Lamaran gagal?

529 109 191
                                    

Asha baru sampai di depan rumahnya. Dia terus saja menatap Putri yang asik menelpon. Sepertinya, Putri sedang sangat sibuk. Tapi apa yang membuat Ibu kandung Asha begitu sibuk hari ini?

"Ayah." Asha memanggil. Arif yang sedang membaca Koran lantas menoleh.

"Loh, kok Billa udah pulang? Kayaknya belum ada satu jam Billa pergi?" Arif kebingungan. Pasalnya Putri memberitahu dirinya untuk membuat Asha sibuk di luar rumah. Lalu, kenapa Asha sudah kembali?

"Tadi Billa ketemu cowok nyebelinnn banget. Makanya Billa pilih pulang aja," jawab Asha seraya duduk di sebelah Arif. Dari pada menemui Putri ibunya, Asha sendiri lebih nyaman duduk dengan Arif, ayahnya.

"Yakin cowoknya nyebelin? Kok pulangnya bawa dua buket mahal gitu?" Arif bertanya lagi, tatapan jahil dari sang Ayah langsung menghujani Asha.

Asha mendengus, niat hati ingin menghindar dari tingkah julid Putri, tetapi ternyata ayahnya pun tertular virus julid bundanya.

"Beneran nyebelin kok, Yah. Masa iya, dia seenaknya pinjem tangan Billa, terus ngasih buket ini, mana pake bilang buketnya dari orang lain. Padahal, Billa yakin buket ini dari dia. Dianya aja kegedean gengsi. Nyebelin! Semoga jodohnya cabe-cabean!" Asha tanpa sadar mengutarakan kekesalannya pada Arif. Arif tersenyum senang, sudah lama dia tidak melihat putri kecilnya menggerutu seperti sekarang. Asha yang saat ini duduk bersamanya persis seperti Asha delapan tahun lalu.

"Cowok itu Prima?" Arif dengan iseng menyebut nama Prima. Entah mendapat keyakinan dari mana tapi Arif seolah tau bahwa satu-satunya laki-laki yang suka sekali membuat putrinya menggerutu adalah sahabat masa SMPnya.

Asha langsung menoleh, dengan wajah polosnya Asha bertanya, "Ayah kok inget Prima?"

"Mana mungkin Ayah lupa. Satu-satunya laki-laki yang suka bikin putri Ayah senang dan kesel secara bersamaan kan cuma Prima. Dia ada disini? Coba suruh dia main. Ayah mau ketemu."

"Gak usah, Yah. Prima itu makin lama makin nyebelin. Yang ada nanti darah tinggi Ayah bisa kambuh kalau ketemu dia. Lagian, Billa sama Prima kan bukan anak SMP lagi. Semua udah beda."

Asha sedikit merasa sedih. Dia sebenarnya tidak suka dengan perubahan yang sudah terjadi. Tetapi apa boleh buat, semua sudah berubah dan Asha harus menerima itu.

"Karena kalian bukan anak SMP lagi. Siapa tau kan Prima jadi menantu Ayah." Arif kembali menjahili Asha, nada suara Asha yang berubah sedih sudah cukup memberikan tanda bahwa Asha memiliki harapan lebih pada Prima. Arif sadar, putri kecilnya ini sudah benar-benar tumbuh menjadi wanita dewasa.

"Apaan sih. Gak mungkin lah, yakali Prima jodohnya Billa. Lagian, cowok nyebelin kayak dia, gak akan ada yang mau. Billa juga ogah."

"Oh, kalau Billa gak mau, Ayah bisa jodohin Prima sama Intan dong. Intan kan lagi cari jodoh." Arif menahan senyuman. Dia bisa melihat wajah Asha yang menahan kesal.

"Ihh! Ayah nyebelin! Billa gak suka! Billa gak mau Prima jadi jodoh orang lain!" Asha langsung berlari ke kamarnya. Terserah, dia sudah tidak memikirkan rasa malu, yang pasti Asha benci jika mendengar Prima harus berjodoh dengan orang lain. Apalagi kalau orang lain itu sepupunya.

Putri menghampiri Arif yang asik tertawa. "Billa kenapa, kang? Kok kayak kesel gitu?" tanya Putri setelah melihat wajah kesal Asha.

"Biasa, gengsi. Jadi, mana foto orang yang mau melamar Asha?"

Putri memperlihatkan foto seorang pemuda yang mengenakan jas berwarna hitam. "Ini, kang. Namanya teh Adinar Primasatya Azmilo, dia dari keluarga baik-baik, seorang CEO, ganteng, baik, sholeh lagi. Katanya nanti malem mau kesini bawa keluarga kecilnya. Menurut akang gimana? Billa mau gak ya kang?"

My Destiny [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang