Chapter 12

382 55 1
                                    

Trust me, he's crazy!

•••

Flashback on

Tepat 3 hari setelah hari ulang tahunnya berlangsung. Masih dalam atmosfer yang sama seperti malam itu, hangat dan menyenangkan, Chanyeol masih ingat bagaimana suasana acara ulang tahunnya beberapa hari yang lalu. Bukan besarnya pesta atau mahalnya hadiah ulang tahun yang Chanyeol banggakan. Tapi, kehadiran dan senyum hangat kedua orang tuanya yang merekah indah.

Impian setiap anak di dunia ini. Merayakan ulang tahun mereka bersama orang-orang tercinta. Untuk pertama kalinya, sejak ia lahir di dunia ini, kedua orang tuanya merayakan hari ulang tahunnya bersama-sama.

Seharusnya, dia bahagia. Ya, secara teori seharusnya ia seperti itu. Namun, semuanya berubah dalam sekejap. Tuhan dengan mudah memutar balik keadaannya, semudah membalikkan telapak tangan di udara. Menjelang jam istirahat kedua usai, Chanyeol malah dibuat gempar dengan ucapan Bibi Alice di ujung telepon yang membuat ia terkejut setengah mati.

Nafas Chanyeol tersendat tak karuan. Rambut dan kulitnya yang tampak mengkilap akibat keringat yang membasahi tubuhnya. Tak peduli dengan penampilannya yang acak-acakan dan tatapan para pejalan kaki yang heran dengan dirinya. Chanyeol terus saja berlari, memaksa tubuhnya hingga titik terakhir.

"Tidak mungkin! Tidak mungkin!" geram Chanyeol di sepanjang langkahnya. Kedua matanya membola lebar, beberapa meter lagi dia akan sampai ke sana. Di sebuah gedung berlantai 4 yang berada tepat di pusat kota. Gedung yang menjadi penyelamat sekaligus tempat yang—mungkin saja—menjadi tempat dimana setiap orang meregang nyawa. Tempat yang bernama rumah sakit.

"Maaf, Suster, apa disini ada pasien kecelakaan bernama Park Go Yong?" tanya Chanyeol, to the point.

"Park Go Yong? Baiklah, kita lihat dulu ya." Suster yang bertugas menerima tamu di depan langsung saja membuka lembaran daftar pasien yang anak muda itu maksud, "Ya, ada. Sekarang pasien berada di ruang UGD, letaknya di lorong sebelah kanan. Kalau boleh tahu, ada hubungan Anda dengan pasien?"

"Saya anaknya. Terima kasih atas informasinya, Suster." Chanyeol kembali berlari, meninggalkan suster cantik yang hanya bisa menatapnya dengan raut wajah sendu dan juga bingung.

Kedua bola mata gelapnya beredar, menerawang seluruh ruangan di sepanjang lorong hingga ia sampai pada sebuah ruangan dengan tulisan UGD berukuran besar terpampang menempel tepat di depan pintunya. Lampu berukuran kecil yang menjadi penanda adanya aktivitas di dalam ruangan mengeluarkan sinar berwarna hijau. Seingat Chanyeol dari film-film yang dia tonton, jika lampu itu sudah berwarna hijau, maka apapun kegiatan yang ada di dalam sana juga telah usai.

Dan di pojok sana, di jajaran kursi besi, seorang wanita tampak duduk seorang diri sembari menangis tersedu-sedu. Perlahan namun pasti, Chanyeol mendekati wanita itu dan tepat di langkahnya kesepuluh. Wanita itu mengangkat wajahnya.

"I-ibu?" Chanyeol terkejut, ternyata wanita itu adalah ibunya. Seingat Chanyeol, bukankah ibunya kemarin malam harus pergi mendadak karena ada urusan pribadi di Jepang dan baru kembali besok? Kenapa sekarang dia bisa ada disini?

"Chanyeol ... Hiks ... Hiks ..."

Chanyeol menempatkan bokongnya tepat disebelah ibunya, "Ibu, apa yang terjadi? Ada apa dengan Ayah? Ayah baik-baik sajakan?"

"Ayahmu ..." suara wanita itu terlampau parau, "Dia sudah meninggal, Chanyeol."

Dan Chanyeol tak pernah mempersiapkan diri untuk mendengar jawaban konyol itu, "Tidak, Ibu pasti bohong."

Ibu Joan menggeleng kuat, menggapai bahu tegap pria muda itu dan memeluknya erat, "Itu ... Hiks ... Itu benar, Nak."

Ibu Joan mulai menggigit bibirnya saat merasakan sesuatu mulai membahasi bahunya. Serta deru nafas Chanyeol yang lambat laun memburu. Ibu Joan tahu. Chanyeol, dia menangis.

Three Faces ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang