Trust me, he's crazy!
•••
Wendy membuka kembali pesan singkat yang ada di ponselnya. Pesan singkat dari ibunya tadi siang yang meminta dirinya untuk menjaga diri baik-baik karena wanita itu akan menghabiskan waktu selama 2 hari di luar kota karena harus menghadiri upacara pernikahan salah satu sahabatnya.
Wendy menpoutkan bibirnya. Hebat. Sekarang dia harus mendekam selama 2 hari di rumah sendirian.
"Kau belum pulang, Wendy?"
Wendy memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku jaketnya. Ia mengangkat wajah dan tersenyum mendapati salah satu rekannya di OSIS, Bae Irene di depan matanya. Mereka baru saja selesai menjalani rapat anggota untuk mempersiapkan acara pentas seni yang akan diadakan oleh sekolah minggu depan.
"Ini baru mau pulang." jawabnya singkat.
"Ingin kutemankan sampai ke pemberhentian bus?" tawar Irene, kebetulan juga jalan pulang mereka juga kurang lebih searah.
Wendy tertawa kecil sembari menggeleng, "Ah, tidak usah. Aku bisa pulang sendirian kok."
"Begitu ya? Baiklah. Kalau begitu hati-hati ya di jalan." Irene mengusap lengannya yang telanjang, "Kau tahukan ini sudah jam berapa."
Wendy mengangguk. Betul kata Irene, ini sudah larut malam. Walau dia sudah biasa pulang sendirian. Tetap saja di luar sana banyak bahaya yang mengintai bagi seorang gadis seperti dirinya untuk pulang sendirian. Tapi, dia juga tidak ingin memberatkan siapapun.
"Ya, aku tahu." mengambil tas selempang yang ia letakkan asal di atas meja, meletakkannya di bahu lalu mengucapkan salam perpisahan pada rekan satu organisasinya itu, "Aku pulang dulu ya."
Gadis itu berjalan menyusuri lorong sekolah yang sepi. Walau masih ada 1 atau 2 orang yang ia temui di sepanjang jalan. Tapi, tetap saja disini sangat sepi.
Tap!
Wendy sejenak berhenti, mengambil ponselnya dan mencari nomor kontak pacar tercinta, 'Apa aku minta tolong jemput saja dengan Chanyeol Oppa, ya?' Wendy bergumam, memikirkannya sejenak.
'Ah, tidak usah. Dia pasti kelelahan sekarang.' merasa idenya kurang bagus. Wendy memasukkan kembali ponselnya dan mendorong tubuhnya dengan gestur malas.
Dia tidak ingin merepotkan Chanyeol sejak ia tahu pria itu kini berupaya menghidupi keperluannya sendiri. Di samping itu, Chanyeol juga mengambil kursus keahlian manajemen kantor serta mempersiapkan diri untuk menjalani ujian paket C yang memang diperuntukkan untuk anak-anak seperti dirinya pada pertengahan tahun ini. Chanyeol itu memang kaya raya. Namun, itu tidak membuat dia serta merta menjadi anak yang pemalas dan tak mau mengeluarkan tenaga dan pikiran untuk berusaha. Salah satu hal yang membuat Wendy semakin jatuh hati padanya.
Wendy melangkah dengan gusar. Sesekali menghidupkan layar ponselnya. Gadis itu kembali mengerucutkan bibirnya saat menyadari jam terakhir untuk keberangkatan Bus di daerah ini sebentar lagi akan berakhir. Terpaksa, Wendy harus mengumpulkan kekuatan untuk mengejar bus terakhir. Jika tidak, tak bisa dibayangkan jika dia harus kembali merasakan pahitnya berjalan kaki sepanjang lebih dari 2 kilometer seperti dulu waktu masih duduk di bangku pertama SMA.
Wendy melangkah tergesa-gesa. Berpacu dengan waktu yang terus bergulir tanpa henti. Kedua matanya berbinar saat berhasil menangkap pemberhentian bus yang kini hanya berjarak beberapa belas meter darinya. Wendy semakin mempercepat langkahnya.
Dia menghela nafas, mencengkeram tiang besi sembari memegang perutnya yang terasa kram, "Ugh, Ya Tuhan. Perutku sakit sekali." keluhnya.
Berjalan tertatih dan menjatuhkan bolongnya tepat di atas bangku. Wendy menyandarkan lehernya di sandaran kursi, menutup matanya barang sejenak.
Brum!
Beberapa menit bertahan dalam posisi yang sama. Suara yang sangat ia tunggu saat ini telah masuk ke gendang telinganya. Senyum di bibirnya mengembang. Wendy membuka matanya dan menatap dengan seksama bus umum yang kini mengarah padanya, mengikis jarak yang membentang.
•••
Headset berwarna dominan putih terpasang apik di kedua telinganya. Bibir bergumam, mengikuti untaian lirik lagu yang mengalun indah. Sesekali melempar pandangan pada jajaran toko dan pusat perbelanjaan di balik kaca penumpang kini mulai sepi dari pengunjung bahkan beberapa toko sudah mengakhiri kegiatannya dalam mencari uang. Wajar mengingat jam sudah menunjukkan waktu tengah malam.
Cekit!
Bunyi decitan ban kembali terdengar. Wendy bangkit dari kursinya. Ia telah sampai pada pemberhentian bus yang berjarak paling dekat dengan rumahnya. Sekilas Wendy mengucapkan terimakasih pada supir dan turun menapaki tiap anak tangga bus.
Tap!
Bus itu telah pergi. Dalam hening, Wendy bersyukur karena bisa pulang dengan selamat. Hanya sisa kurang lebih 300 meter, beberapa blok saja dari tempatnya berdiri. Dia akan sampai ke rumah.
Memperhatikan pola persegi yang ia lewati ada di sepanjang trotoar. Wendy terus melangkah tanpa memperdulikan sekitar sembari menikmati alunan lagu di telinganya. Hingga tak menyadari seseorang mengikutinya dari belakang. Wendy terperanjat kaget saat sebuah tepukan lembut mendarat di bahunya.
Dia berbalik, "Apa yang kau lakukan!? Jangan macam-macam!"
Wendy mundur satu langkah, ketakutan saat melihat seseorang—mungkin pria—berjaket hitam, celana jeans berwarna biru dongker dengan masker berwarna senada yang menutupi setengah wajahnya. Dia tampak menentang satu kantong plastik putih berlogo salah satu minimarket yang ada di area ini.
Orang asing itu mendengus kesal, ia menurunkan maskernya sembari berucap, "Hei, ini aku. Pacarmu, Park Chanyeol."
"Chanyeol Oppa?" Wendy tersenyum sumringah, "Apa yang Oppa lakukan malam-malam begini?"
"Harusnya aku yang bertanya. Apa yang tengah pacarku ini lakukan tengah malam begini?" Chanyeol mengernyit heran.
"Aku baru selesai rapat OSIS." jawab Wendy.
"Kenapa kau tidak meneleponku untuk minta jemput, hm? Kau tahukan ini sudah malam. Bahaya bagi gadis cantik sepertimu berjalan sendirian seperti ini."
Wendy menggeleng, ia terkekeh geli mendengar gombalan kuno milik Chanyeol, "Aku tidak ingin merepotkanmu. Lagipula, aku ini bukan anak kecil. Aku masih bisa pulang sendiri kok. Oppa sendiri bagaimana?"
"Oh, hanya ingin jalan-jalan sebentar dan membeli makanan ringan. Kulkasku sudah kosong." jawabnya. Chanyeol kembali merengut saat mengingat bagaimana reaksi Wendy tadi, "Huh, yang benar saja. Masa tadi kau tidak mengenaliku, Wendy?"
"Kalau kau menutupi wajahmu dengan masker dan bertingkah layaknya pencuri. Bagaimana aku bisa mengenalimu, Chanyeol Oppa?" Wendy mengerucutkan bibirnya.
Chanyeol terkikik geli, "Hahahah! Ya, kau benar. Maafkan aku." dia mengacak-acak rambut Wendy dan menghadiahkan kecupan manis di atas puncak kepalanya.
Cup!
"Ayo, aku antar pulang."
.
.
.
.
.To Be Continues
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Faces ✔
FanfictionWENYEOL VERSION | Mungkin sekilas, dia tampak seperti kebanyakan orang pada umumnya. Tapi, percayalah. Dia tak seperti yang kalian kira. COMPLETED | Started at, 16-06-2020