Prima sedang duduk di kursi putar miliknya dengan penampilan yang berantakan. Jas hitamnya sudah tidak melekat pada tubuh tegapnya. Rambut Prima sedikit acak-acakan. Pemuda berusia dua puluh dua tahun ini mendesah.
Dia cukup kesal dengan kecerobohan yang dia lakukan. Bisa-bisanya karena fokus menjauhkan Reno dari hidup Asha, Prima sampai lupa dengan Asha. Dia lupa menyuruh beberapa bodyguard miliknya untuk mengawasi Asha. Alhasil, Prima tidak mengetahui Asha pergi liburan kemana.
Prima sudah mencoba menanyakan pada Cahya, tetapi, adik sepupunya itu dengan tegas tidak ingin memberitahu keberadaan Asha. Cahya sepertinya sengaja membuat Prima frustasi.
Prima melirik ke arah pintu setelah mendengar suara ketukan beberapa kali. Andi, sekertaris barunya mendekat. Dia mengukir senyuman ramah seraya berkata, "Selamat pagi pak, ini ada beberapa laporan yang harus di tandatangani." Andi menyodorkan beberapa berkas.
Prima menerima berkas itu, dalam diam dia berusaha mempelajari berkas yang Andi bawakan. "Andi, untuk berkas pembelian properti tanah yang ada di Bangka, apa sudah lengkap? Jika surat-surat tanah itu belum lengkap juga dalam seminggu kedepan, kita akan membatalkan pembelian tanah itu."
Andi mengangguk. "Baik pak, surat-surat tanahnya sudah ada, tetapi ada sedikit masalah yang harus diselesaikan."
Prima menutup berkas yang ada di hadapannya, dia mendongak lalu menatap Andi dengan tatapan serius. "Masalah apa? Apa saya perlu turun tangan?"
Andi menggeleng. "Tidak perlu Pak, masalah ini akan saya tangani dengan baik."
"Okey, saya harap kamu bisa handle dengan baik. Tapi ingat satu hal, jika ternyata pembelian tanah ini akan merugikan petani kecil, kita harus membatalkannya." Keputusan akhir Prima hanya bisa Andi setujui. Andi sudah cukup lama mengenal Prima, lelaki yang notabennya putra dari bosnya ini, kini berakhir menjadi bos barunya. Prinsip Prima hanya satu, dia ingin berbisnis tanpa mengganggu bisnis orang lain. Itulah sebabnya dalam hal pembelian tanah ini Prima masih memikirkan hak hak para petani itu.
Melihat Andi mengangguk, Prima kembali membuka berkas yang Andi bawa. "Oh,ya untuk sistem pengendalian internal di perusahaan kita. Pastikan, lusa, semua staf audit internal bisa mengadakan rapat. Karena ada beberapa hal yang harus saya bahas."
"Baik pak, selain itu apa ada hal yang perlu di reschedule, Pak?" tanya Andi. Dia ingin meringankan pekerjaannya, karena terkadang Prima sering me reschedule jadwal hanya gara-gara Asha tentunya.
"Untuk saat ini, saya rasa jadwal saya cukup aman. Terimakasih, semangat bekerja."
Andi mengangguk seraya tersenyum lagi. Walau Prima lebih muda darinya, tapi Andi sangat menghormati Prima. Karena menurutnya, Prima cukup baik dalam menjadi figure bos baru di usia yang masih sangat muda. Terkadang Andi merasa iri, dia selalu berpikir hidup Prima begitu mudah, terlahir di dalam keluarga kaya membuat Prima sangat mudah mencapai karir kesuksesannya.
Mengerjap, Andi langsung mengenyahkan perasaan iri dalam dirinya. Dia memilih berpamitan, sebelum benar-benar keluar dari ruangan Prima, suara Prima menghentikan langkah kakinya. "Kak Andi, kayaknya kak Velisha cukup pas ya buat di jadiin istri. Kapan mau melamar? Saya bantuin."
Andi terdiam, kedua sudut bibirnya tertarik. Yaaa, bos jahil dan suka mengganggu Privasi orang seperti Prima memang menyebalkan. Tapi Andi cukup senang dengan perhatian Prima yang terkadang terkesan aneh. Andi menoleh, "Nanti saya akan melamar, kalau kamu sudah melamar Asha. Gimana, siap melamar Asha?"
Prima tertawa dia tau Andi sedang mengejeknya, dengan tampang songongnya Prima berujar, "Saya selalu siap. Tinggal tunggu takdir aja. Jangan lupa, kalau datang ke acara nikahan saya. Saya mau kak Andi dan Arya bawa pasangan beneran bukan cewek bayaran."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny [ END ]
RomanceArasha Shibilla, seorang penulis novel horor terkenal kembali bertemu dengan Adinar Primasatya Azmilo sahabat sekaligus cinta pertamanya, pertemuan tanpa sengaja ini membuat takdir terus saja mempertemukan Asha dengan Prima. Gara-gara sering bertemu...