Trust me, he's crazy!
•••
Kedua sudut bibir berwarna cherry milik gadis itu kini terangkat ke atas. Menyalurkan kesan ramah dan hangat. Berbanding terbalik dengan air muka yang ditunjukkan oleh pria itu.
"Ah, aku mohon maaf jika kehadiranku ini mengganggumu. Perkenalkan, namaku Son Wendy. Mari berteman!"
Pandangan pria itu perlahan turun, menatap sinis uluran tangan mungil milik gadis yang hanya setinggi dadanya.
"Mungkin lain kali. Sekarang aku sedang sibuk."
"A-aku ..."
Brak!
Bunyi hentakan pintu itu terdengar cukup keras. Menggema hebat di seluruh penjuru rumah. Wendy sontak menarik tangannya dan menutup kedua pelupuk matanya. Ia terlampau terkejut dengan reaksi yang pria itu berikan. Wendy mengira, dia hanya akan mendapatkan tatapan sedingin es.
Tak ia sangka, penolakan yang pria itu berikan jauh lebih besar dari apa yang ia bayangkan tadi. Begitu juga dengan Ibu Joan. Dua wanita berbeda usia itu hanya bisa terpaku di tempat mereka berdiri.
"Maafkan sikap anakku tadi ya, Wendy." Ibu Joan menghela nafas berat untuk yang kesekian kalinya, "Percayalah padaku. Biasanya dia tidak seperti itu."
Wendy mengalihkan pandangannya, dengan seksama memperhatikan raut kekecewaan yang tengah berusaha Ibu Joan tutupi dibalik senyum tipisnya.
"Tidak seperti itu?" tanya Wendy, memastikan.
"Ya, biasanya ... Dia tidak sedingin tadi."
"Be-benarkah?" Ibu Joan bergumam seraya menampilkan seutas senyuman palsu di bibirnya.
"Namanya Park Chanyeol. Dia adalah anak yang baik, ceria dan suka sekali yang namanya bermain game." Ibu Joan mengusap kedua lengannya yang terasa dingin, kedua matanya tertutup rapat, menahan luapan air mata yang hampir saja lolos dari sudut matanya.
Wendy tak mengerti, kenapa setiap kata yang keluar dari Ibu Joan sangat bertolak belakang dengan apa yang ia hadapi? Seolah-olah, Chanyeol yang Ibu Joan bela bukanlah Chanyeol yang tadi mereka sapa.
'Sebenarnya, apa yang terjadi padamu, Park Chanyeol?'
•••
Suasana kelas kini tengah lenggang. Hanya beberapa orang siswa dan siswi yang menghuni kelas ini. Sisanya sudah berlarian keluar, bermain di lapangan ataupun bersantai ria di kantin sekolah. Cukup wajar mengingat kalau ini sudah jam makan siang. Waktu dimana setiap siswa melepaskan penat akibat tertimpa tumpukan materi barang sebentar.
"Apa? Kau ditolak mentah-mentah!?"
Kang Seulgi atau Seulgi, begitulah dia biasa disapa. Gadis yang memiliki gaya rambut seperti ekor kuda itu merupakan sahabat Wendy sejak bangku sekolah dasar kelas 6 terkejut bukan main ketika mendengar penuturan sahabatnya ini.
"Iya, Seulgi. Bahkan, dia langsung membuang muka saat kedua mata kami bertemu."
Sudah lebih dari 5 tahun ia kenal dengan Wendy. Seulgi sangat mengenal karakter gadis yang tengah terduduk lesu di bangkunya itu. Wendy yang Seulgi kenal adalah gadis yang cepat bergaul, mudah beradaptasi dengan siapapun dan dalam situasi apapun. Perangai Wendy banyak disenangi di kalangan siswa lain dan juga guru-guru di sekolahnya. Wendy juga tipikal siswi yang tak mau mencari musuh, lebih baik dia mengalah dibandingkan harus beradu mulut dengan orang lain.
Ya, begitulah Wendy. Siswi yang dielu-elukan sebagai primadona sekolah. Dan sekarang, tanpa alasan yang pasti, ada seorang pria yang acuh dan 'terlihat' begitu membenci gadis berhati serapuh kaca ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Faces ✔
FanfictionWENYEOL VERSION | Mungkin sekilas, dia tampak seperti kebanyakan orang pada umumnya. Tapi, percayalah. Dia tak seperti yang kalian kira. COMPLETED | Started at, 16-06-2020