Chapter 26

447 56 14
                                    

Trust me, he's crazy!

•••

Bibi Alice meletakkan kotak makanan yang dia bawa di atas meja makan. Membukanya satu persatu. Wendy juga ikut membantunya dengan membawa beberapa buah piring kaca dan peralatan makan seperti sendok dan garpu.

"Nak Wendy, Chanyeol dimana ya?"

Wendy mengenadah, berpikir sejenak, "Tadi dia bilang mau mandi sebentar, Bibi."

"Bisa tolong panggilkan Tuan Muda untuk datang kemari, Nak?"

"Bisa kok, Bibi. Tunggu sebentar ya." Wendy menyanggupi permintaan Bibi Alice. Dia kemudian melenggang pergi, menapaki anak tangga yang ada di sudut dapur dan mendatangi kamar Chanyeol yang ada di lantai atas. Apartemen Chanyeol memang tidak sebesar dan seluas mansion nya dulu. Tetapi, disini juga tak kalah nyaman. Wendy malah lebih leluasa disini dibandingkan di mansion Chanyeol yang dulu.

Tok! Tok! Tok!

Wendy mengetuk pintu kamar Chanyeol, "Oppa, apa kau didalam? Makanannya sudah siap! Ayo, makan sama-sama!"

"Tunggu sebentar." sahut seseorang dari dalam.

Kriet!

Pintu terbuka hanya beberapa belas sentimeter. Menyisakan celah bagi kepala pria bermarga Park itu menyembul dari balik pintu. Wajah dan rambutnya tampak masih basah. Kelihatan sekali kalau dia baru selesai mandi.

"Oppa, apa kau sudah selesai? Bibi Alice sudah menunggu di meja makan." tutur Wendy.

"Sayang, uhm ..."

Kening Wendy mengkerut, "Ada apa?"

"Anu ... Bisa kau membantuku sebentar di dalam? Sebentar saja."

Grep!

"Bantu apa? Eh!" Wendy memekik saat Chanyeol tiba-tiba menarik pergelangan tangannya, menariknya masuk ke kamar dan mendorong tubuh mungilnya hingga terhimpit pada pintu. Takut-takut, Wendy mengangkat wajahnya, "Oppa, apa yang kau lakukan?"

Tubuh Wendy merinding hebat saat merasakan nafas hangat Chanyeol menerpa wajahnya. Chanyeol menunduk, mengikis jarak di antara mereka berdua hingga jarak yang membentang di antara mereka tersisa beberapa sentimeter saja. Dia memiringkan wajahnya lalu mencium bibir mungil gadis itu.

"Hmm ... O-opp-" Wendy berusaha untuk berbicara, mendorong dada bidang Chanyeol yang polos tanpa penghalang. Otot perutnya juga sudah terbentuk dengan sempurna. Hanya ada sehelai handuk putih yang menutupi area di bawah pusarnya.

Chanyeol terus menginvasi bibir mungil Wendy. Ciumannya lalu turun ke dagu, rahang dan naik ke daun telinga gadis itu, berbisik pelan, "Aku membutuhkanmu, sayang."

Kedua mata Wendy kini tampak sayu, dadanya naik turun saat menerima stimulus yang terus terjadi, "Oppa, apa yang kau lakukan?"

"Ssttt ... Cuma sebentar."

Chanyeol mengendus leher gadis itu, mengecupnya lembut, tangan kekarnya menurunkan tali dress Wendy satu persatu, menarik pelan dress putih itu hingga batas dada dan memperlihatkan bra softpink yang menutupi gundukan kenyal milik gadis itu.

"Oppa, ugh ..." Wendy mengerang tertahan saat Chanyeol mengecup dalam dada bagian atasnya. Wajahnya memerah saat Chanyeol melonggarkan kaitan branya. Menampakkan apa yang selama ini dia tutupi dari dunia luar. Belum pernah ada seorangpun yang berani melakukan hal seintim ini padanya.

"Kau begitu sempurna, Wendy." Chanyeol menyentuh salah satu payudara gadis itu, memainkan ujung kemerahan yang tampak menegang dengan jarinya, "Let me love you with body language."

"Oppa, cukup ... Engh ... Ada Bibi Alice ... Aah!"

Erangan Wendy semakin keras saat pria itu kini tengah asyik memainkan buah dadanya. Menghisap, menggigit dan meremasnya kuat. Pikirannya kacau balau. Wendy tak mampu berbuat banyak selain mendesah. Salah satu tangan mungil Wendy bertengger di bahu tegap Chanyeol, sementara yang lain meremat rambut hitam pria itu saat pria itu semakin keras menghisap buah dadanya.

"Oppa ... Engh ... Oppa ... Chanyeol Oppa ..." desahnya. Hati kecilnya terasa ngilu. Apa yang pria itu ingin lakukan padanya? Kenapa Chanyeol tiba-tiba bertingkah aneh seperti ini?

"Haah ... Wendy." setelah puas, pria itu menarik dirinya dari sana. Dia tersenyum miring saat melihat bekas gigitan dan hisapannya yang tampak memerah tercetak di atas gundukan kenyal itu. Meninggalkan tanda kalau tubuh gadis itu adalah miliknya seorang.

Tangan nakal Chanyeol turun, mengelus lembut paha gadis itu. Menyelinap masuk di balik dress pendek yang semakin mempermudah gerakannya. Hingga jari-jarinya sampai pada pangkal paha gadis itu. Chanyeol mengusap lembut inti tubuhnya yang masih tertutupi oleh underwear lalu memasukkan jarinya ke celah sempit itu dan menekan jarinya berkali-kali di antara lipatan indahnya.

"Hah, kau hangat, sayang." geramnya.

Tubuh Wendy menegang, tubuhnya merasakan gelanyar aneh saat jari-jari pria itu bergerak liar, keluar masuk dari dalam sana.

Ini sudah terlalu jauh.

"Aaah ... Ahhh ... He-hentikan ... Aaah ... Oppa, sudah cukhuup ... Engh ..." kedua mata Wendy berkaca-kaca, "Oppahh ... Su-sudah ... Aaahh ..."

Karena gadis itu selalu berusaha menolak sentuhannya. Pria itu akhirnya menyerah, mengerucutkan bibirnya sambil menarik kembali jarinya dari dalam sana, "Hm, baiklah."

Dia kembali menaikkan bra gadis itu, mengaitkannya dan kembali menaikkan tali dress yang sempat ia turunkan. Ibu jarinya bertengger di dagu Wendy, meminta gadis itu untuk mengangkat wajahnya. Senyum di bibir pria itu semakin mengembang lebar saat melihat wajah cantik kekasihnya yang bersemu merah akibat perbuatannya tadi.

"Oppa, kenapa? Kenapa kau melakukan ini padaku?" lirih Wendy.

"Aku mencintaimu. Sangat-sangat mencintaimu."

Tatapan mereka bertemu. Mata hitam itu masih sama. Tapi, kenapa? Kenapa Wendy kembali merasakan pria yang ada di hadapannya adalah orang yang berbeda?

Tenggelam dalam keheningan. Kedua bola mata Chanyeol yang sebelumnya tampak tenang kini membola sempurna.

"We-Wendy?" Chanyeol kalut, dia lantas memeluk erat tubuh mungil gadis itu seraya mengucapkan kata maaf, "Maafkan aku, Wendy. Aku salah. Aku memang bajingan. Wendy, aku mohon. Jangan tinggalkan aku."

Wendy bingung harus berbuat apa. Dia ingin marah pada Chanyeol karena telah melecehkan tubuhnya. Tapi, entah kenapa, dia tidak bisa. Chanyeol, dia tampak juga tampak kacau dan gelisah.

"Oppa, sudahlah lupakan." kedua tangan mungilnya terangkat, membalas pelukan Chanyeol tak kalah erat, "Cepat ganti baju. Aku tunggu di meja makan." bisik Wendy.

Chanyeol melepaskan pelukannya. Dia mengangguk mantap. Dia berjalan ke arah lemari, menyambar pakaian. Chanyeol memilih untuk mengenakan bajunya di kamar mandi.

Wendy meletakkan tangannya di atas dada kirinya. Jantungnya berdetak sangat kencang. Sentuhan itu, ciuman itu, semuanya masih terasa. Membekas di sepanjang tubuhnya. Wendy menggeleng. Dia memutuskan untuk kembali ke meja makan dan kembali bersikap seperti biasa.

"Nak Wendy? Kenapa lama sekali di atas?" Bibi Alice mengernyit heran saat mendapati Wendy berjalan seorang diri dan menarik kursi, "Ah, iya. Bagaimana dengan Tuan Muda?"

Masih terperangkap di dalam situasi yang kacau. Wendy memaksakan dirinya untuk memamerkan senyuman di bibirnya, "Itu, Bibi. Kata Chanyeol sebentar lagi dia akan turun kok. Dia tadi baru habis mandi."

Bibi Alice mengangguk, "Hm, begitu ya. Astaga, Tuan Muda. Dia tidak pernah berubah." dia merapikan letak alat makan tanpa menaruh curiga sedikitpun pada Wendy yang terpaku, berkeringat dingin di tempat dia duduk. Dalam diam berusaha menenangkan dirinya sendiri.

Sementara, di lantai atas. Chanyeol tak henti-hentinya menghardik Charis yang bertingkah seperti predator seks.

.
.
.
.
.

To Be Continues

Three Faces ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang