"Cinta itu aneh. Kalau normal pasti bukan cinta. Gak percaya? Cobain kuy. "
***
Asha masih bergeming. Dia tetap diam walau perutnya berkata lain. Prima sendiri sudah makan dengan seenak jidatnya.
Prima memotong steak dengan begitu elegan. Tanpa melirik Asha dia berbicara, "Lo yakin gak mau makan? Ini enak banget loh." Prima memasukan potongan steak itu dengan begitu lihai. Kunyah. Kunyah. Kunyah.
Asha semakin dibuat ngiler. Masa bodo dengan rasa gengsi, sekarang ini Asha hanya ingin makan. Dengan menebalkan muka, Asha mengambil beberapa jenis makanan yang tersaji.
Prima tersenyum tipis, dia merasa lega karena pada akhirnya Asha mau menyentuh makanan yang sudah dia pesan.
Lima belas menit berlalu. Asha dan Prima masih betah dalam diam. Sesekali Asha melirik Prima, dia begitu bingung dengan permainan takdir yang sekarang ini sedang terjadi.
Asha tentu mengenal baik seorang lelaki yang sekarang terlihat begitu tampan dan penuh wibawa ini. Tapi ada sebuah pertanyaan besar yang masih Asha pikirkan. Apakah Prima mengenali dirinya? Apakah Prima ingat tentang Shibil sahabat SMPnya?
"Ini gini doang?"
Pertanyaan Asha berhasil mengalihkan atensi Prima. Prima menatap Asha, membiarkan dua mata itu saling memandang. Dia juga membiarkan perasaan aneh itu kembali datang.
"Lo mau yang lebih? Atau mau ciuman kayak bocah SMA tadi?" tentu saja ucapan itu hanya gurauan Prima untuk membuat Asha semakin kesal.
"Gak usah mesum di depan gue bisa kan?!" Asha kembali di penuhi kekesalan. Padahal beberapa waktu yang lalu hatinya sudah merasakan getaran aneh yang selama ini menghilang.
"Okey, gue gak akan ganggu lo lagi."
Hening lagi. Prima sudah sibuk dengan ponsel miliknya. Bukannya pergi, Asha malah terus melihat Prima, dia bisa melihat senyuman manis yang dulu pernah membuatnya tergila-gila kembali terpancar.
Asha membatin. Dia senyum-senyum sama siapa sih? Apa Prima udah punya pacar?
"Lo gak mau pulang?" tanya Prima tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel miliknya.
"Gue nunggu lo."
"Ngapain?" Prima langsung menatap Asha.
Aduh gue harus alesan apa nih. Kenapa mulut gue tiba-tiba aja gak bisa di rem sih.
Asha melirik jam tangan yang melingkar indah di tangannya. Dia tersenyum penuh arti. "Ini udah malem, gue cewek, gak baik pulang sendirian."
"Pesen taksi online kan bisa," jawab Prima dia berusaha keras untuk tak acuh pada Asha.
Asha kembali beralasan. "Hp gue ketinggalan, dompet juga." Sebenarnya ini bukan hanya alasan tapi Asha benar-benar melupakan dompet dan ponsel miliknya. Uang satu lembar seratus ribu yang tak sengaja dia pegang sudah habis untuk membayar taksi.
"Lo masih aja ceroboh ternyata. Ayo, gue anter lo pulang." Prima sudah berdiri, bahkan langkahnya sudah menjauhi Asha.
Asha masih tetap mematung. 'tadi gue gak salah denger kan? Prima bilang kalo gue masih aja ceroboh, itu artinya dia inget gue? DIA INGET GUE.' Senyuman Asha mengembang dengan sempurna.
"Oyy! Jadi balik gak lo? Gue tinggal nih," teriak Prima. Lelaki itu berdiri sambil bersandar pada tembok, dia masih betah menunggu Asha ternyata.
Asha merubah ekspresi wajahnya. "Iya bentar, bawel banget sih lo. Gak dapet jodoh baru tau rasa."

KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny [ END ]
RomanceArasha Shibilla, seorang penulis novel horor terkenal kembali bertemu dengan Adinar Primasatya Azmilo sahabat sekaligus cinta pertamanya, pertemuan tanpa sengaja ini membuat takdir terus saja mempertemukan Asha dengan Prima. Gara-gara sering bertemu...