Memori Indah

512 103 152
                                        

"Bahkan waktu bisa membuat kamu datang dan menghilang begitu saja"


***


"Billa," panggilan dari Yohan dengan suara tidak santai lantas menghentikan Asha dari kegiatan mengobrolnya. Asha menampilkan senyuman dan meminta maaf pada Lia sebelum menemui Yohan.

"Ada apaan sih, Han?" tanya Asha setelah mendekati Yohan.

"Liat tuh, sahabat lo uring-uringan gak jelas, capek gue ditimpukin kertas mulu." Yohan mengadu, dia mengeluh perihal sikap aneh Prima di dalam kelas.

"Loh, emang Dinar abis ngapain? Pasti,  elo bikin Dinar kesel 'kan?" Asha menatap Yohan dengan tatapan penuh selidik.

Yohan membantah, "Enak aja! Yang ada, elo yang bikin Dinar kesel. Lagian, lo berdua bucin kok gak sadar." Yohan berlalu meninggalkan Asha yang menggedikan bahu tak acuh. Asha seakan tak menyadari bahwa ucapan Yohan itu sengaja untuk menyindir dirinya dan Prima.

Saat ini, Asha sudah memasuki kelas, kelas IX A terlihat sangat sepi, hanya ada Prima yang duduk sendirian sambil menatap papan tulis dengan tatapan penuh rasa kesal.

"Prima kenapa? Yohan bikin kesel, ya?" Asha bertanya sesaat setelah duduk di samping Prima.

"Bukan Yohan, tapi Shibil yang bikin kesel," jawab Prima sangat jujur. Dia seakan ingin Asha tau bahwa perasaannya terluka saat melihat Asha akrab dengan laki-laki lain.

"Loh kok jadi Shibil, emang Shibil ngapain?" tanya Asha bingung. Asha masih belum paham bahwa Prima tengah cemburu.

Prima menarik napas, lalu mengembuskannya. Setelahnya, Prima memilih menatap Asha. "Tadi, Shibil ngobrol sama siapa?"

"Sama Lia," jawab Asha cepat.

"Sebelum Lia."

"Oh, sama Rama."

"Ngapain ngobrol sama Rama? Dia kan bukan anak kelas kita." Prima berbicara dengan nada yang terdengar sangat tidak suka.

"Rama cuma tanya tentang Ipa aja kok. Ada beberapa hal yang dia gak ngerti." Asha masih terus menjawab pertanyaan Prima dengan sabar.

"Tapi kan dia pinter, Prima yakin, Rama itu cuma mau modusin Shibil aja," katanya sambil menatap ke arah papan tulis.

"Shibil suka tuh di modusin sama Rama. Rama kan baik, ganteng, pinter, sholeh, suara adzannya bagus, cewek mana coba yang gak akan suka sama Rama." Asha berusaha menahan tawa, dia bisa melihat dengan jelas perubahan raut wajah Prima.

Prima tak lagi membuka mulutnya, dia mengepalkan kedua tangannya. Saat ini, Prima sangat ingin membuat wajah tampan Rama hancur. Bisa-bisanya Asha memuji Rama di depan dirinya. Bahkan, selama ini saja Asha tidak pernah memuji dirinya tampan.

Asha menampilkan senyuman manis, tangannya terulur guna menyentuh pipi Prima. "Ciie, Prima marah, nih, ceritanya."

"Gak usah sentuh-sentuh, Prima gak suka, ya," balas Prima ketus, ucapannya sih memang terdengar ketus tapi tubuhnya sama sekali tidak bergerak untuk menghindari tangan Asha yang masih terus menoel pipinya.

"Gak baik tau marah-marah. Nanti gantengnya ilang, loh." Asha semakin tersenyum, ucapannya barusan berhasil membuat Prima menatap kearahnya.

"Prima masih ganteng 'kan?" tanyanya begitu antusias.

Asha tertawa, sahabatnya ini terlihat sangat lucu. "Iya, bagi Shibil Prima itu cowok yang paling ganteng. Jadi, gak usah marah-marah sambil nimpukin Yohan lagi, kasian tau Yohannya."

"Biarin aja, abis Yohan sengaja banget manas-manasin Prima, Prima kan kesel." Prima merajuk, dia bersedekap dada seraya menatap tajam ke arah Yohan yang baru saja datang.

"Gue lagi, enak banget sih nistain orang diatas kebucinan kalian. Dasar! manusia bucin!" umpat Yohan dengan kasar. Yohan terlihat sangat tidak tahan dengan sikap tidak peka dari Asha dan Prima. Seandainya bisa, Yohan ingin sekali berteriak atau mungkin membenturkan kepala kedua orang paling tidak peka sedunia ini. Yohan harap benturan itu bisa sekalian membuat kedua teman sekelasnya yang katanya paling pintar ini, bisa sedikit mengurangi kebucinannya. Karena, jujur, Yohan yang berstatus jomlo sering kali di buat iri dengan kedekatan Prima dan Asha.

Prima dan Asha serempak mengacuhkan Yohan. Yohan mengembuskan napas dengan pelan. "Untung lo sahabat gue Nar, kalo bukan, udah gue ceburin lo ke empang!" Yohan terus saja mengumpat, dia mengambil tas dengan kasar. Sebelum meninggalkan kelas, dia menyempatkan diri menimpuk Prima.

Prima ingin membalas, tapi Asha lebih dulu mencegahnya. "Jangan, lebih baik kita pulang aja," ajakan Asha di angguki oleh Prima.

Ditengah kegiatan membereskan peralatan sekolah mereka, Prima berkata, "Shibil, jangan lagi deket sama cowok mana pun, ya, Prima gak suka."

Asha ikut menatap Prima dia tersenyum menenangkan, Asha yakin, saat ini Prima sedang dalam ketakutan itu bisa Asha lihat dari sorot mata Prima yang terluka. "Iya, Shibil janji akan jaga jarak sama cowok lain. Asal, Prima gak uring-uringan lagi."

"Janji?" Prima mengulurkan jari kelingkingnya.

"Janji." Asha menautkan jari kelingking mereka. Mereka berdua sama-sama tersenyum bahagia.

***

Asha mengembuskan napas, dia baru saja selesai mempacking barang. Harusnya, kegiatan packing ini bisa selesai dengan cepat. Namun, tatapan Prima tadi mengingatkannya dengan tingkah cemburu Prima delapan tahun yang lalu.

Asha tak bisa berhenti mengukir senyuman, masa-masa indah yang kembali terbayang dalam beberapa menit yang lalu membuat perasaanya seakan melayang ke masa itu. Masa dimana Prima meminta janji Asha dan Asha memberikan janji itu. Masa itu begitu indah hingga semua keindahan itu hancur karena ulah Prima sendiri.

"Kenapa sih, Prim. Kenapa lo harus lakuin hal se tega itu sama gue. Sampe sekarang gue masih gak percaya kalo lo bisa ngelakuin hal itu. Gue masih berharap kalo kita sebenernya cuma salah paham. Tapi ... salah paham macam apa yang ngelibatin Karin dan temen se kelas?" Asha bermonolog. Ia ingin sekali memutar waktu, ia ingin tahu apa motif Prima sebenarnya? Apa Prima benar-benar jatuh cinta dengan Karin?

Asha mengerjap, tiba-tiba saja ucapan Prima saat adegan drama antara Arsya dan Ardan terputar. Buat sekarang Ardan gak tau sebenci apa Arsya sama Ardan. Tapi satu hal yang harus Arsya tau, dari dulu sampe sekarang Ardan gak pernah ninggalin Arsya. Ardan selalu sama Arsya. Dan dari dulu sampe sekarang kebahagiaan Arsya itu prioritas Ardan. Asrya tunggu aja semua pertanyaan Arsya pasti terjawab. Ardan pastiin itu gak akan lama lagi

"Maksud Prima apaan sih? kalo gak salah dia juga bilang tentang rasa sakitnya di rumah sakit? Tapi apa? Apa yang gak gue tau? Apa ternyata bener kalo selama ini gue sama Prima cuma salah paham?" Asha lagi-lagi bermonolog, hatinya dipenuhi rasa kesal karena hal yang Prima ucapkan masih menjadi teka-teki.

"Tau, ah, kesel gue lama-lama! Mending tidur aja deh, besok kan pesawat gue berangkatnya pagi. " setelah marah-marah tidak jelas. Asha merebahkan dirinya, dia menarik selimut lalu tertidur dengan tenang.

***

Selamat malam 😄

Semoga kalian mimpi indah 😉

Oh, ya, yang masih PAS semangatt ya! semoga hasilnya memuaskan. 😊

Kepo Time lagi ah

Sebutkan satu judul drakor/film/anime yang bikin kalian baper, nangis, dan kesel dalam satu waktu.








My Destiny [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang