10. UUP

72.9K 5.5K 134
                                    

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Keluarga besar Ghazali yang tengah menunggu kedatangan menantunya sontak berdiri dan menoleh menatap arah pintu.

"Mbak Rara!" teriak Sasa dengan semangat. Menjinjing sebagian gamisnya demi memudahkan untuk berlari, dan berhampur memeluk kakak iparnya.

Farhan yang paham kebrutalan sang adik, sedari tadi telah melingkarkan tangan kirinya di pinggang Syera, menghindari hal-hal yang tidak-tidak atas tingkah Sasa. Dan benar saja, tubuh Syera yang mungil hampir terjungkal menerima terjangan Sasa.

"Mbak, tinggal di sini kan?" tanya Sasa dengan posisi memeluk Syera sembari mendogak menatap wajah jelita kakak iparnya.

Syera mengangguk dibarengi seutas senyum tipis. Mengelus pucuk kepala Sasa yang tertutupi khimar lembut. Sekarang ia telah berada di kediaman sang mertua, menjadi anggota baru yang menyandang sebagai status istri dari putra Ghazali. Semoga, ia dapat menjadi sosok yang tak memalukan untuk keluarga suaminya.

"Selamat datang menantu umi," kata Aminah lembut, menarik putri bungsunya dan mengambil alih Syera ke dalam pelukannya.

"Umi seneng banget loh, kamu mau tinggal di sini. Umi kira kamu bakal di rumah bundamu," lanjut Aminah mengeluarkan uneg-uneg-nya pada sang menantu.

"Tidak, Umi. Syera akan mengikuti kemana pun Mas Farhan mengajak Syera," balas Syera dengan suara lembutnya.

"Selamat datang, Sye," ucap Inayah, menggeser badan Aminah untuk bisa memeluk adik iparnya.

"Terima kasih Mbak Ina."

"Selamat datang, Nak," ucap Lukman, membuat Syera mencium tangan abi mertuanya.

"Terima kasih, Abi."

"Iza kemana?" tanya Syera, mengedarkan pandangannya ke setiap sudut rumah yang bernuansa islami.

"Iza?" ulang Inayah.

Syera mengangguk, lalu tersenyum kikuk saat mengetahui kebingungan orang-orang. "Maksud Syera Hizam," jelasnya.

"Mbak Ina mah lemot. Hizam. H-iza-m," serobot Sasa mengeja nama keponakannya dengan tampang sok tau.

"Biasa, selepas sarapan pasti mendekam di kamar. Maklum hari minggu, bentar lagi pasti keluar," tandas Aminah.

Syera mengangguk paham. Suaminya telah sedikit cerita semalam, jika Farhan dan Hizam memutuskan tinggal di rumah Aminah setelah kematian Laila, dengan alasan, Farhan tak mau jika putranya sendirian di rumah. Dan, keinginannya yang ingin kembali ke rumahnya sendiri pupus, ia harus tinggal bersama orang tuanya lagi. Mengingat putranya belum bisa menerima Syera sepenuhnya, juga melindungi istrinya dari hal-hal yang mungkin bisa melukai istrinya atas tindakan Hizam.

"Kenapa kau di sini?!"

Suara itu terdengar menghakimi, orang-orang yang masih berdiri di depan pintu menoleh serempak ke arah tangga yang menampilkan seorang laki-laki yang memakai gamis beserta sarung lengkap dengan peci putih. Sedang tangan kanannya menenteng ransel hitam.

Itu bukan lah Hizam. Sebab, Hizam adalah laki-laki yang lemah lembut dan penurut, ia juga bukan tipe sosok yang berani bertetiak apalagi depan orang lain. Hizam seakan tengah dirasuki roh jahat.

Syera terpana melihat putra sambungnya. Hatinya terasa teduh seketika, bahkan ia tak mempedulikan suara Hizam yang terdengar tak suka.

Di lain hati, Hizam merasakan sesuatu yang tak ia sukai ketika menatap tangan sang abi melingkar mesra pinggang di sampingnya, yang berarti abi serta wanita di sebelahnya telah resmi menjadi mahram. Ia berjalan cepat dengan perasaan yang menggebu.

Umi untuk PutrakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang