43. UUP

65.8K 5.3K 377
                                    

"Nggak bisa gitu dong, Bi! Abi nikah sama Umi buat Hizam juga! Abi sendiri tiap hari nempel terus sama Umi, giliran Hizam yang mau manja-manjaan sama Umi masa nggak boleh!"

Yang diberi protesan hanya diam tak menyahuti. Farhan menatap Hizam tanpa bersalah sembari menikmati wajah anaknya yang kesal.

Syera menggelengkan kepala mendengar pertengkaran putra dan suaminya yang selalu terjadi ketika keduanya bertemu. Dalam hati ia menggerutu akan Farhan yang hobi menjahili Hizam, di sisi lain merasa gemas saat melihat wajah putra sambungnya yang tengah kesal.

"Biarin. Umi kan istrinya Abi," elak Farhan mengeratkan pelukan, sedikit memberikan efek risih pada Syera tapi tak dipedulikan oleh wanita itu. 

Hizam mendengus. Pipinya mengembung sebal, maniknya tertuju pada pria yang kelihatan hilang gagahnya ketika bergelayut manja di pundak kiri seorang wanita cantik berpakaian syar'i dari belakang.

Suasana di kamar bernuansa putih milik Hizam yang dipenuhi beberapa ornamen berjejer di rak menempel di dinding hasil tatanan Syera kini menjadi ricuh mengganggu ketenangan Hizam yang memakan sarapannya. Tapi, semua berubah ketika pria bergamis putih datang dan merecoki putranya dengan Syera yang telaten menyuapi Hizam.

Farhan memang sengaja mengerecoki Hizam. Melihat Hizam bermanja dengan Syera, rasa jahil muncul begitu saja. Farhan suka  melihat wajah kesal Hizam tiap kali melarang anaknya untuk tidak berdekatan dengan Syera.

Tak pernah Hizam paham akan pikiran abinya itu. Dulu, Farhan meminta agar dirinya dekat dan menyayangi Syera, ketika telah benar-benar memiliki rasa sayang jutru Farhan menyuruhnya untuk tidak berdekatan dengan uminya.

Aneh!

Hizam selalu ingin memerangi abinya yang selalu merocoki kedekatannya dengan sang umi.

Hizam melempar beberapa kertas yang ia pegang ke atas tempat tidur saat mendengar suara mobil berhenti di halaman rumah. Merampas sendok serta piring yang dibawa sang umi lalu berlalu dengan perasaan dongkol.

"Kalau Umi nggak boleh nyuapain Hizam, biar Uti aja yang nyuapin Hizam!" tutur Hizam sembari melengos keluar kamar.

Usai tubuh Hizam hilang dari pandangan, Syera menatap suaminya seraya mendengus. "Suka banget ngusilin anak sendiri!" katanya dan dibalas kekehan oleh Farhan.

Farhan melempar senyuman. Menatap wajah Syera yang hanya berjarak beberapa senti saja. "Kalau Hizam udah di pesantren, bakal susah ngejahilin dia, Yang," terang Farhan mendadak merubah air muka Syera.

Benar. Beberapa jam lagi Hizam akan resmi menempuh ilmu di pesantren. Semua tugas akhir Hizam di sekolah telah usai, ijasah puh telah keluar. Hari ini, tepat tahun ajaran baru dimulai. Dimana saat ini juga Syera merasakan sebagian hatinya kehilangan sesuatu.

“Ayo samperin ayah sama bunda dulu,” ajak Farhan mengecup pipi kiri Syera bertubi-tubi.

“Sehat-sehat ya, Sayang.” Farhan mengeratkan pelukannya sebelum beranjak dan mulai menggiring Syera keluar kamar.

***

“Gimana anak Ayah?” Burhan menatap menantunya lekat.
Setelah Syera menemui ayah dan bundanya, wanita itu langsung izin membawa Hizam kembali ke kamar untuk menjelaskan letak barang-barang yang telah ditata di dalam koper berukuran sedang miliknya dan beberapa ransel kecil. Hizam maupun Farhan tidak tahu apa isinya. Hanya Syera dan Allah-lah yang mengetahuinya.

“Alhamdulillah baik, Yah. Farhan udah nggak pernah liat Syera nangis tengah malem lagi,” balas Farhan sopan menahan rasa gemuruh mengingat istrinya yang diam-diam menangis tengah malam selepas kematian putrinya. Farhan tak bisa membayangkan apa yang terjadi jika dirinya meninggalkan Syera seperti alharhumah Aida yang terlebih dulu pergi.

Umi untuk PutrakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang