EPOCH ~ 42

471 20 3
                                    

Pintu apartemen nya diketuk seseorang, Arhskyla yang tengah berkutat dengan buku-buku belajarnya menoleh ke arah pintu dengan kedua alis yang menyatu. Satu-satunya orang yang tahu dia tinggal disini hanyalah Eltham, tapi sejak kapan Eltham tahu adab mengetuk pintu?

Dengan helaan nafas Arhskyla menutup bukunya, dan melangkah menuju pintu. Arhskyla tertegun beberapa saat melihat orang yang mengetuk pintu itu melalui layar monitor samping pintunya. Dengan sedikit keraguan Arhskyla Arhskyla membuka pintunya.

"Boleh papa bicara sama kamu?" Tanya Dinathama di ambang pintu.

Arhskyla menjawab dengan semakin membuka lebar pintunya- cewek itu sedikit menyingkir memberi jalan Dinathama masuk.

Tanpa perlu dipersilahkan, Dinathama sudah duduk terlebih dahulu di sofa single. Dia tersenyum puas melihat banyak buku yang sepertinya sedang Arhskyla pelajari.

Arhskyla membereskan buku-bukunya seadanya, setelah itu dia ikut duduk di sofa. "Dari mana papa tau aku tinggal disini?" tanya Arhskyla.

"Eltham."

Arhskyla mengangguk sudah menduga. "Lalu apa yang mau papa bicara kan?"

"Papa ingin kamu segera pulang ke rumah," ujar Dinathama langsung ke intinya.

Arhskyla terdiam selama beberapa detik sebelum akhirnya menjawab, "aku gak bisa, dan gak akan pernah bisa."

"Kenapa? Bukankah semua permasalahan diantara kita sudah selesai? Kamu gak ada lagi alasan untuk tetap tinggal disini, Susan dan Nayla mereka sekarang di penjara."

Arhskyla mengigit bagian dalam pipinya menahan kekesalan yang ada dari ucapan Dinathama yang terdengar tidak tahu diri di telinganya. "Perlu aku koreksi apa terjadi selama dua tahun belakangan ini bagiku buka masalah, tapi kehancuran. Dan akar dari kehancuran yang aku alami adalah papa sendiri. Andai papa gak main api di belakang mama, Susan gak mungkin masuk ke dalam keluarga kita dan ngerenggut semua yang aku punya. Kalau papa gak membiarkan pembunuhan itu masuk di antara kita mama pasti masih ada dan Ares gak mungkin kecelakaan."

Dinatham menggenggam tangan kanan putrinya. "Papa gak sepenuhnya salah, disini papa juga korban. Susan memanfaatkan situasi dari kesalah pahaman yang terjadi antar papa dan mama. Dia memperpanas situasi dengan menunjukkan foto-foto mama kamu dengan sahabat nya seolah mereka benar-benar selingkuh."

Kedua tangan Arhskyla mengepal kuat, tanpa perduli akan disebut anak durhaka dia menarik tangannya kuat. "Berhenti mengeluarkan pembelaan atas penghianatan yang papa lakukan. Mau sengotot apapun papa membela diri itu gak akan pernah merubah cara pandang aku terhadap papa! Sampai kapanpun aku akan selalu menatap papa sebagai seorang pembunuh!" papar Arhskyla menggebu-gebu.

"Arhskyla...." panggilnya lembut, matanya mulai berkaca-kaca. Dia benar-benar terlambat menyadari segala kesalahannya, ego nya telah membuat dia kehilangan istri dan anak-anak nya sendiri. Rasa sakit itu benar-benar nyata.

Arhskyla membuang mukanya saat Dinathama memberikan pandangan menyesal bercampur luka yang mendalam.

"Asal papa tau setelah mama meninggal aku mau tinggal sama papa lagi itu cuman karena aku takut papa menghentikan semua pengobatan Ares. Sekarang aku sudah bisa mengurus bisnis yang mama tinggal kan, jadi aku gak akan bergantung lagi sama papa."

Dinathama menundukkan kepalanya, keangkuhan nya seolah lenyap tertutupi rasa bersalah yang semakin menggunung. "Papa gak sejahat itu sampai menghentikan pengobatan Ares."

"Tapi dimataku papa bisa lebih jahat dari itu. Yang papa ingin kan hanyalah anak yang bisa dipamerkan ke rekan bisnis papa untuk menaikan reputasi, sedangkan Ares sampai sekarang masih koma dan gak bisa papa pamerkan, besar kemungkinan papa akan menyingkirkan dia."

EPOCH ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang