Chapter 3

636 100 7
                                    

Trust me, he's crazy!

•••

"Hai, senang berkenalan denganmu. Namaku Park Chanyeol."

Wendy senang bukan main saat keberadaan kini mulai dianggap, diterima dengan baik olehnya. Tembok keras yang menghalangi keduanya telah runtuh. Dia salah. Ternyata, Chanyeol tak sedingin dan sekasar yang ia duga kemarin.

"Aku ..." Wendy tersenyum tipis, menyambut jabatan tangan Chanyeol, "Aku Son Wendy. Senang bisa berkenalan denganmu juga, Park Chanyeol."

Merekapun melepas tautan tangan mereka.

"Aku dengar, kau diberi tugas untuk menjadi guru lesku ya?"

"Iya, itu benar, Chanyeol. But, instead to be your teacher. I want to be your friend too."

Hati pria itu sedikit tersentuh saat mendengar kata-kata indah nan manis itu meluncur dari bibir Wendy. Harus Chanyeol akui, Wendy cukup lihai untuk mengambil hati lawan bicaranya. Tapi, ingat, hanya sedikit, "Benarkah? Aku senang mendengarnya."

Chanyeol memperhatikan lamat-lamat lekuk wajah gadis di hadapannya kini. Belum lagi gaya pakaiannya yang terkesan biasa saja—seperti anak remaja pada umumnya—dan make up tipisnya. Untuk ukuran seorang guru les, fisik Wendy bisa dibilang tak tampak seperti guru muda yang kebanyakan berusia 20 tahun ke atas.

"Ngomong-ngomong, untuk ukuran seorang guru, kau terlihat sangat ... Ah, sudah, lupakan omonganku tadi." Chanyeol terkekeh, "Jadi, sekarang ... Apa aku harus memanggilmu dengan sebutan Noona atau Ahjumma, hm?" goda Chanyeol.

'Apa? Ahjumma!? Yang benar saja!? Apa aku terlihat setua itu!?'

"Ti-tidak perlu, Chanyeol." Wendy terkesiap, ia sontak menggeleng, tak setuju dengan usulan Chanyeol, "Umurku sekarang baru 17 tahun. Ma-malah aku yang sebenarnya harus memanggilmu dengan sebutan Oppa karena kau lebih tua setahun dariku."

Wendy tentu saja tak terima jika ia dipanggil Noona atau lebih parahnya Ahjumma oleh Chanyeol. Selain karena usianya lebih muda. Sebagai seorang gadis, sebutan itu juga membuat ia terlihat lebih tua daripada yang seharusnya.

Dan darimana Wendy tahu usia Chanyeol? Tentu saja dari Ibu Joan. Ibu Joan memberikan data pribadi Chanyeol dari nama lengkap, tanggal lahir serta apa saja hobi yang disukai oleh namja itu sebagai persiapan awal dalam mendekati putranya.

"Mwo? Oppa? Jadi, kau-" kedua mata Chanyeol melebar. Sekali lagi, ia memperhatikan fisik Wendy, dari ujung kaki sampai ujung rambut.

Tak lama ia terbengong, sibuk dengan perdebatan sengit di dalam otaknya, tak percaya jika guru lesnya ini memiliki usia yang jauh lebih muda darinya.

"Wah, amazing." Chanyeol terkesima. Dan jangan tanya bagaimana perasaan Wendy setelah mendengar ucapan Chanyeol.

•••

"Aku menyerah."

"Huh, membosankan."

"Udahan ya belajarnya? Aku capek nih. Huhuhu~"

Wendy memutar bola matanya, jengah. Terhitung sudah lebih dari 20 kali pria disampingnya ini mengeluh bosan dalam proses belajar-mengajar yang tengah mereka jalani. Baru 1 jam saja sudah tepar. Apalagi kalau Chanyeol berada di sekolah konvensional yang jam belajarnya bisa lebih dari 10 jam dalam sehari? Itu belum termasuk kegiatan ekstrakulikuler dan les yang diadakan rutin 6 bulan sebelum ujian akhir. Mungkin pria itu bisa-bisa pingsan akibat kelelahan.

"Oppa, jangan banyak mengeluh. Ini bahkan baru 1 jam." Wendy mengingatkan.

"Tapi, aku beneran bosan, Bu Guru. Apa kau mau tanggung jawab kalau mataku yang indah mempesona ini kena belekan karena rumus-rumus menyebalkan ini?" ucap Chanyeol dengan nada lemah seperti orang gelandangan yang tidak makan selama 2 hari.

Three Faces ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang