Chapter 41

473 60 25
                                    

Trust me, he's crazy!

•••

Genggaman tangan Chanyeol semakin erat saat ia sadar jika sebentar lagi dia harus merelakan gadis itu kembali ke pangkuan ibunya. Chanyeol meringis pelan, kenapa jatuh cinta bisa merubahnya menjadi pria yang egois?

Chanyeol, kau egois sekali.

Tap!

"Aku mengantarkanmu sampai disini saja ya. Tidak apa-apakan?"

Mereka sudah hampir sampai ke titik yang dituju. Kurang lebih 100 meter dari tempat tinggal Wendy saat ini. Chanyeol tidak mau ada yang curiga dengan mereka. Bahkan, ia rela pagi-pagi bangun untuk mengantarkan Wendy selamat sampai ke rumah melewati jalan tikus yang sepi dan juga penuh dengan rintangan.

Contohnya saja, seorang pria pemabuk yang tiba-tiba muncul darimana, pagi-pagi buta, tidak ada angin tidak ada hujan memaki-maki mereka. Orang gila itu menunjuk-nunjuk wajah Wendy dengan tatapan jijik. Bahkan, mulut kotor pria itu menyumpahi Wendy dengan sebutan yang tak pantas.

"Dasar jalang kurang ajar. Setelah kau puas menghabiskan ... Hik ... Hartaku kau lari ... Hik ... Begitu saja! Jalang sialan!"

Untung saja, Chanyeol dapat mengontrol emosinya dengan baik dan lebih memilih berlalu meninggalkan orang gila itu.

Jika tidak ...

Demi Tuhan, kalau Charis sudah mengamuk pasti masalah kecil itu bisa menjadi runyam.

Dia dan Chandra harus bersusah payah menenangkan Charis yang sudah gatal ingin menusuk mata pria itu dan merobek habis mulutnya dengan pecahan beling botol soju yang dia bawa karena sudah lancang menghina gadisnya.

Ah, sudahlah masalah itu sudah ia anggap sebagai angin lalu.

'Cecenguk sialan, tunggu saja pembalasanku nanti. Akan aku jadikan kau makanan anjing!'

Chanyeol menghela nafas berat. Rupanya, dendam Charis masih belum terpadamkan. Dia bahkan tengah mengetakkan seluruh sendi jarinya dengan kilatan mata penuh dengan gelora kebencian.

Gadis itu menjawab pertanyaan kekasihnya dengan anggukan manis seraya berseru, "Tidak apa-apa kok. Terimakasih sudah mau mengantarkanku pulang, Oppa."

Chanyeol tersenyum lebar, memperlihatkan gigi-gigi putihnya, ia melonggarkan pegangan tangannya lalu menarik lembut tengkuk leher Wendy. Mengulum bibir mungil itu dengan gemas. Serangan yang tiba-tiba itu sontak membuat gadis itu kaku. Lalu menutup matanya dan menikmati invasi Chanyeol di bibirnya.

"Oppahh ... Hmm ... Su-sudah ..." Wendy menepuk dada Chanyeol.

"Maaf." Chanyeol membersihkan sisa-sisa salivanya di bibir Wendy dengan kedua ibu jarinya. Ia mempoutkan bibirnya. Tampak tidak ikhlas karena Wendy memutuskan ciumannya.

Astaga, bagaimana pria ini bisa bertingkah menggemaskan seperti ini?

Pipinya memerah, ia tersenyum tipis dan menganguk singkat. Mengisyaratkan pada Chanyeol kalau ia baik-baik saja. Walaupun itu tidak sepenuhnya benar. Memang dia sudah minum obat anti nyeri namun rasa nyeri akibat percintaan mereka tadi malam masih sangat terasa. Wendy berusaha untuk tetap berdiri tegak walau bagian intimnya terasa agak nyeri.

"Apa itumu masih sakit?" pandangan Chanyeol turun sejengkal di bagian bawah perut gadis itu.

"Sedikit." jawab Wendy sekenanya, dia tidak mau membuat Chanyeol khawatir. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Ponselnya? Ah, dimana ponselnya?

"Ah, Oppa. Apa kau tahu dimana ponselku?"

"Ponsel? Ahahaha! Benda apa itu? Aku tidak tahu." Chanyeol tertawa kikuk. Kedua mata Wendy langsung menyempitkan kedua matanya melihat gelagat aneh Chanyeol. Wendy menghempaskan nafasnya, kedua pipinya menggembung.

Three Faces ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang