Drama (a)

545 119 186
                                    

"Di dunia ini, sesekali bersikap sebagai Antagonis, sepertinya, menyenangkan."

***

Pukul sebelas siang. Kelas Asha baru saja selesai. Gadis itu dengan cepat membereskan buku dan alat tulis miliknya. Dia melirik jam tangannya lagi, untung aja masih ada waktu setengah jam. Jadi, gue bisa minum es cokelat pake boba dulu, deh.

Asha yang senyum-senyum sendiri berhasil mengambil alih atensi banyak orang. Shinta mengeluarkan pertanyaan, guna mewakili rasa penasaran teman kelasannya. "Lo kenapa senyum-senyum?"

Asha selesai berbenah, dia berdiri lalu tersenyum lagi. "Hari ini gue mau anterin orderan. Karena masih ada waktu, gue mau minum es cokelat pake boba dulu. Eh, iya, hari ini gue gak bisa kumpul, maap ya."

Wajah Shinta berubah keruh. "Yah, gak seru kalo gak ada lo."

"Udah lah biarin aja, lagian ada atau enggaknya Asha gak berpengaruh sama sekali," sahut Mutiara tidak santai. Memang, Asha dan Mutiara terkenal tak pernah akur.

Asha tak ingin ambil pusing. Dia yang hari ini sudah terlihat baik-baik saja tak mau merusak moodnya lagi. Sebelum pergi, Asha menyempatkan diri berbisik pada Shinta. "Gue duluan, titip kerjain si ratu sok kecantikan."

Asha berhenti di ambang pintu. Dia mengedipkan sebelah matanya pada Shinta. Shinta mengangguk kemudian tersenyum miring.

Cahya dan Bunga diam-diam ikut tersenyum miring. Mereka berdua seolah tau apa yang sudah di rencanakan oleh Shinta dan Asha.

Lagi-lagi, tanpa ada yang menyadari. Prima terus saja melihat gelagat Asha, dia mengetik pesan pada ponselnya. Lalu berusaha terlihat biasa saja saat Arthur merangkulnya untuk keluar kelas.

***

"Sha, pesenan kali ini cukup banyak. Kirim ke alamat ini ya. Nanti lo dapet bonus."

Asha tengah berdiri dengan setelan kaos santai berwarna merah muda. Warna ciri khas kafe tempat dia bekerja. Asha tersenyum seraya mengangguk kecil guna merespon perintah dari bosnya yang terlihat sangat tampan.

"Pak Arya, kenapa ganteng banget hari ini." Tanpa malu, Asha memuji Arya.

Bukannya senang, Arya malah mendengus, "Iya-iya. Ini bonusnya gue bayar di muka." Arya mengeluarkan dua lembar uang berwarna merah. Asha tersenyum begitu lebar, ini yang membuatnya betah jadi karyawan delivery order di Kafe Permata. Sosok bos royal, baik hati dan ganteng seperti Arya memanglah harus dilestarikan.

"Wih, makasih bos, sering-sering ya, nanti Asha doain cepet dapet jodoh." Asha mengambil uang bonus dari Arya masih dengan memasang senyuman.

"Gak usah senyum-senyum lo. Doain aja diri lo sendiri. Udah ada jodoh belum." Arya tergelak karena Asha memasang wajah cemberut.

Tanpa pamit, Asha langsung pergi begitu saja.

Arya berteriak. "Oyy! Lo belum salim!"

Asha memutar tubuhnya dengan malas. "Salimnya lewat virtual aja. Tapi kalo udah ngebet, tuh, si Jani sama Risa siap di salimin sama bapak."

Arya kembali memasang wajah tanpa senyum. Dia melirik Jani dan Risa yang tengah menatapnya mupeng. "Kalian mau di pecat?!"

Jani dan Risa langsung nyengir. Keduanya buru-buru kembali bekerja.

Arya menghela napas sesaat. Sebelum akhirnya memasuki kafe dengan wajah menggoda iman miliknya.

***

My Destiny [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang