Trust me, he's crazy!
•••
Dua minggu kemudian
Dia melepaskan semuanya. Semua kemewahan yang selama ini ia nikmati sebagai penerus dari keluarga besar Park. Chanyeol, dengan kesadaran penuh sebagai satu-satunya pewaris sah menjual hampir semua harta benda milik keluarganya. Dari mansion, mobil-mobil mewah dengan harga fantastis, perabotan mahal serta perusahaan. Semuanya Chanyeol jual. Hanya beberapa hal yang Chanyeol bawa bersamanya. Seperti motor sport miliknya, pakaiannya, komputer kesayangannya serta beberapa lukisan-lukisan indah yang ia sukai.
Chanyeol memilih untuk membeli sebuah rumah sederhana dengan fasilitas sebuah garasi berukuran sedang di area Gwanghuidong. Agak menjorok ke dalam dan jauh dari akses jalan besar. Walau begitu, disini wilayahnya lumayan tenang dan letaknya juga tak jauh dari tempat tinggal Wendy. Alasan kenapa ia membeli rumah ini? Tentu saja agar ia bisa lebih dekat lagi dengan gadis itu.
"Oppa, kau yakin dengan keputusanmu ini?" Wendy yang sedari tadi juga ikut membantu Chanyeol mengemas kotak-kotak sisa pindahan itu tampak masih kebingungan.
"Memang apa salahnya kalau aku mencoba hidup dengan gaya yang lebih sederhana, Wendy?" Chanyeol meletakkan kotak terakhir di sudut ruangan. Wendy mengambil sapu tangan dan memberikannya pada Chanyeol.
"Kau meragukanku ya?"
"Tidak ada. A-aku hanya ingin bertanya." kilah Wendy.
"Dasar, kau pikir aku hanya anak emas yang bisanya cuma duduk diam di rumah?" Chanyeol tertawa, ia mencubit kedua pipi pualam Wendy seraya berucap dengan nada riang layaknya anak-anak, "Aku mohon. Percayalah padaku!"
"Oppa! Pipiku sakit!" Wendy melepas paksa cubitan panas Chanyeol, merengut kesal, tiba-tiba ia teringat sesuatu, "Oh, iya, Oppa. Apa Bibi Alice juga ikut tinggal bersamamu?"
Chanyeol menggeleng, "Tidak, dia tidak lagi tinggal bersamaku. Tapi, dia tetap ingin berkunjung ke sini. Bagiku, dia sudah seperti sosok ibu. Lagipula, dia juga tak memiliki keluarga maupun sanak saudara. Yang aku tahu, suaminya dan anaknya sudah lama meninggal dunia akibat insiden kecelakaan."
"Aku sempat ingin mengutarakan niatku untuk hidup mandiri tanpa bantuan siapapun. Hanya saja, Bibi Alice tetap bersikeras tetap ingin menjagaku. Apapun yang terjadi. Di matanya, aku ini tetaplah anak kecil." tambahnya. Menghela nafas berat.
"Dia sangat menyayangimu, Oppa." ungkap Wendy.
Chanyeol menarik sudut bibirnya, "Ya, aku tahu itu."
•••
"Sampai jumpa!" Wendy memekik sembari melambaikan tangannya.
"Hati-hati di jalan ya!"
Chanyeol juga ikut melambaikan tangannya ke udara. Melepas kepergian Wendy yang sudah rela mengorbankan hari liburnya yang berharga demi membantu dirinya mengemas rumah barunya ini. Cukup menguras waktu dan tenaga. Chanyeol menghela nafas berat, tanpa sadar kedua sudut bibirnya tertarik ke atas saat melihat punggung Wendy yang semakin lama semakin kecil—menjauh—dari pandangannya. Lalu menghilang di balik tembok-tembok bangunan.
Chanyeol kemudian masuk ke dalam, mengunci pintunya rapat-rapat dan menghempaskan punggungnya pada pintu. Ia kembali merasakan debaran aneh yang timbul setiap kali ia bersama Wendy.
'Kelihatannya kau senang sekali, Chanyeol.'
Chanyeol mendengus kesal saat mendengar suara tawa mengejek yang tiba-tiba merusak momen bahagianya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Faces ✔
FanfictionWENYEOL VERSION | Mungkin sekilas, dia tampak seperti kebanyakan orang pada umumnya. Tapi, percayalah. Dia tak seperti yang kalian kira. COMPLETED | Started at, 16-06-2020