Asha dan Prima sudah kembali ke Jakarta. Mereka berdua tengah berada di depan pintu apartemen milik Prima. Setelah berunding untuk beberapa hal, Asha akhirnya mengalah, dia menuruti permintaan Prima untuk tinggal di apartemennya. Tadinya, Prima malah ingin langsung memboyong Asha ke sebuah rumah mewah, namun, tentu saja Asha menolak. Selama mereka masih berdua maka Asha lebih memilih tinggal di apartemen. Asha pikir rumah akan terasa terlalu besar untuk di tinggali oleh mereka berdua.
Asha membiarkan Prima memasukan Password Apartemennya. Setelah beberapa saat pintu terbuka, Asha ingin melangkahkan kakinya namun Prima menahannya. Prima menggeleng seraya menyuruh Asha menutup mata.
Asha menutup mata, membiarkan Prima memasang pita berwarna merah guna menutup matanya. Perlahan, Asha bisa merasakan Prima membimbingnya untuk melangkah dengan hati hati. "Mas, kamu mau bawa aku kemana?"
"Kita menuju hadiah spesial buat kamu."
"Hadiah?" Asha mengulang pertanyaan Prima. Entah hadiah apalagi yang akan Asha dapatkan kali ini. Pasalnya, setelah satu minggu menjadi istri Prima. Asha sudah mendapat banyak sekali hadiah.
"Buka mata kamu pelan-pelan." Prima berbisik setelah dirinya membuka pita yang menutupi mata indah milik Asha.
Perlahan, Asha membuka matanya. Dia langsung menahan tawa karena hal yang pertama kali dia lihat adalah sebuah pintu. Asha menoleh. "Mas, kamu kasih aku hadiah pintu?"
"Bukan pintunya atuh neng geulis. Tapi isi di dalam ruangan ini." Prima berusaha untuk tidak kesal. Dia menyodorkan kunci, "Buka gih. Ini hadiah buat kamu."
Tanpa banyak bertanya, Asha mengambil kunci yang Prima berikan. Dengan sekali gerakan Asha berhasil membuka pintu ini. Asha terdiam, Matanya sibuk menyusuri hal indah yang dia lihat. Ruangan ini bertemakan ruang angkasa, dengan warna gelap khas langit malam. Ada jendela yang berukuran cukup besar dengan tirai yang tertutup. Tapi bukan itu yang membuat Asha hilang fokus. Asha tak bisa berkata-kata, kakinya melangkah meninggalkan Prima. Dia berhenti di sebuah dinding yang berisi foto-foto dirinya dengan berbagai kenangan. Foto itu di tempel begitu rapi menyerupai bentuk love.
Asha kembali berjalan, tangannya menyentuh sebuah amplop yang berisikan surat. Amplop amplop penyemangat yang mereka berdua buat ternayata masih di simpan dengan rapi oleh Prima. Bahkan, amplop ini di pajang dengan indah. Langkah kaki Asha kembali terayun, matanya berbinar, dia menemukan boneka beruang cokelat dan kotak musik yang dia inginkan waktu pergi ke pasar malam. Asha menoleh pada Prima, tangannya sudah memeluk boneka teddy dengan begitu erat. "Mas beliin ini buat aku? Jadi hal nyebelin yang Mas lakuin itu sengaja?" Prima mengangguk, tak lupa dia tersenyum manis supaya Asha tidak memarahi dirinya.
Asha hanya bisa menggelengkan kepalanya. Rasanya, memarahi Prima pun percuma, karena hadiah manis ini mampu menutup kemarahannya. Asha kembali melangkah, matanya terpaku pada dua objek yang begitu Asha kenali. Asha sangat mengenal kotak hitam dengan hiasan merah muda itu, selain itu novel dengan sampul berwarna merah muda dan dua jepitan rambut berbentuk love berhasil mengingatkan Asha pada sebuah novel yang sangat dia inginkan delapan tahun yang lalu.
"M-mas, "suara Asha tertahan. Dia tidak tau harus mengucapkan apa sekarang.
Prima mendekat. Prima mengambil alih boneka dari tangan Asha, lalu memberikan kotak hitam itu. "Kamu mau ngasih aku ini, 'kan? Bodohnya, waktu itu aku gak tau. Aku malah jadian sama Karin di hari kamu mau kasih ini. Tapi asal kamu tau, aku jadian sama Karin bukan karena cinta. Tapi karena ini." Prima mengambil novel yang Asha inginkan.
"Kamu inget ini?" tanyanya seraya mengangkat novel. Asha mengangguk. Walau dia pelupa Asha tetep mengingat hal yang menurutnya penting.
"Aku jadiin Karin bahan taruhan bareng Yohan, karena aku mau beliin novel ini buat kamu. Aku tau itu tindakan yang gak bisa di benerin. Tapi tindakan jahat itu langsung mendapat hukumannya. Aku dikeroyok sama Reno, makanya aku sampe masuk rumah sakit. Tapi aku sengaja gak kasih tau kamu, karena aku gak mau kamu ngerasa khawatir." Asha sudah menangis. Pengakuan yang Prima berikan tidak pernah ada di bayangannya selama ini. Asha pikir selama ini Prima itu lelaki brengsek yang hanya mencintai wanita dari fisiknya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny [ END ]
RomanceArasha Shibilla, seorang penulis novel horor terkenal kembali bertemu dengan Adinar Primasatya Azmilo sahabat sekaligus cinta pertamanya, pertemuan tanpa sengaja ini membuat takdir terus saja mempertemukan Asha dengan Prima. Gara-gara sering bertemu...