Hari Spesial

666 110 216
                                    

Asha menatap pantulan dirinya di depan cermin. Sentuhan make up yang terkesan natural mampu mempercantik penampilan Arasha Shibilla. Asha menyentuh mahkota bunga yang beberapa waktu lalu di pakaikan langsung oleh Nayra. Dia tersenyum, lalu, tatapannya jatuh pada gaun indah yang didesain sendiri oleh Marisa, gaun yang sudah lama didesain oleh Mama mertuanya ini terlihat begitu pas di tubuh mungilnya.

Hari ini, rasanya Asha benar-benar bahagia, semua hal yang dia pakai dibuat dan diberikan dengan penuh cinta. Tapi ada satu hal yang membuat kebahagiaannya belum terasa lengkap, kehadiran tiga sahabat baiknya yang sangat Asha harapkan tidak bisa terwujud.

Bunga, Cahya dan Shinta serempak mengatakan bahwa mereka tidak bisa hadir, tetapi mereka akan berusaha untuk menemani Asha lewat video call. Hanya saja, sampai detik ini, di saat Asha sudah seorang diri karena semua orang sibuk di bawah untuk melangsungkan prosesi akad nikah, video call yang Asha tunggu tak kunjung datang.

Asha bergumam, "Apa ... Bunga, Aya sama Nta gak inget, ya?"

Kegelisahan Asha tak berlangsung lama. Tepat setelah ucapan ketakutan itu usai, ponsel yang Asha letakkan di atas meja rias bergetar.

Asha tersenyum. Dia dengan cepat mengangkat panggilan video yang masuk, lalu meletakkan ponselnya bersandar pada kotak make up miliknya.

"Assalamu'alaikum calon istri bapak Dinar yang terhormat," suara Bunga dengan kesan ejekan itu terdengar, ditimpali oleh kekehan merdu dari Shinta dan Cahya. Asha tersipu, entah mengapa hari ini rasanya dia gampang sekali dibuat bahagia dan malu.

"Asha cantik banget, sih. Sayang, Nta gak bisa ikut make upin Asha." kali ini suara Shinta yang terdengar, gadis polos dengan gaun putih itu terlihat menampilkan wajah dipenuhi kesedihan.

"Udah, gak papa. Lain kali kita bisa make upin Asha, kok." Cahya terlihat tersenyum, senyuman yang berkesan mengejek untuk Asha. Baiklah, di hari bahagia ini Asha harus sabar mendapat ejekan dari tiga sahabatnya.

"Make upin buat acara apaan? Lamaran kan udah. Nikahan juga udah." Bunga memasang senyuman yang mengerikan. Entah apa yang sedang di pikirkan oleh sahabat Asha satu ini.

"Make upin buat acara Honeymoon dong. Asha kan mau punya tujuh anak. Jadi, kita bisa tujuh kali make upin Asha. Mantap gak, tuh." Suara tawa terdengar riuh setelah suara Cahya yang sedikit berbisik Asha dengar. Asha sendiri semakin menunduk, rasa gugup yang sedari tadi membelenggunya seolah menghilang karena kejahilan Bunga, Cahya dan Shinta, Asha sama sekali tidak merasa tersinggung dia malah merasa bahagia.

Setelah tawa itu terhenti, Bunga kembali berbicara, "Gimana, udah gak deg-degan kan?"

Asha tersenyum, sesuai dugaannya kejahilan yang mereka lakukan semata-mata untuk mengurangi rasa gugup dan deg-degan yang Asha rasakan.

"Udah enggak dong. Ini semua karena kalian, rasanya gue pengin peluk." Asha akhirnya bersuara, air matanya seakan mendesak keluar dari pelupuk matanya.

"No! lo gak boleh nangis! Belum saatnya, nanti aja nangisnya kalo udah selesai akad." Cahya sedikit mengeraskan suaranya. Samar-samar, Asha bisa mendengar suara berisik dan suara berisik itu berasal dari tempat Bunga, Cahya, dan Shinta. Sebenarnya, Asha merasa aneh namun rasa aneh yang akan berubah menjadi rasa penasaran itu lenyap disertai, dengan Bunga, Cahya dan Shinta yang mendadak berpamitan. Kini, Asha kembali sendirian, dia membiarkan ponselnya tergeletak begitu saja.

Asha menarik napas lalu mengembuskannya secara perlahan. Tubuhnya bangkit bukan untuk keluar kamar, melainkan, menuju jendela kamarnya.

***

My Destiny [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang