"Terkadang kita tidak sadar, bahwa perpisahan terjadi bukan untuk menyakiti, tetapi untuk memberi tahu bahwa pertemuan yang baru akan jauh lebih menyenangkan."
***
Hari ini, Asha kembali pergi ke kampus, gadis gabut dengan rok tutu berwarna dusty pink serta baju lengan panjang berwarna putih ini tampaknya tidak bosan menginjakkan kakinya di kampus tercintanya. Meski tau kelasnya tidak akan ada orang, Asha tetap melangkah menuju ke ruang kelasnya yang ada di ujung koridor lantai 4. Tujuan Asha kemari hanya satu, si senggol dikit ambyar ini ingin menumpang Wi-fi kampus karena Wi-fi kostnya sedang eror.
Omong-omong, semalam Asha tidak bisa tidur dengan nyenyak. Dia memikirkan apa yang Prima tanyakan padanya. Asha baru merasa aneh saat tubuhnya sudah terbaring dengan nyaman di ranjang empuk miliknya. Pertanyaan-pertanyaan random yang Prima ajukan membuat Asha di selimuti rasa penasaran. Apa sebenarnya yang Prima rencanakan? Benarkah itu hanya kebetulan? Atau mungkin Prima kembali menjadikan dirinya kelinci percobaan seperti waktu itu?
Asha menggeleng pelan. Hari ini, dia tak berniat membuat jiwa keponya semakin meronta. Asha harus bisa menahan diri. Dia harus bisa bersikap biasa saja, yang terpenting pertemuannya dengan Prima kemarin, berhasil menimbulkan ide-ide baru untuk kelanjutan tulisannya.
Langkah Asha terhenti. Asha memicingkan matanya. "Loh, itu kan pak Arya. Ngapain dia disini?"
Tak ingin penasaran, Asha langsung melangkah menemui Arya. "Pak Arya ngapain?" tanyanya membuat Arya terlonjak kaget.
"Loh, elo ngapain disini, Sha?" bukannya menjawab Arya malah balik bertanya.
"Dasar! Nih, ya Asha ajarin, dimana-mana kalo ada yang tanya itu di jawab. Bukan balik nanya." Asha mencibir Arya, Arya langsung menatap Asha tanpa ekspresi.
"Yaelah, pak. Dikira saya Jani sama Risa. Gak usah sok serem di depan saya deh, percuma, gak ngefek sama sekali." Asha bersedekap dada, gadis ini bukannya takut di pecat oleh Arya malah bersikap seenaknya sendiri.
Arya ikut bersedekap dada. "Kamu mau saya pecat?" tanya Arya, sekarang dia terlihat sangat serius.
Mata Asha berbinar. "Syukurlah, ayo pak pecat saya. Saya juga udah gak kuat liat muka ganteng bapak tiap hari."
Arya tersenyum, raut sok dinginnya menghilang. Tingkah aneh Asha ini yang membuatnya betah berteman dengan Asha dan menjadikan Asha sebagai karyawan di Kafe Permata walau melalui campur tangan Prima tentunya. Asha itu beda dari kebanyakan gadis yang menatapnya. Selama ini, Arya sangat risih dengan tatapan memuja yang selalu mengikutinya setiap saat, satu-satunya gadis yang tidak menatapnya dengan tatapan kagum hanya Asha dan ya, gadis yang dia temui malam itu.
"Sha, mau di halalin gak?" Arya bertanya, dia menampilkan senyuman terbaiknya.
Asha tersenyum manis. Terlihat sekali bahwa dia sangat baper dengan ajakan Arya. "Ayo pak, kita ke KUA, sekarang juga ya."
Interaksi manis itu tertangkap oleh Netra gelap yang diselimuti rasa tidak suka. "Arya! Berani-beraninya lo lamar Asha. Kalo lo beneran berani ambil Asha, gue gak akan biarin lo hidup tenang!"
Lelaki berhoodie hitam ini menggeram. Dia melampiaskan amarahnya pada tembok yang tidak tau apa-apa. Sungguh, kasian sekali nasib tembok bercat putih ini. Merasa tak sanggup menatap adegan manis yang membakar jiwa, dia memutuskan untuk menjauhi keduanya.
Di sisi lain. Asha tertawa sambil memegangi perutnya, adegan lamaran yang sok-sok an itu membuat perut Asha tergelitik. Bukan hanya Asha, tetapi Arya juga ikut tertawa. Mereka berdua ini jiwa humornya receh sekali, sepertinya, status jomlo yang melekat pada mereka berdua membuat adegan lamaran yang harusnya romantis malah menjadi sebuah lelucon receh.
![](https://img.wattpad.com/cover/245073570-288-k56448.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny [ END ]
RomantizmArasha Shibilla, seorang penulis novel horor terkenal kembali bertemu dengan Adinar Primasatya Azmilo sahabat sekaligus cinta pertamanya, pertemuan tanpa sengaja ini membuat takdir terus saja mempertemukan Asha dengan Prima. Gara-gara sering bertemu...