Chapter 15

395 61 16
                                    

Trust me, he's crazy!

•••

Kedua manik madu gadis itu jatuh pada berbagai menu makanan yang tersaji di atas nampan kayu yang ia bawa. Baunya begitu harum dan juga menggoda untuk dimakan. Seperti biasa, jika kebetulan ia datang ke mansion ini disaat Bibi Alice baru saja selesai dengan urusan dapur. Ia selalu mendapat tugas tambahan dari Bibi Alice untuk mengantarkan makanan ke kamar Tuan Muda.

Biar hubungan kalian semakin erat, begitulah kiranya ucap Bibi Alice setiap kali menghibahkan nampan ini padanya.

Langkahnya berhenti tepat di depan pintu kecoklatan itu. Lantas gadis itu berucap dengan nada yang sedikit nyaring, "Oppa, kau ada di dalam?"

Hening. Tak ada balasan yang ia terima, dia berinisiatif untuk masuk ke dalam. Tubuhnya sedikit tersentak. Dan tak ia duga sebelumnya. Pintunya tidak terkunci.

"Oppa?"

Kepalanya menyembul ke dalam, kedua matanya memindai seluruh sudut ruangan yang ternyata kosong melompong tak berpenghuni. Tubuhnya kembali bergerak saat menerima instruksi dari otaknya untuk masuk ke dalam kamar pria itu. Tak sopan memang.

Langkahnya teramat pelan namun mantap. Menarik kedua kakinya pada meja belajar berukuran sedang itu lalu kemudian meletakkan nampan yang ia bawa tepat di atasnya. Seperti biasa, meja belajarnya bersih dan juga rapi. Hanya konsul game saja yang tampak asal bertengger di dekat meja komputer, tepat di sebelah meja belajar di hadapan Wendy.

Lama ia mengamati. Kening Wendy mulai mengkerut saat sudut matanya menangkap benda aneh yang terselip di balik layar komputer berukuran lumayan besar itu. Penasaran, Wendy memutuskan untuk beranjak dari tempat ia berdiri lalu menggapai benda itu yang ternyata adalah sebuah pigura berukuran kecil. Dia membalik pigura itu dan menemukan sesuatu yang membuat rasa penasarannya semakin mencuat. Sebuah foto sederhana dengan 3 orang di dalamnya. Masing-masing sepasang pria dan wanita yang berdiri berdampingan dengan seorang anak laki-laki berwajah manis di tengah-tengah mereka.

Sudut bibirnya menekuk ke bawah. Matanya menatap lekat foto itu. Lebih tepatnya wanita berpenampilan anggun nan mewah. Wajah wanita itu tampak tak asing baginya, "Ibu Joan?"

Ya, wajah wanita itu mirip sekali dengan Ibu Joan. Wendy bisa menebak, ini pasti foto keluarga Park. Dan di samping wanita itu adalah suaminya. Wendy tak tahu pasti siapa namanya. Wajahnya cukup tampan dengan wibawanya juga sangat kental. Dan selama Wendy masuk ke rumah ini. Tak pernah sekalipun ia bertemu dengan pria yang menyandang status sah sebagai suami dari wanita cantik berkepala 4 itu. Wendy tak tahu jelas. Mungkin saja dia pria yang super duper sibuk dengan urusan pekerjaan hingga menyebabkan ia jarang menginjakkan kakinya di rumah sendiri. Siapa tahukan?

Kini atensi Wendy jatuh pada subjek terakhir dari foto itu. Seorang anak kecil berwajah lugu yang ada di tengah mereka. Kurva manis kini tercetak di bibir pink gadis itu. Tanpa diberitahupun, dia sudah tahu siapa anak kecil yang ada di dalam foto itu.

"Oh, God. I don't know he can be like this. Gosh, he's so cute." puji Wendy.

Jari-jari kurusnya bergerak. Ia mengusap foto itu perlahan. Meresapi tekstur kasar dari permukaan kaca yang melapisi foto itu. Terlalu fokus mengamati wajah lugu anak kecil itu hingga tak menyadari adanya decitan suara gagang pintu dan derap langkah yang keluar dari sana, berjalan ke arahnya. Mengikis jarak di antara mereka hingga tersisa beberapa belas sentimeter.

"Apa yang kau lakukan, Wendy?"

"Eh!?"

Bulu kuduk Wendy reflek berdiri. Tubuhnya menegang hebat. Lantas ia berbalik dan mendapati dada bidang kini berada tepat di depan matanya. Mata Wendy turun ke bawah lalu perlahan merambat ke atas. Bagian bawahnya hanya di lapisi handuk putih. Sementara bagian atasnya di biarkan polos tanpa penghalang. Tubuhnya tampak mengkilap karena basah.

Three Faces ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang