Asha terus saja menarik dan mengembuskan napas. Duduknya kali ini terasa tidak tenang. Bagaimana tidak? Ini adalah kali pertamanya menginjakkan kaki di rumah milik Prima.
Walau sempat sangat dekat dengan Prima, Asha tidak pernah bermain dan bertemu dengan keluarga Prima secara langsung. Karena semasa SMP orang tua Prima sangat sibuk hingga jarang sekali berada di rumah.
Bahkan, untuk urusan sekolah pun Prima lebih sering ditemani oleh orang suruhan dari kedua orang tuanya. Belum lagi, selama masa SMP Prima tinggal di rumah hanya ditemani oleh beberapa asisten rumah tangga. Adik kembarnya, Nayra dan Nadhira sengaja dititipkan di rumah neneknya .
Asha melirik foto keluarga kecil Prima yang terpasang begitu pas dengan tembok berwarna putih tulang. Disitu mereka berlima terlihat bahagia, senyuman mereka terpancar dengan begitu indah. Asha turut senang, itu berarti hidup Prima sekarang jauh lebih hangat dari sebelumnya.
"Kak Billa, maap ya, pasti kakak nungguin kitanya lama." Nayra baru saja tiba, dia meminta maaf karena telah membuat Asha menunggu.
Asha menggeleng. "Enggak kok. Kakak baru aja dateng." Asha berusaha membuat Nayra tidak merasa bersalah, walau pada kenyataannya Asha telah menunggu selama hampir satu jam.
Nayra mengembuskan napas lega. Sepertinya, ucapan Asha langsung di percaya oleh Nayra. Kini, gadis dengan rambut yang di kepang menyamping melangkah cepat mendekati Asha. Dia terus saja tersenyum seraya mendudukan diri disamping Asha. "Kak Billa, Nay sukaaa banget. Karena dua hari lagi kakak resmi jadi kakak iparnya Nay."
"Kakak juga suka kok. Oh, ya, Nay abis dari mana sama Dhira?"
"Kita pergi beli kado buat kakak. Nay tadi beli ba—"
"Nay!"
Teguran dari Nadhira berhasil menghentikan ucapan Nayra sekaligus membuat Nayra dan Asha menoleh ke arah Nadhira. Nadhira tersenyum ramah, Asha balas tersenyum. Untung saja dua adiknya Prima tidak jahil dan pemaksa seperti abangnya.
"Nayra, Mama nyuruh lo buat bantuin bikin brownies." Dhira langsung menyuruh Nayra membantu Marisa di dapur. Sepertinya ada hal yang harus Dhira bicarakan, dan bicaranya harus tanpa Nayra.
"Loh, kok Nay, sih. Dhira aja ah, Nay mau ngobrol sama kak Billa tau." Nayra menolak, dia beringsut mendekati Asha. Dengan menggemaskannya Nayra memegang tangan Asha persis seperti anak kecil yang berlindung pada ibunya.
"Eh, ini brownies spesial buat kak Billa tau. Lo kan tau, kalo masalah masak, lo yang jago. Gue, jagonya cuma makan." Dhira masih berupaya membuat Nayra menjauh dari Asha. Biasanya jika sedikit di puji Nayra langsung mau.
"Enggak, ah. Kan ada bibi, biar bibi aja yang bantuin Mama." Nayra menggeleng. Dia semakin berlindung di balik tubuh Asha.
"Nayraaa!" suara Marisa yang tengah memakai apron di depan pintu dapur terdengar.
"Tuh, Mama manggil. Gue gak bohong, 'kan." Dhira tersenyum penuh kemenangan. Nayra berdiri dengan mulut yang mengerucut lucu. Gadis itu menatap Asha, Asha mengangguk seraya tersenyum berusaha membuat Nayra merasa ikhlas.
Setelah kepergian Nayra, Nadhira mengambil alih posisi duduk Nayra. Dia mengeluarkan Tupperware berwarna pink yang dia bawa. "Ini, Brownies buatan Mama buat kakak."
Asha terkejut. "Loh, kan browniesnya baru dibuat."
"Mama udah buat duluan, spesial buat kakak. Makanya aku suruh Nayra bantu Mama lagi, soalnya kalo Nayra tau, brownies ini pasti dia yang abisin." Dhira memberitahu alasannya menyuruh Nayra membantu Marisa. Dhira tidak jahat, dia hanya menuruti perintah Marisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny [ END ]
RomansaArasha Shibilla, seorang penulis novel horor terkenal kembali bertemu dengan Adinar Primasatya Azmilo sahabat sekaligus cinta pertamanya, pertemuan tanpa sengaja ini membuat takdir terus saja mempertemukan Asha dengan Prima. Gara-gara sering bertemu...