'Byuurr'
Nayla tersenyum puas melihat Adel yang terduduk di lantai toilet dengan tubuh yang sepenuhnya basah. Nayla melempar ember kosong bekas air pel itu ke arah Adel hingga membuat tubuh cewek malang itu ikut terhempas karena lemparannya yang cukup kuat. Si cewek miskin yang lemah hanya menangis dan menunduk. Kasta rendah yang menjadi favoritnya sebagai objek perundungan Nayla.
Kekesalan akan pertengkarannya dengan Andini tadi pagi telah berkurang setelah melampiaskannya pada Adel. Nayla menepuk kedua tangannya seolah ada debu disana.
"Cabut girls," kata Nayla pada dua temannya— Ratna dan Dewi — yang menjaga pintu agar tidak ada seorang pun yang mengganggunya.
Ketiga cewek itu pergi begitu saja meninggalkan Adel dengan keadaan yang jauh dari kata baik.
Adel mulai mengeluarkan isak tangisnya. Dia tidak baik-baik saja. Keadaan nya buruk. Benar-benar buruk, dan selalu buruk. Baik itu fisik maupun psikisnya.
Adel sendiri, selalu sendiri. Dia tetap bertahan dengan segala macam perundungan di sekolah ini semata karena tidak ingin membuat ibunya kecewa jika sampai kehilangan beasiswa. Dia tidak mempunyai kuasa melawan anak-anak orang kaya yang merundungnya.
Adel hanya anak yatim dengan kehidupan sederhana, kelebihannya hanya otak cerdasnya, itu pun ia dapat karena mengasahnya mati-matian.
Tidak akan ada bedanya jika ia melaporkan semua perundungan yang ia alami ke pihak sekolah. Karena mereka hanya perduli pada prestasi, nama baik sekolah, dan juga uang.
Fakta kehidupan yang harus ia telan bulat-bulat sejak memasuki SMA ini.
Suara langkah kaki mendekat membuat tubuhnya gemetar ketakutan, Adel takut jika Nayla kembali karena belum merasa puas menyiksanya. Nafasnya tertahan saat pintu toilet di buka, di balik poni panjangnya ia menatap waspada kedua orang yang kini juga menatapnya. Kedua orang itu adalah Arhskyla dan Andini.
"Selalu deh, selalu dapat pemandangan kaya gini setiap kali gue udah adu mulut sama tuh cabe." Andini melipat tangannya di dada dengan kernyitan jijik di keningnya. Keduanya memasuki toilet tidak lupa Andini yang menutup pintu.
Arhskyla langsung memasuki bilik kamar mandi untuk menyelesaikan urusannya. Sementara Andini menunggunya dengan bersender pada pinggiran westafel.
"Lemah banget sih jadi orang, gak bosen apa jadi pecundang terus? Gue aja lihatnya udah bosen," Andini berucap sinis, ia memandang rendah Adel yang hanya duduk diam di lantai dengan kepala menunduk. "Sadar gak sih lo sama Nayla and the geng itu jadi noda nya kelas elite. Otak encer mental pengecut, ck, ck, ck, bullyable sejati."
"....Dan juga selama lo masih bau air bekas pel, jangan berani-berani nya lo masuk kelas! Paham?"
Melihat anggukan lemah Adel membuat Andini berdecih. Benar-benar deh, Andini benci orang-orang lemah. Melawan balik apa susahnya sih?!
Raut kesal bercampur jijiknya berubah seketika menjadi ramah saat melihat Arhskyla keluar dari bilik kamar mandi.
Tanpa menoleh sedikitpun Arhskyla melewati Adel begitu saja, ia mencuci tangannya dengan sabun.
"Nih tisu nya." Andini menyodorkan beberapa lembar tisu padanya, yang tentunya ia terima.
"Makasih." Andini mengangguk dengan senyum cerahnya.
Arhskyla mengelap tangannya dengan tisu hingga kering, ia melempar kan tisu bekasnya ke tempat sampah yang berada di bawah westafel. Tanpa mengatakan apapun ia melangkah—-ke luar toilet dengan Andini yang mengikuti tentunya. Tanpa menoleh lagi keduanya meninggalkan Adel yang masih dengan kemalanganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EPOCH ✓
Fiksi RemajaTentang Eltham yang jatuh cinta untuk pertama kalinya. Semuanya berawal dari rasa penasaran Eltham pada gadis bermata indah yang menggagalkan percobaan bunuh diri sepupu nya. Memenuhi rasa penasarannya Eltham nekad pindah sekolah, dia memanfaatkan s...