Entah alasan apa, orang-orang menata banyak jenis tumbuhan termasuk bunga berbaris melingkar atau memanjang di tempat yang sudah disediakan. Kursi-kursi putih berjejer rapi dengan jarak 2 meter dari kursi lainnya, disamping kursi, besi sepanjang 3 meter menyangga lampu yang dikurung oleh kaca dengan hiasan ukiran di atasnya.
Taman. Orang-orang menyebutnya seperti itu. Biasanya terletak ditengah-tengah kota dikeramaian hiruk pikuknya lalu lintas. Sebagai tempat menghidup udara segar diantara pepohonan rindang.
Tempat itu hampir tak pernah sepi, apalagi ketika libur tiba. Orang-orang memboyong keluarganya ke tempat ini, membawa tikar serta makanan layaknya piknik.
Kaki jenjang berbalut celana kain panjang berwarna merah itu mengayun di udara. Kedua tangannya bertumpu di atas kursi pada sisi pahanya. Maniknya berjalan sendiri menatap orang-orang seusianya yang tengah bermain bersama teman-temannya. Raut mereka nampak begitu bahagia tanpa beban. Bisa dilihat, para orang tua duduk tak jauh di kursi dari anak-anak itu.
Senyumnya kadang merekah, kadang juga pudar resah. Maniknya yang kadang menyorot tajam, selalu akan berubah-ubah sesuai tingkat hatinya.
Dia Hizam.
Akhir-akhir ini, hatinya dibuat berbolak-balik, yang ia rasakan, sukar untuk diutarakan. Wanita yang hampir setahun lebih mengisi hari-harinya lah alasan utamanya. Kadang, ia merasa takut untuk mengatakan bahwa telah menyayanginya, kadang ia juga merasa senang mendapat perhatian kecil darinya. Kadang juga, ia merasa jika wanita itu hanya baik kepadanya sesaat saja.
Terbesit rasa salut dalam dirinya. Wanita itu bahkan tanpa mendapat laporan dari siapapun mampu mengatahui segala yang ia alami. Seoalah telah mengenalnya lama.
Membelikan banyak pakaian, menggantikan segala pakiannya yang tak lagi layak. Yang teramat ia butuhkan.
Menggantikan tas sekolah miliknya yang bagian tali kanannya telah putus, dan kadang selalu ia jahit sendiri.
Rajin memperingatkan untuk mencukur rambut dua minggu sekali. Bahkan, wanita itu membelikannya sabun cuci muka untuknya, hingga saat ini wajahnya semakin terlihat tampan seperti abinya.
Setiap malam ia selalu ditemani belajar hingga menyiapkan semua keperluan sekolah untuk esok.
Tak sekalipun ia melihat raut sedih dari wanita itu.
Kecuali hari itu.
Ketika ia menyiksanya hingga wanita itu kehilangan calon anaknya.
Awalnya ia senang, tetapi tak lama. Rasa aneh itu tiba-tiba menggerayapi hatinya.
Waktu Indonesia Barat telah mengarah pukul 13.00. Artinya ia telah sejam berlalu dari bel pulang sekolah yang akhirnya kakinya mengarah pada tempat ini.
Hari ini akan ada banyak orang di rumah yang disinggahinya. Sebagai alasan utamanya memilih pergi ke taman setelah pulang sekolah dari ada harus ke rumah.
Rencananya, ia akan pergi hari ini. Entah kemana, mungkin mendatangi peristirahatan almarhum uminya hingga hari ini benar-benar usai. Meski ia tak yakin akan berani berada di tempat yang dihuni oleh alumni manusia.
Ia berjanji pada dirinya sendiri hari ini. Ia tak akan muncul di hadapan orang-orang dan semakin memperkeruh nama baik abinya seperti insiden hilangnya adik yang entah ia inginkan atau tidak.
Semua itu telah ia susun. Bahkan, kemarin malam ia telah memasukkan pakaian biasa ke dalam tas sekolahnya dan beberapa roti serta air untuk dimakannya. Ia juga rela tak menggunakan uang jajannya di sekolah tadi.
Mentari bergulir ke arah barat tanpa disadari. Arloji yang sengaja ia bawa membuatnya harus segera bergegas mengganti pakaian sekolahnya di toilet yang disediakan taman yang untungnya gratis.
![](https://img.wattpad.com/cover/212386075-288-k112758.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Umi untuk Putraku
RomancePART LENGKAP Farhan Ghazali tidak menyangka akan jatuh cinta pada wanita yang baru menginjak usia 21 tahun di umurnya yang sudah berkepala tiga. Ia yang bertemu dengan wanita itu secara tak sengaja membuatnya tak bisa menampik bahwa ia memang jatuh...