Sejak awal ini adalah tubuhku. Dan mereka berdua hanyalah berstatus sebagai penumpang. Walau bagaimanapun, mereka tetap tidak berhak untuk menempati posisi utama. Akulah yang berhak. Dan aku ... Aku ingin menjalani kehidupan dengan normal. Bersama dengan kekasihku!
•••
Kepalaku berdenging luar biasa. Rasanya seperti ditusuk jutaan jarum panas secara bersamaan. Aku terbangun dari tidurku. Sudah seminggu aku berada di dalam situasi mencekam seperti ini. Melawan monster yang ada di dalam kepalaku, diriku sendiri. Benar juga kata ibu, Charis dan juga Chandra, mereka berdua benar-benar cerdik dan mampu menangani banyak hal dengan mudah.
Aku menelan obat penenang itu untuk kesekian kalinya. Detak jantungku yang semula tak beraturan kini mulai normal kembali. Untung saja Charis belum menghabisi Kang Hyujin—psikiater pribadiku dulu—jadi aku masih bisa meminta bantuannya, sekali lagi.
Suara-suara itu memang masih ada. Tapi, mereka tidak lagi mampu mengendalikan tubuhku lagi secara bebas. Mereka hanya mencaciku setiap saat hanya karena aku tipe orang yang tidak tahu terimakasih, kata mereka. Terutama si gila, Charis.
Aku kadang tidak mengerti, bagaimana bisa di dalam diriku bersemayam hal-hal mengerikan seperti itu?
"Haaah ..." aku memijit kepalaku yang masih berdenyut nyeri lalu bangkit dari ranjang dan berjalan ke arah kamar mandi. Mungkin mandi air hangat cukup membantuku untuk malam ini.
Waktu berlalu sangat cepat dan hari ini adalah hari yang istimewa bagi Wendy. Aku hanya bisa tersenyum dari kejauhan melihat Wendy dan teman-temannya berjingkrak-jingkrak di tanah sembari berpelukan, bangga dengan hasil ujian mereka yang memuaskan.
Wendy melepaskan pelukannya, masih dalam rona bahagianya. Ibunya datang dengan rasa haru dan memeluk erat anak gadisnya. Setelah beberapa saat, atensi gadis itu akhirnya jatuh padaku. Dia berpisah dari teman-teman dan ibunya lalu berlari ke arahku.
"Oppa!" Wendy menerjangku dengan pelukan erat, ia menenggelamkan wajahnya dan tertawa seperti anak kecil.
"Selamat ya atas kelulusanmu, Son Wendy!" aku berseru seraya membalas pelukan Wendy tak kalah erat. Kami sudah seperti pasangan love bird yang sedang dimabuk asmara. Bahkan, aku bisa merasakan pandangan iri dan dengki dari pada jomblo yang tidak sengaja melewati kami.
Seminggu kemudian
"Makan siang sudah siap!" Wendy memperlihatkan hasil masakannya dengan bangga. Ia meletakkan sepiring ayam bakar saus madu di hadapanku. Baunya sangat menggoda, mampu memancing nafsu makanku. Aku sangat senang karena Wendy meluangkan waktu liburannya untuk menemaniku di rumah.
"Wah, kelihatannya ini lezat." aku langsung menyambar ayam buatan Wendy. Tapi, baru sejengkal tanganku mendekati paha ayam yang seksi itu dengan kecepatan kilat gadis itu memukul telapak tanganku dengan sendok.
Tak!
"Aduh!" aku mengaduh kesakitan. Astaga, pacarku yang cantik ini kejam sekali. Huhuhu~
"Dasar jorok!" suara Wendy menggelegar, "Sudah berapa kali aku bilang cuci tangan dulu sebelum makan! Oppa ini blablaba ..."
Aku hanya membalas celotehan dengan cengiran polos. Walaupun wajahnya masam dan suaranya sudah seperti suara kereta listrik berkecepatan 60 kilometer perjam sekalipun. Dia tetap tampak menggemaskan.
Tok! Tok! Tok!
Keceriaan kami terpaksa berhenti saat suara ketokan pintu mulai menginterupsi. Aku bangkit dari kursi makan dan beranjak ke arah pintu utama. Di ikuti oleh Wendy yang berjalan tepat di belakangku.
![](https://img.wattpad.com/cover/229504580-288-k843447.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Faces ✔
FanfictionWENYEOL VERSION | Mungkin sekilas, dia tampak seperti kebanyakan orang pada umumnya. Tapi, percayalah. Dia tak seperti yang kalian kira. COMPLETED | Started at, 16-06-2020