera. Baginya, Syera adalah wanita yang humble dan mudah berteman, Syera juga wanita yang memiliki humor yang begitu rendah. Bisa diyakini, Farhan tak akan bisa menahan rasanya ingin mencubit pipi gembul Syera ketika wanita itu tertawa. Karena, setiap tawa kecil dari Syera keluar dari mulutnya, pipinya turut mengeluarkan semburat merah muda.

Tak hanya Sasa saja, Aminah, Inayah; kakak Farhan, serta Yuni; umi almarhum istri Farhan, merasakan hal yang sama ketika berbincang dengan Syera. Berbeda dengan Lukman, dan Faris; suami Inayah, keduanya asyik menyesap kopi biji salak yang baru mereka rasakan. Sembari menyaksikan para wanita shalihah berkhimar panjang yang duduk di sofa seberang.

Mereka semua menggunakan waktu untuk berbincang ringan sembari menunggu kedatangan Farhan yang masih berada di rumah sakit untuk menyambangi temannya dan juga Burhan yang masih dinas di Kantor Polda.

***

Bibir berbalut lipgloss itu tiba-tiba terdiam. Suara bariton mengucap salam lah alasannya. Pandangannya menunduk, mengingat betul surah yang pernah dibacanya.

"Hendak lah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan jangan lah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya." (QS An-Nur
: 31)

Mereka semua memutuskan untuk berdiri menyambut sang tamu yang baru datang.

Syera mendongak, matanya terpaku pada sosok anak laki-laki yang berdiri sejajar dengan sang calon suami. Sesaat, ia tak menyangka akan menjadi seorang ibu diusia 22 tahunnya. Ia memutuskan untuk menatap anak laki-laki berseragam merah putih itu, hanya sekilas. Menatap dengan kagum, anak itu bak fotokopi-an Farhan. Sempurna. Pahatan wajah Farhan seolah tengah disempurnakan dengan adanya sang putra.

Syera merasakan sedikit getaran kala memandang netra hitam pekat calon putranya. Tak ada yang tahu, Syera tengah jatuh cinta dengan calon anaknya; cinta layaknya seorang ibu terhadap sang anak.

Tak ada alasan untuk membenci calon putranya, sebab ia telah memutuskan untuk menerima pinangan sang Habib, mengharuskannya turut mencintai apa yang dimiliki sang calon suami. Jika ibu tiri selalu dipandang buruk, maka Syera akan membuktikan bahwa tak semua ibu tiri itu kejam layaknya drama di sinetron.

Hizam menyalimi semua orang di sana. Tatapannya terlihat bingung, seolah belum mengetahui bahwa ia akan memiliki bidadari pelengkap hidupnya.

Senyum Syera merekah, tangan kanannya terulur dengan senang hati kala Hizam; putra Farhan, mengulurkan tangannya. Belum sempat kedua tangan itu bersentuhan, suara Farhan membuat pupus hati Syera.

"Dia calon umimu," ujar Farhan tegas. Namun, terdengar lembut.

Anak itu menarik tangannya, terdiam membeku dengan tangan yang mengepal seoalah tak ikhlas. Kaki yang terbalut dengan sepatu hitam bertali itu mundur dua langkah. Mencerna perkataan abinya beberapa detik lalu.

"Umi Syera. Dia yang akan merawat serta Abi dan kamu," imbuh Farhan, menyadarkan sang putra yang tampak tak paham. Sedangkan semua orang memilih diam, merapalkan doa agar tak terjadi sesuatu setelah ini.

"Abi bercanda, kan?" tanya Hizam, menggelengkan kepala dengan ekspresi kehabisan kata-kata.

Ada perasaan aneh ketika Syera mendenger suara Hizam pertama kali.

Umi untuk PutrakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang