46. UUP

64.7K 5.5K 462
                                    

"ABI BAWA ISTRI BARU?!"

"ABI POLIGAMI, YA?!"

"Mending Abi ceraikan umi aja! Nanti biar Hizam yang menikahi umi! Dari pada umi dipoligimi!"

"Abi pergi saja sama istri muda Abi ini!" cecar Hizam tiada henti, "astagfirulah, Abi … Umi Syera itu masih muda, gadis umur berapa yang Abi jadikan istri kedua, hah!" lanjutnya.

Farhan mendorong dahi Hizam dengan tangan kanannya, reflek mengeluarkan suara mengaduh dari sang putra. Pria itu mendengus kesal mendengar suara keras putranya yang menarik perhatian para santri beserta keluarganya yang tengah bersua rindu. "Ngawur," katanya.

"Ini umimu, Hizam," terang Farhan tenang menahan geram.

Hizam menatap abinya penuh selidik, tak lupa mata yang begitu mirip dengan Farhan itu menyorot aura permusuhan. "Umiku bukan ini, Abi!" teriak Hizam. Tangannya mengepal kuat ketika melihat sang abi menggenggam tangan wanita berpakaian syar'i berwarna merah muda dan ungu di sebelahnya dengan erat.

Farhan menghela napas kasar. Ujung matanya melirik orang-orang di area belajar terbuka di pesantren yang terus menatap keluarga kecilnya. "Umimu ada berapa, Hizam!?" tanya Farhan keras nan datar.

Gelak tawa kecil terdengar dari orang-orang sekitar. Perdebatan keluarga pemilik pesantren itu seakan terlalu sia-sia jika tak ditonton, dan terlalu tak sopan jika ditertawakan seperti sekarang ini.

Area belajar terbuka yang tadinya digunakan untuk acara temu kangen berubah dengan adanya perdebatan keluarga orang terpenting di pesantren.

Beberapa pengurus pesantren juga turut tertarik melihat kejadian itu. Tak jarang dari mereka menepuk dahi melihat tingkah Hizam yang tak pernah berubah. Anak itu selalu menjadi biang rusuh dalam bidang apapun, suka membuat onar, meski begitu tetap saja membuatnya menjadi sosok yang banyak disukai, bukan karena ia anak dari seorang Habib, tapi karena sikap baiknya tersimpan terselubung.

Keluarga besar Farhan dan kedua orang tua Syera memilih diam dan menyaksikan perdebatan antara anak dan bapak itu, mereka sudah tahu jika Hizam akan merasa terkejut melihat perubahan Syera. Namun, eskpetasi yang mereka buat berbeda jauh dengan realita yang mereka lihat.

"Yang jelas umi Hizam bukan wanita di sebelah Abi!" tegas Hizam menatap Farhan penuh amarah, lalu menatap wanita di sebelah sang abi nyalang.

Mulut Farhan yang akan mengeluarkan suara kembali mengatup ketika wanita yang ia genggam tangannya terlebih dulu menyela. "Lalu siapa umimu, Nak?"

Mata Hizam membelalak, ia meneguk ludah membasahi kerongkongannya yang terasa kering. Sembari menggeleng ia menelusuri pemilik suara yang telah lama dirindukannya. "Umi …."

Bagaimana bisa dia melupakan uminya sendiri?!

Syera terkekeh di balik niqabnya. Sedikit menggelikan ekspresi Hizam untuk ia tatap. Ia terus mengelus perutnya yang seperti tak sabar ingin disentuh oleh sang kakak, memlih diam dan menunggu perkataan apa yang akan kembali dilontarkan oleh sang putra sambung tercinta.

"Ini bener Umi Syera!" pekik Hizam dengan gembira.

"Uminya Hizam?!"

"Istrinya Bapak Parhan?!"

Tanpa sadar, semua orang yang melihat itu kompak menganggukkan kepala mengiakan, diikuti tertawa geli melihat tingkah Hizam. Tak seperti anak seumurannya yang terlihat biasa ketika bertemu ibunya.

"Umi, Hizam kangen," tutur Hizam cengo. Ia bahkan tak sadar jika suaranya terdengar manja.

Tanpa ragu, Hizam memeluk tubuh mungil uminya yang terasa lebih berisi dari sebelumnya. Menelusupkan kepalanya pada ceruk leher Syera sembari menggesekkan hidung mancungnya. Spontan, angin segar menyapa rambut lebatnya yang bergelantung dan mengajaknya bergoyang.

Umi untuk PutrakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang