Extra part; Prince and Princess

921 94 160
                                    

Asha terus saja menatap ke arah jam dinding. Ini sudah jam sembilan pagi, tetapi suami tampan yang begitu posesif alias Primata terkutuk ganteng itu belum juga pergi.

Entah apa lagi yang Prima tunggu. Padahal sedari tadi Asha sudah menyuruhnya untuk segera berangkat ke kantor.

"Mas, kamu kenapa sih nempel-nempel mulu kayak prangko."

Asha menatap Prima yang sibuk bersandar pada pundaknya. Sikap Prima memang sangat manja akhir-akhir ini. Ayah dari ke empat anaknya menjadi lebih manja semenjak Asha kembali dinyatakan hamil.

"Lagi pengin aja. Lagian, Mas juga nempel sama istri sendiri. Sah-sah aja dong."

"Iya sih. Tapi, Mas kan harus kerja."

"Ngapain?"

"Kok ngapain sih?!" Asha terlihat sangat jengkel. Sengaja, dia menjauhkan tubuhnya agar sang suami bisa berhenti bersandar.

"Loh, emangnya salah? Mas kan yang punya perusahaan. Sesekali bolos gak papa lah." Prima bersikap sangat songong. Tubuhnya kembali bersandar. Kali ini sofa yang dia jadikan sebagai sandaran.

Aduh, kalau Prima tetap tidak mau pergi. Rencana Asha akan gagal total. Padahal, kan, Asha sangat ingin melakukan ini.

"Gak boleh! Mas, walaupun kamu itu bos, harus tetep professional dong." Asha mulai mengomel. Semoga saja rencana ini akan berhasil.

"Aku udah profesional sayang."

"Kalau kamu ngerasa gitu, kamu harus ke kantor. Arya udah di depan. Aku mau pergi."

Asha berdiri. Dia mengambil ponsel dan segera memasukan ke dalam tas berwarna hitam.

Prima ikut berdiri. Alisnya tertaut, "Kamu mau pergi sama Arya? Kalian mau ke mana?"

"Arya jemput kamu. Aku mau jemput anak-anak."

"Kalo gitu aku ikut kamu aja, ya." Tersenyum manis. Prima pikir dengan begini Asha akan membiarkan dirinya bolos masuk kantor.

"No way! Arya bilang hari ini ada rapat penting. Itu berarti Mas harus dateng ke kantor."

"Ish! Si Arya, punya mulut kok ember!" Prima menggerutu tepat pada saat Arya masuk ke dalam rumah dengan setelan jas abu-abunya.

"Kalau gak ember. Bukan Arya namanya Pak Bos!"

Arya sudah tiba di depan Prima dan Asha. Cengiran khasnya terbentuk. Terlihat begitu menyebalkan bagi Prima, tapi bagi Asha ini adalah sebuah keberuntungan.

"Sayang kamu yakin gak mau ngajak Mas? Kamu yakin biarin Mas bareng sama Arya? Arya jahat loh! Dia selalu aja nambah-nambahin jadwal pekerjaan."

Lihat. Prima membuat drama murahan lagi. Dia sudah memasang wajah menyedihkan dan terus saja merengek. Oh, ayo, lah. Primata terkutuk gantengnya kenapa jadi begitu lebay dan menyebalkan seperti ini.

"Mass!!! Udah ih, jangan kayak anak kecil." Asha memutar bola matanya. Rasanya begitu memuakkan, hari ini dia ingin cepat pergi.

"Nah iya Pak Bos. Jangan lebay. Inget! anak udah empat. Belum lagi di tambah yang di dalam perut."

Prima mendengus. Jika sudah di ingatkan dengan anak begini, Prima merasa sudah tua. Eh ralat, maksudnya dia sudah merasa lebih dewasa.

Karena, ya, kalian tau sendiri, seorang Adinar Primasatya Azmilo masih sangat tampan walaupun usianya sudah kepala tiga.

"Oke. Aku ngalah. Kamu boleh pergi, tapi gak boleh nyetir sendiri. Selain itu, Ryan bakalan ikut sama kamu."

"Iya tenang aja. Yaudah, berangkat, gih. Semoga kerjaan Mas lancar, ya."
Asha tersenyum manis. Batinnya bersorak senang, akhirnya sang suami pergi juga.

My Destiny [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang