26. UUP

69.2K 5.3K 105
                                    

Sinarnya masih enggan keluar dari peraduannya. Hawa dingin membuatnya malas menampakkan diri, memilih diam di singgahsananya sembari mendengar lantunan ayat suci al-quran selepas subuh yang terdengar bersahutan di setiap surau.

Waktu-waktu seperti inilah yang kadang semakin menumbuhkan rasa malas pada dalam diri manusia. Dingin yang memeluk tubuh menjelma menjadi tipu muslihat setan. Semakin dingin suasana akan membuat manusia bergulat dengan selimut tebal, barang siapa yang mampu mengalahkan rasa dinginnya hiruk pikuk subuh, ialah pemenang dari tipu daya setan.

Keheningan menyelimuti ruangan yang sinar lampunya mampu menyorot hingga keluar ruangan. Tak seperti biasa, suasana ini sedikit aneh dari biasanya. Adegan romantis yang selalu terlihat kala subuh usai kini tak  nampak sekalipun. Kedua pasangan suami yang tengah sibuk masing-masing itu saling diam tak bersuara.

Manik elang yang sedari tadi tak fokus itu kini membidik istrinya yang tengah duduk di atas tempat tidur yang memasukkan pakaiannya ke dalam paper bag. Ia merasakan ada sesuatu yang aneh dalam wanita itu.

Farhan beranjak berdiri dari kursi rias, mendekati wanita berperut buncit yang tengah mengandung anaknya. Setelah duduk di hadapan sang istri, dahinya berkerut. Biasanya ketika ia mendekati Syera, wanita itu langsung menyapa atau memeluknya, dan ini? Sama sekali tidak. Kehadirannya seakan tak terlihat oleh istrinya.

"Sayang ...." Dengan lembut kedua tangannya memegang sisi durja yang selalu ia kagumi. Diangkatnya perlahan menampakkan air muka yang membuatnya khawatir.

Netra Syera berembun, tatapannya redup seakan sulit merelakan sesuatu. "Sayang, kamu kenapa, hey?" tanya Farhan khawatir.

Pria itu semakin khawatir, buliran yang tak ia inginkan berhasil luruh meluncur membelah pipi ranum Syera. "Sayang ... ada apa?" tanya Farhan lagi dengan lembut, jemarinya mengusap pipi yang semakin hari semakin gembul itu.

Ditariknya pelan tubuh sang istri ke dekapannya. Membelai surai hitam pekat sang istri yang menutupi iras cantik sang istri. Berlanjut kembali membingkai paras Syera mendaratkan bibirnya kepada kelopak sang istri yang terpejam bergantian. "Kamu kenapa? Mau sesuatu?" tanya Farhan tak bosan.

"Syera ikut ya, Mas," kata Syera lirih. Menelusupkan kepalanya semakin dalam pada dada bidang sang suami.

Farhan mengernyitkan dahi. Kenapa tiba-tiba istrinya berkata seperti itu? "Kamu kenapa, hmm? .... Kemarin baik-baik aja, kamu udah ngizinin Mas. Kenapa sekarang kayak gini?"

"Mas kan mau ngisi pengajian, Sayang. Mas kerja ... bukan main, buat nafkahi kamu dan anak-anakku. Kamu di rumah aja, ya. Lagian kamu lagi hamil, Yang ...."

Pria itu mengangkat wajah sang istri lagi. Menyatukan dahinya pada kening sang istri, melirik netra Syera yang semakin deras air mata. Tak sengaja, ia tersadar akan sesuatu. Disentuhnya perut sang istri yang telah membesar. "Anak Abi mau nemenin Abi kerja, ya?" tanya Farhan membuat Syera semakin tersendu.

Syera meringis, janin di perutnya menendang begitu keras. "Masih mau ngelarang?!" tanya Syera sedikit sengit.

Farhan tertawa kecil mendengar suara parau yang sedikit berteriak itu. Bukan kemauan istrinya ternyata, tetapi anaknya. "Anaknya udah mulai aktif ya, Bund," canda Farhan tak lagi kuasa.

"Mas ...," rengek Syera memelas. Sungguh, hatinya benar-benar tak bisa jauh dari suaminya itu.

Farhan mengangguk mengiakan. Dahinya bergerak pelan menggesek kening istrinya.

Syera mengembangkan senyum, ketika ia kembali berujar, Farhan tak lagi kuasa menahan senyum.

***

Umi untuk PutrakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang