"Assalamu'alaikum, Sayang."
"Selamat pagi bidadari surganya Mas Farhan."
Wanita itu tersenyum tipis, ditatapnya sang suami yang baru saja keluar dari kamar mandi dan berjongkok di hadapannya yang terduduk di kursi roda yang terarah pada balkon. Kedua insan itu saling beradu tatap, sorot cinta dikeduanya terukir jelas. Ada kelegaan serta sisa kehilangan yang masih melekat. Pria ber-koko putih panjang serta bersarung itu menggenggam jemari sang istri yang terdaat luka kering yang sudah menghilang. "Wa'alaikumsalam, Mas."
Farhan menatap istrinya tenang. Ia bangga memiliki wanita seperti Syera, yang selalu tegar dan berusaha untuk baik-baik saja disetiap kondisinya. Farhan sangat tahu jika istrinya itu ingin jika dirinya berpoligami, hanya untuk memberinya kebahagiaan. Baginya, tak ada kebahagiaan selain kehadiran wanita shalihah di hadapannya ini. Farhan hanya mau dan ingin jika Syera lah yang menjadi bidadari hatinya. Farhan sudah ikhlas Lillahi ta'ala jika vonis Dokter memang benar adanya. Farhan tak akan menuntut Syera menjadi wanita seperti seorang istri kebanyakan yang dapat memberi kebahagian sang suami lewat kehadiran sang jabang bayi.
Kehadiran Syera telah banyak mengubah kehidupannya yang pernah dirasakan hampa. Kesabarannya demi meraih hati putranya hingga membuahkan hasil, mampu membuatnya sadar bahwa ia tak akan baik-baik saja tanpa istri mudanya itu. Tak pernah terbayangkan jika ia menuruti perkataan sang istri untuk menikah lagi demi mendapat seorang buah hati, hari-harinya pasti tak akan pernah melihat senyum cerah yang selalu tertoreh di bibir tipis istrinya itu. Merasakan bagaimana rasa sakit yang istrinya terima bertambah berkali-kali lipat. Membayangkan pun Farhan tak bisa.
"Maaf ya, hari ini Mas harus ninggalin kamu," kata Farhan tak enak hati. Mengecup jemari istrinya lembut seolah tak mau jauh dari Syera.
Syera tersenyum tipis, dalam hati meneguhkan dirinya agar berusaha tegar demi suaminya yang telah mau menerimanya dengan baik dalam keadaan banyak kekurangan. Jika ia datang dengan segudang kelemahan akhlak dan telah disempurkan suaminya selama ini, jika dalam pernikahannya ia tak bisa memberi keturunan pada sang suami, sejak Farhan menyatakan menolak berpoligami ia bersumpah akan berusaha menjadi istri serta umi yang baik untuk putra sambungnya dan tak akan melarang suaminya jika hatinya berpaling kelak. Syera ingin, ridho Allah menyertainya serta keluarganya. Meskipun sulit untuknya.
"Nggak apa-apa, Mas. Kan udah menjadi tugas kamu," jawab Syera lembut.
"Nanti habis dari pesantren, Mas langsung ke bandara. Kalau bisa pulang dulu pasti Mas mampir ke rumah sebelum ke bandara. Sayangnya nggak bisa, Mas berangkat sama temen-temen dari Bandung juga," jelas Farhan panjang.
Syera mengangguk mengerti tanpa berniat membalas perkataan suaminya, takut-takut jika ia berujar akan menimbulkan Farhan tak berniat berangkat mengisi ceramah di Gorontalo. Seperti janjinya yang baru ia buat, Syera tak akan menghalangi semua tindakan suaminya mulai sekarang. Lebih tetapnya, Syera tak mau menjadi beban bagi suaminya.
"Jambangnya dibersihkan dulu, Mas," pinta Syera dengan hati-hati, takut jika suaminya akan menolak.
Diamnya Farhan membuat Syera merutuki dirinya, dengan cepat ia kembali bersuara untuk mengalihkan pembicaraan. "Eemmm ... Mas butuh sesuatu? Biar Syera siapin," katanya menghilangkan perasaan gugup tak seperti biasanya.
"Tidak," tolak Farhan dan diangguki Syera lemah.
Kan lumpuh, mana mungkin bisa bantuin menyiapkan semua perlengkapannya, batin Syera terkekeh miris.
Wanita itu menunduk, memainkan jemarinya yang bertautan. Hatinya tengah beradu di dalam sana. Perasaannya terasa campur aduk. Di lain hati, Farhan merasakan keanehan dalam istrinya. Ia diam bukan karena menolak, tapi untuk memancing kecerewetan istrinya. Sejak menikah, Syera sangatlah memperhatikan kebersihan dirinya. Termasuk rutin menyukur jambang serta memotongkan kukunya, yang sampai sekarang membuat pria itu enggan melakukan itu semua dan berakhir sang istrilah yang melakukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Umi untuk Putraku
RomancePART LENGKAP Farhan Ghazali tidak menyangka akan jatuh cinta pada wanita yang baru menginjak usia 21 tahun di umurnya yang sudah berkepala tiga. Ia yang bertemu dengan wanita itu secara tak sengaja membuatnya tak bisa menampik bahwa ia memang jatuh...