Trust me, he's crazy!
•••
"Kau ... Kau sudah gila!" Wendy memekik keras saat Chanyeol hendak meraih pergelangan tangannya. Tubuhnya melangkah mundur hingga terhenti di sudut kamar mandi.
"Tolong, jangan panggil aku dengan julukan itu, sayang."
Wendy kalut bukan main saat pria itu tidak juga menyerah, dia mengikis jarak di antara mereka berdua, meletakkan kedua tangannya di antara tubuhnya, sorot matanya begitu dingin dan menakutkan. Wendy mendongak, kedua bola mata mereka saling bertemu.
"Oppa?"
Tidak.
Ini bukan Chanyeol yang dia kenal.
"I'm not a crazy people, darling. I just wanna to protect you, my beloved one."
"Tidak! Itu tidak benar. Hiks ... Hiks ... Tidak begitu caranya!" Wendy menangis, tidak terima dengan pernyataan simpel yang pria itu lemparkan padanya.
Wendy mendorong keras tubuh Chanyeol, membuat tubuh Chanyeol terhuyung ke belakang. Wendy menggunakan kesempatan itu untuk berlari keluar dari kamar mandi. Tidak peduli dengan keadaan tubuhnya yang setengah naked. Yang terpenting saat ini adalah bagaimana agar ia bisa terlepas dari jangkauan Chanyeol.
Air mata mengalir deras dari kedua pelupuk matanya. Dia sempat berpikir kalau semuanya akan baik-baik saja. Dia sempat berpikir, dia bisa menjadi sandaran baginya. Merubah sisi kelam yang tertanam di dalam dirinya.
Tapi, sayang. Mark benar. Dia terlalu naif.
Wendy masih belum bisa menerima kenyataan. Pria manis yang berhasil merebut hatinya telah berubah menjadi pria haus darah yang tidak segan-segan merobek batang leher siapapun yang berani mencari masalah dengannya. Wendy masih bisa menerima, jika Chanyeol memiliki kepribadian yang berubah-ubah atau bahkan menjadi orang yang berbeda setiap kali mereka bertemu. Tetapi, ini sudah terlalu jauh dari apa yang dia perkiraan selama ini.
Grep!
"Akh!?"
"Dapat kau!" pria itu tertawa saat ia berhasil mencengkeram pergelangan tangan Wendy. Menarik tubuh gadis itu berbalik ke belakang, membuatnya limbung jatuh di pelukannya.
"Lepaskan! Ugh! Aku bilang lepaskan!"
Dia memeluk erat tubuh ringkih Wendy. Wendy masih berusaha untuk memberikan perlawanan namun tenaga yang ia miliki tak sebanding dengannya.
Wendy menutup matanya di tengah perdebatan sengit yang mendera batinnya. Pelukan ini, pelukan ini masih terasa hangat.
Dug!
"O-Oppa ..."
Kedua mata Wendy terbelalak ketika menerima hentakan keras di area batang lehernya. Pandangannya kembali mengabur. Kesadarannya perlahan memudar. Tubuhnya luruh begitu saja namun dengan cekatan pria itu menangkap tubuhnya lalu menggendongnya ala bridal style.
Menghela nafas berat, ia menempelkan bibirnya pada dahi gadis itu, "Forgive me, Wendy. But, it's time to sleep."
•••
Charis mengembangkan senyumnya. Dengan salah satu tangannya yang menyangga dagu, lutut menyentuh lantai. Dari jarak sedekat ini, dia tak henti-hentinya mengagumi bagaimana indahnya ciptaan Tuhan yang tengah terbaring lemah di atas ranjangnya.
Dia tertawa, merapikan anak rambut yang menutupi sebagian dahinya.
'A-apa ini tidak terlalu berlebihan, Charis?'
"Berlebihan apanya? Aku rasa tidak." Charis menurunkan jarinya pada permukaan pipi Wendy. Menusuk-nusuk pipi pualam itu dengan gemas.
Keringat dingin mengalir dari dahi Chanyeol, walau saat ini Charis lah yang mengambil alih kendali tubuhnya. Tapi, dari bola mata yang sama, dia masih bisa melihat apa yang terjadi di luar sana.
Gadis itu tampak kacau, matanya sembab dan sebuah rantai besi yang terpasang rapi ada di pergelangan kaki kanannya.
'Apa kau sadar tindakanmu ini memperparah keadaan, huh? Kau sudah membuatnya takut.' Chandra mengusap keningnya yang berkedut nyeri akibat melihat kegilaan Charis yang semakin menjadi-jadi.
'Aduh, bagaimana ini? Sekarang dia pasti sangat membenciku.' ucap Chanyeol dengan nada bergetar, kelewat panik.
"Tenang saja, itu tidak akan pernah terjadi."
'Charis, kau-'
Dengan cepat perkataan Chanyeol langsung dipotong Charis dengan tegas, "Gadis ini, cintanya tulus. Jadi, mana mungkin rasa cintanya hilang begitu saja?"
Charis bangkit dari posisinya, merenggangkan kedua tangannya ke udara lalu melakukan pemanasan singkat, memutar pinggangnya ke kanan dan ke kiri, "Ah, sebaiknya kita tidur. Ada banyak pekerjaan yang harus kita lakukan nanti."
•••
"Apa ada yang tahu dimana Wendy?"
Seisi kelas saling melempar pandangan satu sama lain. Sesekali berbisik, membicarakan hal yang sama. Dimana keberadaan gadis itu. Sudah lebih dari 2 hari, Wendy tidak menunjukkan batang hidungnya. Nomornya juga tidak bisa dihubungi. Dari pihak keluarga—ibunya—bahkan kemarin sampai menangis histeris menanyakan dimana keberadaan Wendy.
Pihak sekolah juga sudah menghubungi polisi untuk melakukan pencarian. Namun, polisi belum mendapatkan titik terang dimana keberadaannya saat ini.
Ibu Hyera mengusap keningnya, "Astaga, Tuhan."
Seulgi berusaha sekuat tenaga menahan kegelisahannya. Matanya tampak sedikit bengkak akibat menangis kemarin. Dia juga sudah berusaha mencari kabar Wendy. Menanyakan teman-teman—baik yang seangkatan atau di tingkat yang berbeda—di dalam organisasi yang Wendy ikuti. Tetapi, banyak dari mereka yang tidak tahu dimana Wendy. Satu-satunya orang yang diketahui terakhir berinteraksi dengan Wendy—Bae Irene—juga bilang, setelah kegiatan organisasi selesai, Wendy hanya meminta izin untuk pulang. Tidak ada yang lain.
"Sabar, Seulgi. Polisi pasti bisa menemukannya." ucap Hani mengusap lengan Seulgi.
"Semoga saja kau benar, Hani." lirih Seulgi.
"Wah, kasihan sekali dia." Seungri menggeleng lemah.
Mark Tuan hanya memasang wajah dingin tanpa ekspresi. Tak menaruh minat untuk memulai obrolan semata pada yang lain.
"Mark?"
Mark mendelik, "Uhm, kenapa menatapku seperti itu?"
"Hah, sudahlah. Kau ini memang tidak sensitif dengan suasana." sudut kening Seungri tiba-tiba berkedut nyeri. Jika sudah begini, Seungri jadi jengkel sendiri dibuatnya.
Mark memang tampak tidak peduli. Tetapi, lain di luar lain halnya yang ada di dalam. Otaknya berkecamuk, memikirkan setiap skenario kotor yang mungkin saja terjadi pada gadis malang itu. Bisa saja dia diculik oleh manusia-manusia berhati iblis. Pemberitaan tentang penemuan korban perdagangan manusia sedang marak akhir-akhir ini. Itulah dugaan terburuk. Dan semoga saja hal itu tidak benar-benar terjadi pada gadis itu.
'Ya, Tuhan. Apa yang sedang aku pikirkan? Sialan! Cobalah berpikir yang positif, Mark Tuan!'
Tapi, ada hal lain yang sempat terlintas di dalam kepalanya saat ini. Tepatnya seseorang. Satu nama yang mungkin menjadi dalang dari semuanya. Memang hanya sekedar dugaan semata. Tapi, firasatnya berkata dugaan itu sangatlah masuk di akal.
'Park Chanyeol. Apa mungkin semua ini ada hubungan dengannya?'
Mungkin, tidak ada salahnya bagi Mark untuk memastikan dugaannya itu.
.
.
.
.
.To Be Continues
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Faces ✔
FanfictionWENYEOL VERSION | Mungkin sekilas, dia tampak seperti kebanyakan orang pada umumnya. Tapi, percayalah. Dia tak seperti yang kalian kira. COMPLETED | Started at, 16-06-2020