Kejutan Terindah

1K 121 308
                                    

The Last Chapter 😯
Dear My Silent Readers boleh vote buat chapter terakhir ini?
Thanks

Selamat membaca 😊

***

Asha terus menerbitkan senyuman. Matanya asik melihat foto kebersamaannya dengan Prima selama pergi ke Mekah, Turki dan Jepang. Asha menatap salah satu foto dirinya dan Prima di depan Ka'bah. Saat itu Asha sedang memakai abaya berwarna hitam lengkap dengan cadar yang berwarna senada. Walau Asha hanya memakai cadar saat berada di tanah suci tapi ketenangan yang dia rasakan saat itu benar-benar tak bisa dilukiskan lewat kata-kata.

Foto bergulir, memperlihatkan kebersamaan Asha dan Prima saat menikmati selat Bosporus. Sungguh, selat Bosporus terasa lebih indah saat dilihat langsung oleh kedua matanya.

Asha kembali menggeser layar ponselnya, kini foto dirinya dengan latar belakang bunga sakura terlihat. Asha tampak begitu cantik difoto ini, tentu saja keindahan hasil jepretan ini tak luput dari campur tangan Prima.

Mengingat foto yang terakhir, mendadak wajah Asha memanas, tangannya reflek terulur guna mengusap perutnya yang sedikit membuncit. Padahal, kalau tidak salah hari ini usia kandungan Asha genap empat bulan.

Tetapi, kebahagiaan saat dirinya dinyatakan mengandung 4 bulan lalu di Ueno Park, Jepang masih terasa nyata. Asha masih ingat bagaimana kebahagiaan terpancar dari wajah tampan Prima bukan hanya bahagia sifat posesif dan protektifnya pun semakin menjadi.

"Nona," Asha menoleh. Dia bisa melihat lima asisten rumah tangganya yang sudah berdiri dengan wajah kusut. Ya, setelah Asha dinyatakan hamil, mereka berdua langsung kembali ke Indonesia saat itu juga.

Selain itu Prima langsung membawa Asha ke rumah mewah milik mereka di bilangan Jakarta selatan. Bukan hanya itu, Prima sekaligus menyewa lima asisten rumah tangga, dua tukang kebun, dua supir, tiga satpam, dan lima bodyguard. Awalnya, Asha merasa ini berlebihan. Namun seiring berjalannya waktu Asha merasa senang dengan kehadiran mereka. Karena mereka mampu mengisi harinya yang sepi selama Prima kembali sibuk bekerja.

"Iya, kenapa?" tanya Asha seraya mendekat.

"Nona, Tu-tuan." Bi Inah, salah satu asisten rumah tangga Asha membuka suara. Hanya mendengar kata 'tuan' dari mulut Bi Inah saja, Asha langsung tau bahwa Prima berbuat ulah lagi. Suami super posesifnya itu pasti meneror mereka semua.

"Tuan biar jadi urusan saya. Bibi dan yang lain bisa kembali bekerja." Asha tersenyum hangat. Senyuman yang mampu menghilangkan rasa khawatir dari setiap orang yang melihatnya.

Setelah kepergian ke lima asisten rumah tangganya, Asha memutuskan turun ke lantai satu. Dia medudukkan diri di ruang keluarga, tangannya sibuk mendial nomor orang yang harus bertanggung jawab atas ke kusutan wajah orang lain.

"Assalamu'alaikum, Mas." Asha mengucapkan salam. Dia menaikan sebelas alisnya, merasa heran dengan wajah cemberut yang Prima tampilkan.

"Wa'alaikumussalam," balas Prima dengan nada kesal.

"Mas kenapa? Kok keliatan kesel banget."

"Gimana gak kesel?! Setiap Mas tanya apa kamu mau sesuatu mereka semua selalu bilang enggak." Prima mengutarakan rasa kesalnya dengan menggebu-gebu.

"Mereka gak bohong. Aku emang gak mau apapun." Asha mencoba membuat Prima paham. Walau dirinya hamil, Asha memang tidak menginginkan apapun.

"Tapi sayang, orang hamil itu biasanya ngidam sesuatu. Masa iya kamu gak mau apa pun selama hampir empat bulan ini." Prima merasa heran. Lipatan didahinya tercetak jelas.

My Destiny [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang