"Hallo sepupu."
Eltham menyapanya, dengan susah payah ia menarik kedua sudut bibirnya.
"Tumben lo datang ke sini malam."
"Ini malam Sabtu, waktunya kencan lah," ucap Eltham dengan tawa ringannya.
Mata Fardan beralih pada cewek yang masih sepupunya gandeng. Dalam hati ia berharap jika cewek itu membantah kata kencan yang baru saja Eltham ucapkan.
"Oh iya, kenalin ini Arhskyla cewek yang pernah gue ceritain ke lo."
Bola matanya membesar, cowok dengan kemeja putih itu tidak bisa menyembunyikan keterkejutan. "Se-serius?"
Eltham mengagguk, "Ekspresi lo berlebihan Dan."
"Eltham." Cewek yang baru ia ketahui namanya itu memanggil Eltham. "Buruan pesan, di belakang ada yang antri." Perkataan Arhskyla membuat Eltham refleks menoleh.
"Lo Vanilla latte kan?" tanya Eltham setelah menggenggam buku menu.
"Iya."
"Vanilla latte sama cappucino dua-duanya hot. Terus ini, ini, ini, sama ini," ucap Eltham sambil menunjuk apa yang di pesan nya.
"Sama air mineral nya dua," timpal Arhskyla menambahkan.
"Total nya jadi dua ratus lima puluh lima ribu," ujar Fardan setelah mengotak-atik layar monitor kasir.
Eltham membayar dengan tiga lembar uang seratus ribuan. "Kembaliannya buat nutupin dulu gue lupa bayar."
Setelah mengatakan nya Eltham melenggang mencari meja kosong bersama dengan cewek itu.
Fardan tidak akan bisa fokus, matanya berkali-kali mencuri pandang pada Eltham dan Arhskyla. Dia memanggil Fian untuk menggantikan nya di meja kasir.
' Sial! Ternyata patah hati sesakit ini!'
*#*#*#*
Arhskyla keluar dari ruangan itu dengan keringat dingin di tangannya. Tanpa memperdulikan tatapan penasaran dari orang-orang yang berlalu lalang di koridor rumah sakit, dia tetap melangkah dengan wajah datarnya.
Semuanya sudah jelas sekarang, dia tidak perlu lagi merasa ragu untuk mengambil langkah selanjutnya. Dia berbelok ke pintu tangga darurat, dengan langkah perlahan kaki yang terbalut Flatshoes hitam itu menaiki anak tangga yang akan membawanya sampai ke atap rumah sakit.Arhskyla menaiki anak tangga dengan pikiran yang kacau. Langkah nya terhenti di anak tangga terakhir. Pandangan matanya mendadak buram saat melihat sepatu flatshoes hitam yang menjadi alas kakinya.
"Bisa-bisanya gue serumah sama pembunuh," dia terkekeh bersamaan dengan setetes air mata nya jatuh mengenai permukaan sepatu kesayangan.
Niatnya yang ingin merasakan tiupan kencang angin dari atap rumah sakit mendadak hilang begitu sampai di depan pintu menuju rooftop. Tanpa memperdulikan kemungkinan celana jeans nya akan kotor, Arhskyla terduduk begitu saja di depan pintu itu. Kakinya terasa lemas saat bayangan kematian mama nya muncul di otaknya.
"Kenapa bisa mereka sejahat itu ke mama? Padahal mama kan baik banget."
Dia mengusap flatshoes pemberian mama nya dengan tangis yang tidak bisa lagi di bendung. "Ma, maafin Arhskyla ya... Arhskyla bukan orang sabar yang menunggu karma datang ke mereka dengan sendirinya..... Sampai sekarang mereka tetap hidup tenang... setelah semua kejahatan yang mereka perbuat ke mama... Gak adil ma... Gak adil." Arhskyla memukul dadanya berkali-kali, dengan harapan rasa sakit bercampur kebencian itu bisa berkurang meski hanya sedikit.

KAMU SEDANG MEMBACA
EPOCH ✓
Teen FictionTentang Eltham yang jatuh cinta untuk pertama kalinya. Semuanya berawal dari rasa penasaran Eltham pada gadis bermata indah yang menggagalkan percobaan bunuh diri sepupu nya. Memenuhi rasa penasarannya Eltham nekad pindah sekolah, dia memanfaatkan s...