Chapter 10

450 68 9
                                    

Trust me, he's crazy!

•••

"Nyonya Joan, saya tak bermaksud untuk membuat Anda khawatir. Tapi, ada hal penting yang harus saya sampaikan."

Kening wanita itu mengkerut sempurna saat mendengar tutur psikiater pribadinya yang kental akan rasa khawatir, ia menutup lembar magazine yang baru saja ia baca beberapa saat yang lalu, meletakkannya di atas meja kaca tepat di depannya dan mengalihkan atensinya pada lawan bicaranya saat ini.

"Ada apa? Apa ada masalah, Nona Hyujin?"

Tanpa Nyonya Joan sadari. Dia—Kang Hyujin—psikiater cantik yang sudah mengabdi pada keluarga Park selama 2 tahun terakhir ini tampak sedikit kikuk. Masih ragu untuk mengutarakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Ini ..." jeda sejenak, "Ini menyangkut tentang kondisi anak Anda, Park Chanyeol."

Rahang wanita itu mengerat, begitu juga dengan kedua tangannya yang berada di sisi tubuhnya, "Katakan, apa yang terjadi dengan anakku?"

"Kondisi psikologisnya semakin lama semakin buruk." Hyujin menghela nafas berat, "Saya pikir, terapi yang selama ini saya terapkan pada Chanyeol telah membuahkan hasil. Atau paling tidak, dapat menekan apa yang selama ini membelenggu psikis Chanyeol. Tapi, akhir-akhir ini saya mulai menyadari jika kesadaran anak Anda perlahan mulai diambil alih oleh mereka, Charis dan juga Chandra."

"Dan dari yang saya amati, entah apa alasannya, mereka berdua tampaknya memiliki dendam pribadi dengan Nyonya." tambah Hyujin.

Joan menyelipkan jari-jarinya, menundukkan pandangannya pada lantai selama beberapa detik lalu mengenadah, menatap teguh wajah wanita bermarga Kang itu, "Apa tidak ada cara lain untuk menyembuhkannya? Tenang saja, berapapun biayanya akan aku berikan. Asalkan itu bisa menyembuhkan anakku."

"Maafkan saya, Nyonya." Hyujin menggeleng lemah, "Saya sudah mencoba semaksimal mungkin. Tapi, saya tak bisa menjamin kesembuhan anak Anda. Walau dengan metode sebaik apapun. Jika, Chanyeol tidak memiliki niat untuk sembuh dan melawan kehendak alam bawah sadarnya. Semuanya akan berakhir sia-sia."

•••

Wanita berkepala 4 itu menghela nafas berat, menatap nanar punggung tegap putra semata wayangnya yang berjarak beberapa meter, tepat di depannya. Was-was dengan ucapan psikiater pribadinya tadi siang. Yang melaporkan kondisi kejiwaan Chanyeol semakin hari semakin terpuruk.

Chanyeol tak mau lagi terbuka pada siapapun tentang kondisinya. Bahkan, kepada orang yang paling dekat dengannya, Bibi Alice. Chanyeol selalu menutupi kondisinya dengan senyum palsu dan berkata kalau tak ada yang perlu dipikirkan.

Membuat Joan kembali merasakan pil pahitnya kehidupan. Selama 5 tahun, terjebak dalam rasa bersalah yang tak berkesudahan.

Kebetulan, hari ini semua maid yang bertugas diberi waktu untuk berlibur. Kurang lebih selama 2 hari. Supir pribadinya—Hansu—dan juga Joo Man juga ia liburkan. Jadi, di mansion luas ini kini terasa lebih renggang, hanya tersisa ia dan juga anak semata wayangnya. Waktu yang tepat untuk berbicara dari hati ke hati tanpa perlu merasa terganggu dengan kehadiran orang lain di dalam rumahnya.

"Chanyeol, bisakah kita bicara sebentar."

Tap!

Dia, Chanyeol memutar kepalanya, menatap sekilas presentasi sang ibu tanpa berniat sedikitpun merubah posisi tubuhnya, "Ada apa, Ibu?"

"Mau sampai kapan, Nak?"

"..."

"Mau sampai kapan kamu terus bersikap seperti ini pada Ibu?" Ibu Joan menggigit bibir bawahnya, menahan rasa ngilu yang setiap detik menyerang dadanya. Raga Chanyeol ada di depan sana. Tetapi jiwa sang anak yang ia lahirkan dengan susah payah, tak dapat ia rasakan.

"Ibu sayang padamu. Sampai kapanpun, Ibu tetap menyayangimu, Nak. "

"Sayang?" Chanyeol berbalik, "Ibu menyayangiku, benarkah?"

"Ya, itu benar." air mata telah menggenang, wanita itu, dia menangis, ia mengikis jarak di antara mereka berdua, hingga jarak di antara mereka tersisa setengah meter, "Dan apapun yang akan terjadi, Ibu tetap menyayangimu. Jadi, Ibu mohon. Lawanlah mereka dan kuatkanlah dirimu, Chanyeol. Demi ibu. Demi keluarga kita."

Bukan pelukan atau senyuman manis yang Ibu Joan harapkan. Yang ia dapatkan adalah tatapan mengejek serta tawa iblis yang menggelegar. Dan Joan sadar, kalau orang yang ada di hadapannya saat ini bukanlah Chanyeol.

"Wah, manis sekali. You know what? That's almost make me wanna cry." pria berkulit putih itu menarik salah satu sudut bibirnya, "Tapi, sayang. Chanyeol saat ini tak mau mendengarkan semua omong kosongmu itu, Ibu."

Ibu Joan bungkam. Jadi, ternyata benar. Orang yang sedang berbicara dengannya saat ini bukanlah Chanyeol. Apa dia ...

"Chandra, kaukah itu?" dia diam.

Wanita itu menelan ludahnya, tenggorokannya tiba-tiba terasa kering, jika bukan si pendiam itu, bisa jadi pria yang ada di hadapannya ini adalah dia. Dia yang paling berbahaya di antara mereka.

"Charis?"

"Tebakan yang bagus, Nyonya Joan."

Tubuh wanita itu tersentak. Satu langkah mundur sontak ia ambil. Menghadapi kepribadian Chanyeol yang satu ini bukanlah perkara mudah.

"Bisakah kalian berdua pergi dari tubuh anakku? Tolong kembalikan Chanyeol padaku. Aku mohon."

Charis melipat kedua tangannya di depan dada, memiringkan kepalanya lalu menggeleng santai, "Apa dengan berkata manis seperti itu. Kau dapat dengan mudah mengusirku, Nyonya Joan?"

"Pasti jalang murahan itu sudah memberitahumu semuanya ya?" Charis, dia tertawa renyah, "Hm~ She's so annoying. Maybe later, i'll cut her filthly mouth for that."

"Jaga mulutmu, Charis!" gertak Ibu Joan, wajahnya merah padam menahan amarah. Joan membatin dalam hati, kepribadian anaknya yang satu ini benar-benar tak tahu apa yang namanya tata krama dalam berbicara.

"Don't act like an innocent people to me, Madam!" cecar Charis tak kalah pedas, "Lagipula, bukankah ini sudah impas? Oh, bahkan atau bisa dibilang, ini belum seberapa, Ibuku tersayang." nada Chanyeol—ah, bukan—Charis memang terdengar datar. Tapi, percayalah, jika kalian mendengarkannya, kalian akan merasakan atmosfer yang berbeda.

"Kalau kau ingin aku pergi dari tubuh anakmu. Pergi dan cobalah meminta maaf ke kuburan suamimu!"

Ibu Joan tersentak kaget, "Kau!"

'Charis, hentikan! Jangan kau sakiti dia!'

"Ugh, shit!"

Charis menggeram. Hampir saja ia menarik sebuah benda tajam yang ia sembunyikan di balik kantung celananya. Tangannya tiba-tiba terasa gatal ingin mengoyak habis bibir wanita itu dengan sebilah pisau panas. Namun, aktivitasnya terpaksa ia tunda. Charis berbalik dan meninggalkan ibunya begitu saja. Lagi-lagi, Charis harus menahan hasratnya saat mendengar pekikan pria lemah nan menyedihkan itu—siapa lagi kalau bukan Park Chanyeol—yang terus saja menggema di dalam sana.

"Awas saja kau." desis Charis yang masih jelas terdengar oleh Ibu Joan. Sebelum ia pergi meninggalkan wanita itu dengan keadaan setengah kacau.

Ibu Joan, wanita itu menggigit bibirnya, berusaha menahan isakan yang mungkin sebentar lagi akan segera pecah. Kedua matanya terus mengamati punggung tegap anaknya sebelum punggung itu menghilang di balik tangga.

Tubuh wanita itu luruh di atas lantai. Menutup wajahnya yang sudah kacau oleh air mata dengan kedua telapak tangannya. Mengeluarkan seluruh perasaannya dengan tangisan dan rasa penyesalan yang tak berkesudahan.

"Hiks ... Hiks ... Dia tahu. Dia sudah tahu." lirihnya dalam tangisan, "Hiks ... Hiks ... Maafkan Ibu, Chanyeol. Ibu mohon. Maafkan Ibu."

.
.
.
.
.

To Be Continues

Three Faces ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang