Chapter 4

557 86 5
                                    

Trust me, he's crazy!

•••

Wendy menatap lamat-lamat helm berwarna dominan putih dengan motif garis merah horizontal yang pria itu sodorkan padanya. Ia tak menyangka, dia benar-benar menepati apa yang ia ucapkan beberapa saat yang lalu di meja makan. Hal yang awalnya Wendy anggap isapan jempol semata. Bahkan, pria itu menolak usulan Bibi Alice untuk membiarkan Paman Hansu—supir pribadi Nyonya Joan—untuk mengantarnya pulang.

Wendy bahkan masih ingat bagaimana percakapan sengit yang terjadi antara Chanyeol dan Bibi Alice tadi.

"Tuan Muda, bagaimana kalau Hansu-ssi saja yang mengantar Nak Wendy pulang?"

"Tidak perlu, Bi. Aku tak mau merepotkan Paman Hansu."

"Tuan Muda, Bibi hanya khawatir dengan Tuan. Nanti bagaimana kalau terjadi apa-apa dengan Tuan?"

Wendy tergamang saat mendengar nada Bibi Alice mulai melemah, hazel matanya yang seterang lelehan madu seketika meredup. Wendy tahu, ucapan Bibi Alice bukanlah ucapan basa basi tanpa arti atau ucapan palsu yang meluncur dari bibir penjilat yang ingin mendapatkan hati lawan bicaranya. Bibi Alice, dia jujur.

"Sudahlah, Bibi. Jangan mengkhawatirkanku seperti itu. Bibi lihat, aku bukan anak kecil lagi sekarang."

"Tapi, Tuan-"

"Bibi, aku tak mau merepotkan siapapun. Biarkan aku melakukannya sendiri dan jangan beritahu siapapun tentang masalah ini. Termasuk pada Ibu. Aku mohon padamu, Bibi Alice."

Dan bisa kalian tebak bagaimana akhir dari dialog diatas. Bibi Alice—dengan wajah tak rela dan terselip rasa bimbang yang luar biasa berat—mau tak mau menuruti permintaan Chanyeol. Membiarkan Sang Pangeran mewujudkan apa yang ia inginkan.

Wendy hanya diam, mengikuti alur yang ada. Tak tahu kalimat apa lagi yang harus ia lontarkan untuk menolak pertolongan Chanyeol dan tak mengerti kenapa pria jangkung itu begitu ngotot ingin mengantarnya pulang sendirian?

Masa baru berkenalan kurang dari 24 jam, pria itu mau pdkt dengannya? Enggak mungkin. Pikir Wendy.

Lalu kenapa Bibi Alice bisa memiliki kekhawatiran yang luar biasa pada anak laki-laki yang kini telah menginjak usia yang bisa dibilang secara umum sudah bisa berpikir dengan jernih?

Apa selama ini, ruang gerak Chanyeol dibatasi oleh keluarganya? Apa ada sesuatu yang membuat Ibu Joan dan Bibi Alice begitu khawatir jika Chanyeol bepergian seorang diri?

Atau ada hal lain yang menyebabkan Ibu Joan tak memberikan izinnya untuk menyekolahkan Chanyeol di institusi pendidikan formal di luar sana?

Entahlah, Wendy hanya bisa menduga-duga. Tapi, yang jelas. Pria bermarga Park itu tampak begitu sumringah saat Bibi Alice menuruti permintaannya. Seolah-olah ia baru menemukan kebebasan yang selama ini dia idamkan.

Wendy terhenyak. Ternyata, menjadi anak tunggal dari seorang billionaire itu tak selamanya enak. Tidak seperti yang ia bayangkan selama ini. Diguyuri oleh harta. Segala fasilitas mewah yang memanjakan mata telah tersaji di depan mata. Namun, tetap saja ada 1 hal yang tak pernah dapat siapapun penuhi dengan harta, sesuatu yang membuat batin terasa hampa.

"Pakai ini."

"Oppa, kau tidak perlu melakukan ini. Aku bisa kok pu-"

Chanyeol meletakkan telunjuknya di depan bibir cherry Wendy, sedikit mendesis, "Ssssstt! Don't talk to much, Girl. Just use it, okay?"

Three Faces ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang